Jakarta, Portonews.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan penyebab terpuruknya industri ubin keramik di Indonesia adalah harga gas yang tinggi dan masuknya barang impor dengan harga murah.
Pejabat Fungsional Pembina Industri Direktorat Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam (ISKPBGNL) Kemenperin Ashady Hanafie mengatakan keramik merupakan salah satu sektor industri yang masuk dalam prioritas karena memiliki daya saing tinggi.
“Ubin keramik sudah lama memiliki permasalahan berat, tahun 2018 kita mulai mengajukan, sudah suffer itu. Parahnya itu, kenapa industri keramik kita drop, karena ada kenaikan harga gas, sebelumnya 2015, kita jaya, daya saing kita tinggi,” ujar Ashady di Jakarta, Selasa (16/7).
Ashady menyampaikan industri ubin keramik, kaca dan semen menggunakan gas dalam pembuatannya. Ketika harga gas naik, keramik dalam negeri pun mulai kalah bersaing dengan produk keramik impor.
“Begitu naik, kita drop karena daya saing kita rendah, kalah bersaing harga, kemudian impor masuk. Karena konsumen kita masih concern dengan harga,” kata Ashady.
Berdasarkan catatan Direktorat ISKPBGNL, utilitas kapasitas produksi industri keramik pernah berada di level 90 persen. Namun, setelah harga gas meningkat dan masuknya impor dengan harga murah, produktivitas ubin keramik turun ke tingkat 69 persen pada akhir 2023.
Angka tersebut pun terus menurun, lanjut Ashady, pada Januari 2024 produktivitas berada pada level 64 persen dan Februari 61 persen.
Harga gas bumi sendiri ditetapkan sebesar 6 dolar AS per MMBTU. Selain itu, ada juga kenaikan biaya produksi keramik sebesar 5-6 persen setelah kenaikan harga bahar bakar minyak (BBM) hingga terjadinya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Biaya-biaya di Indonesia ini juga ada kaitannya dengan BBM dan pelemahan nilai tukar rupiah. Karena semua penggunaan bahan bakar menggunakan dolar AS maka semakin naik, ya naik juga (harganya),” kata Ashady.
Sementara itu, volume impor ubin keramik disebut terus mengalami peningkatan sejak 2019, dari 75,6 juta meter persegi menjadi 93,4 juta meter persegi pada 2023, meski sempat turun pada angka 70,2 juta meter persegi pada tahun 2022.
Produk ubin keramik dari China sendiri diberikan insentif tax refund sebesar 14 persen oleh pemerintahnya.
Ashady menyebutkan lonjakan impor ini berpengaruh pada tujuh perusahaan industri ubin keramik yang akhirnya berhenti produksi. Lima di antara perusahaan tersebut merupakan penerima fasilitas HGBT.
Oleh karena itu, Kemenperin mendukung rekomendasi Komite Antidumping Indonsia (KADI) untuk menerapkan Bea Masuk Antidumping (BMAD) kepada produk ubin keramik dari China.
“Kita lakukan tindakan trade remedies berupa antidumping, nah ini dimulai 15 Maret 2023, dimasukkan oleh industri ke KADI dan dilanjutkan penerbitan laporan. Kemudian Juli 2024 keluar rekomendasi BMAD-nya selama 5 tahun dan besaran tarifnya antara 100,12 persen hingga 199,88 persen,” ujar Ashady. – (ANTARA)