Jakarta, Portonews.com – Dalam pernyataannya, SKK Migas, menargetkan pengeboran sebanyak 932 sumur pengembangan di tahun 2024. Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, menekankan pentingnya kontribusi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam konteks Pertamina, terutama terkait upaya pengeboran ini.
“Ini juga harus menjadi perhatian bagaimana bisa mengejar hingga akhir tahun agar target bisa dicapai. Terkait kebutuhan fiskal term, kami siap untuk memperjuangkannya,” ungkap Dwi, menegaskan komitmennya untuk mencapai target yang telah ditetapkan.
Di sisi lain, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Chalid Said Salim, menyampaikan bahwa PHE terus berusaha untuk meningkatkan aspek pengeboran, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dalam kesempatan tersebut, ia juga memberikan informasi terkini mengenai isu komersialisasi serta permohonan persetujuan untuk perjanjian jual beli gas bumi (PJBG) kepada SKK Migas.
Chalid menyoroti potensi elpiji yang terdapat di beberapa wilayah, termasuk Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), Senoro, dan Jambi Merang. “Di Jambi Merang sudah dilakukan kajian. Adapun untuk Senoro saat ini sedang dalam beauty contest,” jelasnya.
Selain itu, Chalid juga membahas kemitraan yang sedang dijalin dengan perusahaan Jepang, Japex, terkait pengelolaan CO2 di Jambi Merang dan Sukowati. Ia mengungkapkan bahwa PHE tengah menjajaki kerja sama dengan Sinopec, perusahaan asal China, untuk teknologi pengurasan minyak tahap lanjut (enhanced oil recovery/EOR), dengan lima lapangan kandidat yang sudah diidentifikasi.
Chalid tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada SKK Migas atas kolaborasi yang terjalin baik, terutama dalam hal perbaikan fiskal dan insentif. Dalam konteks ini, SKK Migas dan PT Pertamina Hulu Energi sebagai Subholding Upstream Pertamina berkomitmen untuk meningkatkan produksi migas pada tahun 2024.
Dwi Soetjipto, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, menggarisbawahi bahwa Pertamina telah menguasai sebagian besar blok migas di Indonesia, sehingga peran mereka dalam sektor hulu menjadi sangat dominan. “Negara dan SKK Migas sangat tergantung akan agresivitas Pertamina,” ujarnya, seperti dilansir dari laman Antara.
Pada Jumat, 27 September lalu, SKK Migas bertemu dengan PHE untuk mendorong program-program KKKS guna mencapai target yang telah ditetapkan. Dalam pertemuan tersebut, Dwi memberikan arahan dan melanjutkan diskusi untuk mencari solusi atas kendala yang ada, serta menciptakan inovasi dalam pendekatan kerja. “Dalam waktu tiga bulan ke depan, kinerja operasi KKKS di PHE diharapkan dapat meningkat dan mencapai target,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya persiapan untuk pelaksanaan program 2025, dengan harapan bahwa program tersebut sudah dapat berjalan pada Januari 2025. “Saat ini yang menjadi konsentrasi adalah produksi, produksi, dan produksi. Gas sudah mulai incline, minyak kita masih struggle,” kata Dwi, mengingatkan akan fokus utama.
Dwi menggarisbawahi bahwa pertemuan ini perlu ditindaklanjuti dengan diskusi kelompok terarah (FGD) untuk membahas mekanisme kemitraan antara Pertamina dan pihak lain. “Mungkin perubahan-perubahan regulasi perlu kita lakukan supaya harapan pemerintah bisa terpenuhi, karena capaian lifting migas akan sangat ditentukan oleh kinerja KKKS yang ada di bawah Pertamina,” tambahnya.