Jakarta, Portonews.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menekankan bahwa selain pemanfaatan teknologi, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) perlu lebih aktif dalam melakukan eksplorasi sebagai bagian dari program jangka panjang. Kegiatan ini menjadi sangat krusial untuk mengembangkan lapangan minyak dan gas bumi baru di luar Lapangan Cepu dan Lapangan Banyu Urip.
“Di daerah Cepu, di sekitar itu ada beberapa sumur-sumur yang memang belum dieksplorasi. Tadi, saya sudah minta ke mereka. Sudah di-drilling dua sumur, itu adalah sumur baru eksplorasi,” kata Bahlil.
Wilayah Kerja Cepu memiliki kontrak yang berlaku sejak 17 September 2005 hingga 17 September 2035, dengan mekanisme cost recovery. Di kawasan ini terdapat beberapa lapangan penting, seperti Banyu Urip, Kedung Keris, dan Unitisasi Jambaran-Tiung Biru, yang memiliki cadangan minyak bumi sebesar 344,63 juta barel (MSTB) dan cadangan gas mencapai 1.201,26 billion standard cubic feet (BSCF).
Pengembangan Wilayah Kerja Cepu juga mencakup beberapa proyek baru. Antara lain, Lapangan West Kedung Keris (minyak) yang dijadwalkan beroperasi pada 2025-2027 dengan investasi sebesar 48 juta dolar AS. Selain itu, ada Lapangan Cendana (gas) yang membutuhkan investasi sebesar 170,3 juta dolar AS, serta Lapangan Alas Tua West (gas) dengan alokasi investasi sebesar 253,9 juta dolar AS.
Bahlil menekankan bahwa intervensi teknologi sangat penting dalam upaya meningkatkan produksi minyak dan gas nasional. Ia mendorong KKKS untuk memanfaatkan teknologi yang lebih canggih demi mengoptimalkan hasil produksi mereka.
“KKKS yang punya produksi minyak bumi bagus, saya lihat itu ExxonMobil (ExxonMobil Cepu Limited/EMCL). (Produksi) ExxonMobil itu 25 persen dari total lifting nasional. Kita minta ada intervensi teknologi untuk bisa menaikkan lifting-nya,” ungkapnya saat mengunjungi Lapangan Banyu Urip di Bojonegoro, Jawa Timur, sepertoi dilansir dari laman Antara.
Salah satu teknologi yang dianggap vital adalah Enhanced Oil Recovery (EOR), yang diharapkan bisa memberikan dorongan bagi produksi minyak bumi. Kementerian ESDM bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga sedang mempertimbangkan penerbitan kebijakan untuk mendukung implementasi EOR.
Bahlil juga menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia, yakni ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi minyak. “Sekarang, lifting (minyak) kita itu 600 ribu barrel oil per day (BOPD). Sementara, konsumsi kita 1,5 sampai 1,6 juta BOPD,” jelasnya.
Ia juga mengharapkan EMCL dapat meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 150.000 BOPD pada 2026. “Exxon menargetkan 125 ribu barel untuk 2026. Tapi, saya yakin, dengan sistem manajemen dan etos kerja tim Exxon di lapangan, mereka bisa mencapai di atas 150 ribu barel per hari pada 2026 untuk mengurangi defisit lifting kita,” tambahnya.
Hingga September 2024, produksi dari Lapangan Banyu Urip dan Kedung Keris telah mencapai 136.701 BOPD dan 36,49 MMSCFD. Pada Maret 2024, SKK Migas bersama EMCL juga telah melakukan pengeboran sumur produksi infill dan clastic di Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Jawa Timur.