Jakarta, Portonews.com – Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jakarta menyampaikan keprihatinan mendalam atas pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 17 tahun 2023, khususnya terkait Pengamanan Zat Adiktif.
P3M menilai bahwa PP ini berpotensi memberikan dampak mematikan terhadap ekosistem pertembakuan di Indonesia ke depan. Mengingat sudah terlibat mengawal PP ini sebelumnya, Direktur P3M Sarmidi Husna mengaku kaget mendengar pemerintah yang diniliainya nekat mengesahkan PP ini, “saya dan teman-teman aliansi kaget dan bertanya-tanya mengapa pemerintah senekat ini mengesahkan PP ini”.
Terkait PP sendiri, Sarmidi menambahkan beberapa catatan kritis berikut: Pertama, proses penyusunan PP 28 tahun 2024 ini hanya melibatkan pihak-pihak yang pro-Menkes dan sama sekali tidak melibatkan para pihak dan stakeholder, alias nir-partisipatif.
Kedua, masih banyak pasal-pasal dalam PP 28 tahun 2024 yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu, setidaknya tujuh putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan tembakau adalah produk legal, bukan illegal atau terlarang.
Ketiga, pendekatan regulasi dalam PP 28 tahun 2024 sangat bersifat restriktif dan tidak proporsional, mirip dengan regulasi minuman keras atau minuman beralkohol.
Keempat, dalam jangka pendek, PP 28 tahun 2024 ini berpotensi sangat merugikan dan dalam jangka panjang bisa mematikan ekosistem pertembakauan di Indonesia secara terstruktur massif dan sistematis.
Kelima, pengesahan PP Nomor 28 tahun 2024 ini jelas melanggar Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) warga negara, khususnya yang termasuk dalam ekosistem pertembakauan.
Keenam, dalam kasus pengesahan PP Nomor 28 tahun 2024 ini, Kemenkes telah gagal menyajikan keseimbangan dan keadilan perspektif antara kesehatan publik dan penguatan ekonomi. Ketujuh, dalam implementasi dan pengewasannya, PP Nomor 28 tahun 2024 ini sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial horisontal antar aparat pemerintah dengan warga negara. “Kami menyadari pentingnya kesehatan masyarakat, namun setiap regulasi harus mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial secara menyeluruh. Karena itu, Kami mengusulkan pendekatan yang lebih seimbang dan berbasis bukti (evidence-based) dalam tuntutan menolak dan merevisi PP 28 tahun 2024,” tambah Sarmidi Husna.
Sikap senada juga disampikan Peneliti P3M, Badrus Samsul Fata.
Menurutnya, PP 28 tahun 2024 ini memuat pasal-pasal yang sangat mengancam kelangsungan ekosistem pertembakuan. “Setidaknya dalam telaah kami sementara ada sebelas pasal yang sangat mengkhawatirkan”, ujarnya. Kesebelas pasal tersebut antara lain, Pasal 431 ayat 1 huruf b tentang batas nikotin dan TAR; Pasal 434 ayat 1 huruf b, c, dan e terkait larangan penjualan; Pasal 442-445 tentang kawasan tanpa rokok; Pasal 446 dan 447 tentang larangan iklan di media sosial; Pasal 449 tentang pembatasan iklan luar ruang; Pasal 457-459 tentang anjuran mengonsumsi tembakau, dan beberapa pasal karet yang bersifat multi-interpretatif dan bisa memicu ketegangan dan bahkan konflik horisontal antar aparat pemerintah dengan warga masyarakat.
Badrus menilai, PP ini lebih mewakili agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) daripada melindungi kemaslahatan petani, pekerja, pelaku usaha, dan industri tembakau nasional.
Mencermati situasi ini, P3M bersama aliansi masyarakat sipil dan seluruh jejaring mengajukan lima pernyataan sikap dan tuntutan kepada Pemerintah juncto Kemenkes, sebagai berikut:
1. P3M bersama aliansi menolak pengesahan PP 28 tahun 2024 dan meminta Pemerintah juncto Kemenkes segera membatalkan dan atau merevisi PP 28 tahun 2024.
2. P3M bersama aliansi meminta Pemerintah juncto Kemenkes melakukan kajian ulang dampak regulasi PP 28 tahun 2024 dengan melibatkan dengan melibatkan para pihak, termasuk asosiasi petani, serikat pekerja, asosiasi ritel, pelaku usaha, dan asosiasi industri tembakau berdasarkan aspek ekonomi, sosial, budaya, keamanan, kedaulatan dan kesehatan.
3. P3M bersama aliansi menuntut Pemerintah juncto Kemenkes dalam proses revisi menyelaraskan pasal-pasal dalam PP 28 tahun 2024 dengan putusan-putusan hukum yang terkait produk tembakau sebagai produk legal, dan mengembangkan pendekatan regulasi yang lebih adil dan proporsional.
4. P3M bersama aliansi menuntut Pemerintah juncto Kemenkes untuk mengembangkan dan mengimplementasikan sistem monitoring dan evaluasi untuk menilai efektivitas kebijakan pengendalian tembakau secara berkelanjutan, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan dalam proses evaluasi.
Untuk mempercepat konsolidasi dan advokasi, P3M dalam tempo sesingkat-singkatnya juga menyiapkan langkah-langkah Advokasi Kebijakan dengan melibatkan berbagai stakeholder terkait, meliputi: Pertama, menyelenggarakan serangkaian dialog publik dan konsultasi dengan pemangku kepentingan terkait dampak regulasi PP ini terhadap kedaulatan ekonomi sosoal budaya masyarakat.
Kedua, mengajukan uji materi PP 28 tahun 2024 ke Mahkamah Agung. Ketiga, Menyusun naskah akademik alternatif sebagai bahan pertimbangan revisi PP. Keempat, menyelenggarakan halaqoh para pengasuh pesantren untuk meminta fatwa terkait pasal-pasal krusial dalam PP 28 tahun 2024 yang sangat merugikan.
“Kami akan mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, untuk berdialog dan mencari solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan kesehatan publik tanpa mengorbankan keberlanjutan ekonomi sektor pertembakuan. P3M dan seluruh jejaring akan terus memantau perkembangan situasi dan siap memberikan kontribusi konstruktif dalam proses revisi dan implementasi PP 28 tahun 2024 demi tercapainya regulasi yang adil, efektif, dan berkelanjutan,” pungkas Sarmidi Husna.