Jakarta, Portonews.com – Gaya hidup thrifting semakin merajai kalangan anak muda di Indonesia, dengan hampir 50 persen dari mereka yang telah mencoba praktik tersebut. Fenomena ini menunjukkan bahwa thrifting telah bertransformasi menjadi tren populer di masyarakat.
Namun, Yayasan Komunitas Thrifting Indonesia (KTI) merasa perlu menyuarakan keberatan terhadap larangan impor pakaian bekas yang dianggap merugikan industri tekstil nasional. Menurut mereka, alasan pemerintah dalam melarang impor ini tidak sepenuhnya tepat.
Ketua Umum KTI, Aloysius Maria Tjahja Adji, menegaskan bahwa penurunan kinerja beberapa pabrikan pakaian lebih dipicu oleh masalah internal, seperti keuangan dan manajemen, daripada persaingan dengan produk thrifting. “Kami pengurus yayasan menyatakan bahwa pakaian bekas justru mendukung ekonomi sirkular serta lebih ramah lingkungan karena dapat meminimalkan sampah rumah tangga,” katanya.
KTI juga menggarisbawahi inkonsistensi dalam kebijakan pemerintah yang memperbolehkan impor alat-alat bekas, seperti pesawat, kapal, dan alat medis, sementara pada saat yang sama melarang impor pakaian bekas yang relatif aman bagi pengguna. Dalam konteks ini, KTI mencatat bahwa negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Timor Leste justru memanfaatkan impor pakaian bekas sebagai sumber pendapatan negara.
Dalam upayanya untuk mencari solusi, KTI telah mengajukan permohonan kepada Menteri Perdagangan RI, Zulkifli Hasan, agar memberikan diskresi terbatas terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022. KTI mengusulkan agar impor pakaian bekas diperbolehkan dalam skala dan volume tertentu melalui pelabuhan-pelabuhan yang ditunjuk.
“Kami berharap pemerintah dapat bersikap bijak dalam menanggapi permohonan ini, mengingat pentingnya thrifting bagi ekonomi rakyat,” tambah Aloysius. Mereka juga meminta Kementerian Perdagangan untuk melakukan telaah lebih lanjut terkait dasar-dasar penerbitan peraturan tersebut. Jika permohonan diskresi tidak dikabulkan, KTI tidak menutup kemungkinan untuk mengambil langkah hukum guna merevisi Permendag.
Tren thrifting yang berkembang pesat ini bukan hanya menggugah minat anak muda, tetapi juga menantang pemerintah untuk mempertimbangkan kembali regulasi yang ada, demi menciptakan ekosistem yang lebih baik bagi ekonomi rakyat.