Jakarta, Portonews.com – Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama dengan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) telah menjalin kerja sama di bidang keselamatan maritim. Kerja sama ini mencakup pengawasan kapal, perlindungan lingkungan laut, hingga keselamatan navigasi dan pelayanan.
“Latar belakang dari inisiasi perjanjian kerja sama ini adalah keinginan kedua belah pihak untuk mengurangi jumlah kapal yang tidak memenuhi standar, sehingga dapat mengurangi risiko terhadap keselamatan jiwa dan pencemaran lingkungan laut,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub, Antoni Arif Priadi, di Jakarta pada Jumat (8/11).
Kemenhub telah menandatangani Memorandum of Cooperation (MoC) dengan Pemerintah RRT melalui Administrasi Keselamatan Maritim RRT mengenai Keselamatan Maritim di Jakarta. Perjanjian ini ditandatangani oleh Antoni Arif Priadi dan Executive Director General Administrasi Keselamatan Maritim RRT, Xu Wei.
Tujuan dari kerja sama ini adalah untuk meningkatkan keselamatan maritim yang meliputi beberapa aspek, seperti pengawasan keselamatan kapal, perlindungan lingkungan laut, fasilitasi transportasi maritim, keselamatan navigasi dan pelayanan, kepelautan, urusan internasional, serta bidang lain yang disepakati bersama.
Antoni mengungkapkan bahwa selama periode 2023-2024, Administrasi Keselamatan Maritim RRT telah melakukan penahanan terhadap 14 kapal berbendera Indonesia. Hal ini cukup signifikan mengingat jumlah kunjungan kapal berbendera Indonesia ke Tiongkok cukup banyak.
“Situasi ini terjadi karena sertifikat yang diterbitkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai recognized organization (RO) belum diakui secara menyeluruh di Tiongkok. Hal ini terkait dengan belum adanya izin bagi BKI untuk beroperasi di Tiongkok dan belum terdaftarnya BKI dalam keanggotaan IACS,” jelasnya.
Menurut Antoni, status penahanan ini tentunya merugikan posisi Indonesia sebagai negara bendera kapal (flag state). Terlebih lagi, Indonesia saat ini berada pada posisi cluster white-list yang harus dipertahankan.
Salah satu cara untuk mempertahankannya adalah dengan membangun komunikasi yang lebih erat dengan negara-negara anggota International Maritime Organization (IMO), khususnya yang tergabung dalam Tokyo Memorandum of Understanding on Port State Control (Tokyo MoU).
“Inilah alasan kami untuk meningkatkan kerja sama yang lebih intensif antara Ditjen Perhubungan Laut dengan Administrasi Keselamatan Maritim Tiongkok, terutama di bidang Port State Control (PSC) dan Flag State Control (FSC),” kata Antoni.
“Kerja sama ini sesuai dengan hukum dan peraturan internasional yang relevan, dengan tujuan meningkatkan kualitas kapal-kapal dari masing-masing negara, sehingga risiko yang mengancam keselamatan pelayaran dapat diminimalkan,” tambahnya.
Antoni menjelaskan bahwa perjanjian kerja sama ini berlaku untuk jangka waktu awal lima tahun dan dapat diperpanjang untuk periode berikutnya. Perpanjangan dapat dilakukan oleh salah satu pihak dengan memberikan pemberitahuan tertulis setidaknya enam bulan sebelum berakhirnya periode awal melalui saluran diplomatik.
“Bidang kerja sama yang ditetapkan dalam perjanjian ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara, termasuk pertemuan berkala, seminar, penelitian bersama, pelatihan, pertukaran informasi dan personel, atau mekanisme lain yang disepakati oleh kedua belah pihak,” terangnya.
Lebih lanjut, Antoni menyebutkan bahwa penandatanganan ini merupakan salah satu capaian penting dari pertemuan antara Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok, Xi Jinping, pada akhir pekan ini.
“Saya yakin semua pihak yang terlibat telah memberikan upaya terbaik dalam menyusun perjanjian kerja sama ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua yang terlibat dalam diskusi, baik dari Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok,” tutup Antoni.