Baku, Portonews.com – PT Pertamina (Persero), sebagai salah satu perusahaan energi terkemuka di Indonesia, mengambil peran pionir dalam pengembangan teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS) di tanah air.
Senior Advisor for Strategic Planning di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Muhammad Idris Sihite menegaskan dukungan pemerintah terhadap inisiatif Pertamina ini dengan menerbitkan regulasi yang memperkuat langkah perusahaan. Pengembangan CCS dianggap sebagai upaya konkret pemerintah dalam mencapai ketahanan energi nasional.
“Teknologi CCS menjadi penopang operasional industri minyak dan gas bumi (migas) nasional. CCS menawarkan solusi bagi industri migas untuk terus mempertahankan produksi sekaligus mengurangi emisi karbon,” ujar Sihite dalam panel diskusi di COP 29, Jumat (15/11/2024).
Sihite mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi CCS mencapai 577,62 gigaton. Saat ini, terdapat setidaknya 15 studi dan pengembangan teknologi CCS yang tersebar di berbagai cekungan migas di seluruh Indonesia.
“Dibutuhkan kolaborasi dari segi pendanaan dan teknologi untuk merealisasikan potensi CCS di Indonesia. Langkah ini mampu mengurangi emisi secara signifikan,” tegasnya.
Sementara itu, SVP Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza, menyatakan bahwa Pertamina mendukung penuh target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% di masa mendatang. Sejalan dengan itu, perusahaan juga terus mengimplementasikan strategi pengurangan emisi karbon.
“Oleh karena itu, CCS dan CCUS memainkan peran penting dalam upaya mencapai target net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat,” kata Oki dalam kesempatan yang sama.
Pertamina telah melakukan beberapa studi dengan potensi kapasitas penyimpanan karbon hingga 7 gigaton CO2, yang dapat mendukung pencapaian target NZE Indonesia. Untuk mewujudkan potensi ini, pelaksanaan CCS membutuhkan ekosistem yang solid, mulai dari identifikasi sumber CO2, transportasi, injeksi, hingga penyimpanan di basin.
“Tantangan utama yang kami hadapi adalah biaya penangkapan karbon yang tinggi. Oleh karena itu, kami tengah mengembangkan kapasitas domestik untuk teknologi ini,” ungkap Oki.
Berbagai inisiatif pengembangan CCS/CCUS telah dilakukan Pertamina, seperti proyek CCS di Asri Basin di Jawa Bagian Utara, serta pengembangan CCUS di Lapangan Jatibarang dan Sukowati. Beberapa potensi lain juga telah masuk dalam rencana perusahaan ke depan.
“Indonesia berpotensi menjadi hub regional untuk CCS di Asia Pasifik, mengingat negara-negara maju seperti Singapura, Korea, dan Jepang tidak memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang memadai,” tambah Oki.
Proyek CCS memerlukan investasi besar, teknologi canggih, infrastruktur, dan regulasi yang mendukung. Pemerintah Indonesia telah mulai menerbitkan regulasi, termasuk Perpres 2024, untuk mendukung implementasi CCS dan perdagangan karbon.
“Kami juga memerlukan insentif fiskal agar proyek ini layak secara ekonomi. Kerja sama internasional sangat penting. Pertamina telah menjalin berbagai kemitraan strategis dengan mitra internasional untuk merealisasikan inisiatif ini,” tutup Oki.