Jakarta, Portonews.com – Ketua Harian Dewan Energi Nasional, Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa penggunaan biofuel jenis B50 yang direncanakan untuk diterapkan pada tahun 2026 akan mampu menghapus ketergantungan Indonesia pada impor solar.
Menurut Bahlil, biofuel jenis B50 ini bisa mencukupi kebutuhan domestik, sehingga negara tidak perlu lagi mengimpor solar. Ia menjelaskan bahwa langkah ini akan berdampak langsung pada penguatan kemandirian energi di dalam negeri.
“Kalau B50 kita langsung adakan di 2026 insya Allah tidak lagi kita melakukan impor solar. Sudah cukup dalam negeri, jadi produksi dalam negeri sudah cukup dengan konversi B50,” ujarnya, saat rapat bersama dengan Komisi XII DPR RI, di Jakarta, Senin.
Penerapan bahan bakar B50 tersebut akan dilakukan secara bertahap. Misalnya, pada tahun 2025, pemerintah berencana mewajibkan penggunaan biofuel B40 sebelum akhirnya beralih ke B50 pada tahun berikutnya.
“1 Januari 2025 kita sudah go dengan B40,” tutur Bahlil yang juga menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dilansir dari laman ANTARA, Senin (2/11/2024).
Biofuel jenis B40 dan B50 dibuat berdasarkan kadar campuran ester metil asam lemak (FAME) yang berasal dari minyak kelapa sawit yang telah dimurnikan, dicampur dengan bahan bakar fosil.
Biodiesel B40 mengandung campuran 40 persen FAME (fatty acid methyl ester) dari minyak kelapa sawit dan 60 persen solar berbasis fosil. Sementara itu, B50 memiliki komposisi masing-masing 50 persen, dan B100 sepenuhnya terbuat dari FAME tanpa tambahan bahan bakar fosil.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, impor solar Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 5,14 juta kiloliter (kl). Angka ini lebih rendah dibandingkan impor pada tahun 2022, yang mencapai 5,27 juta kl.
Kementerian ESDM juga menjelaskan, untuk mendukung produksi biodiesel B50, diperlukan tambahan tujuh hingga sembilan pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) menjadi biodiesel. Pabrik-pabrik ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan bahan baku untuk memproduksi biofuel tersebut.
Untuk mengejar kebutuhan biodiesel B50, diperlukan tambahan pabrik pengolahan CPO. Produksi biodiesel saat ini di Indonesia mencapai 15,8 juta kiloliter, sedangkan kebutuhan untuk implementasi B50 diperkirakan mencapai 19,7 juta kiloliter. Tambahan pabrik ini bertujuan menutup selisih tersebut agar target produksi dapat terpenuhi.
Kebutuhan ini juga membuka peluang investasi baru. Untuk mewujudkan implementasi B50, diperlukan tambahan investasi sekitar 360 juta dolar AS. Dana ini diharapkan bisa mendukung pembangunan fasilitas produksi dan pengolahan biodiesel.