Bali, Portonews.com – Indonesia, Malaysia, dan Singapura terus memperkuat kerjasama untuk meningkatkan keamanan pelayaran serta melindungi lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura. Langkah strategis ini dijalankan melalui forum Tripartite Technical Experts Group (TTEG), yang sudah aktif sejak 1975.
Direktur Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Budi Mantoro, menegaskan bahwa forum ini adalah wujud nyata komitmen tiga negara pantai tersebut dalam menjamin keamanan pelayaran di kedua selat tersebut. Forum ini juga bertujuan memfasilitasi lalu lintas kapal yang semakin padat di jalur internasional strategis ini.
“Forum TTEG berperan besar dalam menjaga keamanan navigasi serta perlindungan ekosistem laut di Selat Malaka dan Singapura. Inisiatif-inisiatif yang dihasilkan telah memberikan dampak positif terhadap keamanan maritim internasional,” ujar Budi.
Pada 23-24 Oktober 2024, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan TTEG di Nusa Dua, Bali. Dalam pertemuan ini, Budi menekankan pentingnya peran strategis kedua selat tersebut bagi perdagangan global. Sejak terbentuknya TTEG, ketiga negara telah berhasil melahirkan berbagai inisiatif penting, seperti penerapan skema pemisahan lalu lintas kapal (Traffic Separation Scheme / TSS) dan sistem pelaporan kapal wajib (Straitrep), yang telah diakui secara internasional.
Selain membahas langkah-langkah untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, Indonesia juga menyampaikan hasil studi terkait revitalisasi Marine Electronic Highway (MEH), sebuah pusat data yang mendukung keselamatan pelayaran. Proyek revitalisasi ini dijadwalkan mulai pada kuartal pertama tahun 2025. Namun, Budi menyampaikan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam proyek ini adalah peralatan yang sudah usang, mengingat MEH Data Centre didirikan pada tahun 2012.
Tak hanya itu, Indonesia juga berperan aktif dalam sejumlah pertemuan penting lainnya, seperti pertemuan Aids to Navigation Fund Committee ke-29 dan ke-30, serta pertemuan Co-operation Forum ke-15. Indonesia bahkan menjadi ketua dalam kelompok kerja yang membahas inisiatif baru terkait sistem rute dan pelaporan kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Usai pertemuan TTEG, delegasi dari ketiga negara melanjutkan diskusi dalam pertemuan Project Coordination Committee (PCC) ke-15 yang fokus pada pembaruan proyek-proyek yang tengah berjalan. Pada pertemuan tersebut, Indonesia melaporkan perkembangan Straits Project 5, yaitu penggantian dan pemeliharaan sarana bantu navigasi di Selat Malaka dan Singapura.
Sementara itu, Malaysia melaporkan kemajuan Straits Project 11 yang berfokus pada pengembangan pedoman tempat evakuasi bagi kapal yang memerlukan bantuan. Sedangkan Singapura menyampaikan laporan terkait Straits Project 14, yang berhubungan dengan pengembangan standar prosedur operasi untuk penggunaan sarana bantu navigasi virtual.
Budi menambahkan bahwa proyek-proyek ini adalah contoh nyata dari kolaborasi erat antara ketiga negara dan pemangku kepentingan terkait dalam menjaga keselamatan maritim di kawasan tersebut.
“Indonesia terus berkomitmen untuk memperkuat keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura melalui berbagai inisiatif baru dan pengembangan proyek yang telah dimulai,” tegasnya.
Pertemuan ini juga dihadiri oleh berbagai organisasi internasional dan sektor maritim dari seluruh dunia, termasuk International Maritime Organization (IMO), INTERTANKO, Malacca Strait Council, serta berbagai asosiasi dan lembaga dari Indonesia seperti PT Pelindo, INSA, dan WIMA INA.
Kolaborasi ini memperlihatkan bahwa keamanan pelayaran dan perlindungan lingkungan di Selat Malaka dan Singapura bukan hanya menjadi tanggung jawab negara-negara pantai, tetapi juga membutuhkan kontribusi dan sinergi dari pemangku kepentingan global.