Kasus ini mencuat setelah warga di Kampung Panitrik, Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung, menemukan kendaraan besar dengan muatan sekitar 30 ton limbah B3 membuang isi muatannya di lahan kosong. Lahan tersebut diketahui tidak memiliki izin sebagai tempat pengelolaan limbah.
“Saya sering melihat truk besar berwarna hijau dan oranye membuang limbah di sini. Limbah itu berasal dari PT Daya Radar Utama dan diangkut oleh PT Nikosa,” kata HR, salah satu warga setempat, kepada wartawan yang dilansir dari laman JejakKasus, Senin (25/11/2024).
Menurut HR, limbah-limbah ini seharusnya diangkut ke fasilitas pengelolaan resmi yang berada di Pulau Jawa atau Jakarta. Namun, oknum yang terlibat justru membuang limbah tersebut secara sembarangan untuk menekan biaya operasional sekaligus meraup keuntungan lebih besar.
“Pemilik lahan, inisial YT, katanya sudah punya surat persetujuan, tapi tidak ada izin dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Lahan ini hanya tempat kosong, bukan untuk pengolahan limbah,” jelas HR.
Hasil penelusuran mengungkap bahwa YD, seorang pemborong dan kontraktor pengangkutan limbah B3, diduga menjadi dalang dari praktik ini. Bermodalkan dokumen resmi dari PT Nikosa, YD memanfaatkan celah untuk membuang limbah di tempat-tempat ilegal.
“YD ini yang mengatur semua prosesnya, termasuk kerja sama dengan pemilik lahan. Dia mencari keuntungan dari biaya perjalanan yang seharusnya lebih mahal jika limbah dibuang di tempat resmi,” ujar HR.
Praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membawa dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat. Limbah B3 yang mengandung zat berbahaya dapat mencemari air tanah, menurunkan kualitas udara, dan memicu gangguan kesehatan, seperti masalah pernapasan dan iritasi pada mata.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tindakan seperti ini dapat berujung pada sanksi pidana dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara. Pemilik lahan yang mengizinkan lokasi mereka digunakan untuk pembuangan limbah ilegal juga dapat dijerat hukum.
“Ini sangat merugikan warga. Kami meminta pihak berwenang, terutama Kapolda Lampung, untuk segera menindak tegas oknum-oknum yang terlibat,” kata HR.
Kasus serupa ternyata pernah terjadi sebelumnya di wilayah Bandar Lampung. Warga pun berharap aparat penegak hukum segera bertindak untuk menghentikan aktivitas ilegal ini dan memberikan hukuman kepada para pelakunya.
“Saya ingin aparat tidak hanya memeriksa pemilik lahan dan kontraktor, tetapi juga perusahaan yang terlibat. Jangan sampai ada yang lolos dari tanggung jawab,” pungkas HR.