Jakarta, Portonews.com – Wacana penempatan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau TNI mendapat penolakan keras dari sejumlah pihak, termasuk anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Aboe Bakar Alhabsy, dan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Suparto Wijoyo.
Aboe Bakar, yang akrab disapa Habib Aboe, menegaskan bahwa langkah tersebut akan merugikan Polri dan bertentangan dengan semangat reformasi yang telah diperjuangkan. “Polri adalah institusi negara, bukan alat pemerintah tertentu. Reformasi Polri harus terus diperkuat, bukan diputarbalikkan ke masa lalu,” ujarnya seperti dilansir dari laman resmi PKS.
Aboe Bakar juga mengingatkan bahwa Polri harus tetap mandiri dan profesional, sebagaimana yang diatur sejak Polri dipisahkan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada tahun 2000 dan Kemendagri pada tahun 1946.
“Kita sudah pernah di bawah Kemendagri, dan juga pernah berada di bawah TNI. Tak perlu mengulang masa lalu yang kurang baik,” tambahnya.
Pernyataan serupa disampaikan oleh Prof. Suparto Wijoyo, yang menilai wacana tersebut bertentangan dengan prinsip dasar yang tercantum dalam UUD 1945. Menurutnya, penempatan Polri di bawah Kemendagri atau TNI melenceng dari Pasal 30 UUD 1945, yang dengan jelas menyebutkan bahwa Polri berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. “Polri sebagai lembaga negara yang independen memiliki tugas menjaga ketertiban, keamanan, penegakan hukum, dan perlindungan terhadap masyarakat tanpa campur tangan langsung dari pemerintah atau kementerian lain,” ujar Suparto di Surabaya, seperti dilansir Antara (1/12).
Suparto juga menambahkan kekhawatiran akan munculnya intervensi politik jika Polri kembali berada di bawah kementerian. “Keputusan-keputusan yang diambil bisa dipengaruhi oleh kepentingan politik atau kebijakan kementerian tertentu, yang mengganggu obyektivitas dan profesionalisme Polri sebagai lembaga penegakan hukum,” katanya. Hal ini, menurutnya, akan merusak prinsip pemisahan kekuasaan dalam negara demokrasi yang bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.