Jakarta, Portonews.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan energi baru terbarukan (EBT) akan mengambil porsi 14,1 persen dalam bauran energi nasional di tahun 2024. Target ini sejalan dengan visi Asta Cita yang diprakarsai Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat ketahanan dan kemandirian energi.
Dilansir dari laman Petrominer, Rabu (18/12/2024), Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiyani Dewi, menyebut panas bumi sebagai pilar utama dalam meningkatkan proporsi EBT di Indonesia. Ia menyampaikan bahwa beberapa proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi akan mulai beroperasi sebelum akhir Desember 2024.
“Saat ini, pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional yang dilaporkan ke saya sebesar 13,9 persen. Dengan Commercial Operation Date (COD) dan Sertifikat Laik Operasi (SLO) beberapa proyek panas bumi di bulan Desember ini, diharapkan akan terjadi peningkatan bauran EBT hingga tercapai 14,1 persen,” ujar Eniya dalam acara peluncuran Global Hydrogen Ecosystem Summit and Exhibition 2025 (GHES2025) di Kementerian ESDM, Selasa (17/12).
Beberapa proyek yang direncanakan beroperasi meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Merapi dengan kapasitas 41 megawatt (MW), yang sudah memperoleh Sertifikat Laik Operasi (SLO) pada 15 Desember. Selain itu, PLTP Salak Binari (15 MW) dan PLTP Ijen (45 MW) juga diharapkan mulai menghasilkan listrik tahun ini.
“Dengan masuknya PLTP Sorik Merapi, yang terdiri dari 91 MW dengan 50 MW di antaranya sudah COD dan sisanya 41 MW masih menunggu Amdal, kami optimistis kontribusi bauran EBT akan meningkat secara signifikan,” katanya.
Menurut Eniya, Presiden Prabowo mendukung penuh upaya peningkatan EBT dalam bauran energi nasional. Arahan Menteri ESDM juga mendorong proses perizinan dan pengoperasian pembangkit energi terbarukan agar berjalan lebih cepat.
“Saya melihat potensi geothermal (panas bumi) masih sangat besar dan merupakan ‘low hanging fruit‘ untuk mencapai lebih banyak COD, selain dari PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang terus kami dorong,” ungkapnya.
Selain panas bumi, pemerintah juga mengembangkan proyek PLTS apung, PLTS atap, serta pembangkit listrik tenaga air dan angin. Beberapa perusahaan telah menyatakan minat untuk berinvestasi dalam energi angin, dan pemerintah terus mendorong mereka untuk melanjutkan kajian terkait.
“Kami sudah meminta mereka untuk melakukan studi lebih lanjut,” ujar Eniya dengan tegas.
Potensi Panas Bumi Indonesia
Panas bumi dianggap memiliki potensi besar untuk mempercepat realisasi target EBT. Menteri ESDM telah menegaskan komitmennya untuk memanfaatkan panas bumi sebagai sumber energi ramah lingkungan yang dapat diandalkan.
Saat ini, listrik dari panas bumi menyumbang 5 persen dari total bauran energi nasional, atau sekitar 40 persen dari total EBT. Energi ini berperan dalam mengurangi emisi karbon di sektor kelistrikan Indonesia.
Sejak 2014, kapasitas terpasang pembangkit panas bumi bertambah 1,2 gigawatt (GW), sehingga total kapasitas yang terpasang kini mencapai 2,6 GW. Angka ini setara dengan 11 persen dari total potensi panas bumi Indonesia, menjadikan negara ini sebagai produsen listrik panas bumi terbesar kedua di dunia dengan kontribusi 5,3 persen dalam bauran energi nasional.
Hingga tahun ini, pemerintah telah memetakan 362 lokasi potensial panas bumi dengan kapasitas total mencapai 23,6 GW. Selain itu, terdapat 62 Wilayah Kerja Panas Bumi dan 12 Wilayah Penugasan untuk Survei Pendahuluan dan Eksplorasi Panas Bumi yang masih aktif. Hal ini menjadi landasan strategis untuk mendorong pengembangan energi panas bumi dan investasi lebih banyak di Indonesia.