Jakarta, Portonews.com – Ditengah panasnya polemik ekspor pasir laut, dua kapal asing berbendera Malaysia, MV Yang Cheng 6 dan MV Zhou Shun 9, ditangkap oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat melakukan pengerukan pasir laut tanpa izin di perairan Batam, Kepulauan Riau, Rabu (9/10).
Penangkapan tersebut dilakukan langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Nipah, Kota Batam.
Saat pemeriksaan dilakukan, nakhoda kapal tidak dapat menunjukkan dokumen resmi izin operasi. Ditemukan pula sekitar 10.000 meter kubik pasir laut yang sudah diambil. Meski demikian, nakhoda kapal membantah tuduhan bahwa pasir tersebut diambil dari perairan Indonesia. Ia mengklaim bahwa pasir tersebut diambil dari perairan Muar, Malaysia, dan akan dikirim ke Singapura.
Kasus ini menjadi perhatian KKP di tengah perdebatan seputar ekspor pasir laut. Menteri Kelautan dan Perikanan serta pejabat KKP lainnya, termasuk Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono dan Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Viktor Gustaaf Manoppo, mendampingi pengungkapan kasus ini. Mereka berangkat dari Pangkalan PSDKP Batam dan tiba di lokasi kapal yang sedang labuh jangkar di perairan Batu Besar Kabil, Batam.
Dalam keterangan persnya, Pung Nugroho Saksono menjelaskan bahwa kapal Yang Cheng 6 sudah lama dipantau oleh PSDKP karena sering kali masuk ke perairan Indonesia tanpa izin. “Kami belum merilis izin pemanfaatan pasir laut sesuai PP No. 26 Tahun 2024, dan kapal ini terbukti beroperasi tanpa dokumen,” ujarnya. Penyelidikan lebih lanjut masih berlangsung untuk memastikan lokasi tepat pengambilan pasir dan pelanggaran lain yang mungkin dilakukan.
Dari segi ekonomi, Direktur Jenderal PKRL, Viktor Gustaaf Manoppo, menjelaskan bahwa kerugian yang dialami negara akibat pencurian pasir laut bisa mencapai Rp223,2 miliar per tahun dari satu kapal. Angka tersebut dihitung berdasarkan harga satu meter kubik pasir laut yang mencapai Rp186.000, ditambah potensi hilangnya pendapatan negara bukan pajak (PNBP) serta biaya lainnya seperti bea keluar dan izin ekspor.
“Kerugian ekologis belum bisa dipastikan, tapi dari segi ekonomi saja, negara sudah merugi besar,” kata Viktor.
Kapten kapal Yang Cheng 6, Ias, membantah bahwa kapalnya mencuri pasir dari perairan Indonesia. Ia mengaku pasir laut yang mereka bawa berasal dari perairan Muar, Malaysia, dan akan dikirim ke Changi, Singapura. “Kami melintas di jalur Traffic Separation Scheme (TSS) yang berdekatan dengan Indonesia. Saat itu kami bertemu dengan kapal pengawas dari KKP dan langsung diperiksa,” jelasnya.
Dia mengakui bahwa saat pemeriksaan dilakukan tidak bisa menunjukkan dokumen kapal karena semua dokumen berada di kantor perusahaannya di Malaysia. “Kami hanya menjalankan tugas. Tidak ada aktivitas pengambilan pasir dari Indonesia,” tegasnya.
KKP terus mendalami kasus ini untuk memastikan kebenaran pernyataan kapten kapal dan menentukan langkah hukum yang tepat.