Jakarta, Portonews.com — PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) semakin memperkuat komitmennya dalam menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan melalui Proyek Green Refinery di Kilang Cilacap. Langkah strategis ini diawali dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, dan Direktur Utama PT Gapura Mas Lestari (GML), Heru Fidiyanto, pada awal Desember lalu. Kolaborasi ini menjadi tonggak penting dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Proyek ini bertujuan mengolah feedstock berupa minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO) dengan kapasitas mencapai 6.000 barrel per hari. UCO ini akan diolah menjadi dua produk utama, yakni HVO (Hydrotreated Vegetable Oil) dan SAF (Sustainable Aviation Fuel), dengan estimasi produksi tahunan sebesar 300 ribu kiloliter.
Saat ini, Kilang Cilacap sudah memiliki kemampuan memproduksi kedua jenis bahan bakar tersebut. Untuk HVO, bahan baku yang digunakan adalah Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), dan produk akhirnya dikenal sebagai Pertamina Renewable Diesel (RD), bahan bakar yang sepenuhnya berasal dari minyak nabati. Sementara SAF dihasilkan dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) atau minyak inti sawit, yang berkontribusi 2,4% dalam produksinya.
Produk HVO dari Kilang Cilacap memiliki kualitas unggul jika dibandingkan biodiesel FAME. Selain lebih ramah lingkungan, HVO dirancang memenuhi standar tinggi untuk pasar internasional, khususnya negara-negara beriklim empat musim seperti di Eropa dan Amerika. Di sisi lain, SAF menjadi solusi berkelanjutan bagi industri penerbangan, sejalan dengan implementasi Roadmap dan Rencana Aksi Nasional dalam pengembangan bahan bakar aviasi berkelanjutan.
Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, menyatakan bahwa proyek ini mencerminkan komitmen perusahaan terhadap inovasi energi berkelanjutan. “Proyek Green Refinery ini lebih dari sekadar penyediaan energi alternatif. Ini tentang menciptakan nilai tambah bagi masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan,” ujar Taufik.
Lebih lanjut, Taufik optimis bahwa kolaborasi dengan berbagai pihak akan membantu proyek ini berjalan lancar meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan. “Dengan kerja sama yang solid, kita bisa menciptakan masa depan energi yang lebih baik bagi bangsa,” tambahnya.
Proyek ini juga mendukung upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), khususnya SDG 7 tentang energi bersih dan terjangkau serta SDG 13 mengenai penanganan perubahan iklim. Dengan mengolah minyak jelantah menjadi bahan bakar ramah lingkungan, proyek ini berperan aktif dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi udara.
Sementara itu, PT Gapura Mas Lestari (GML), yang berpengalaman lebih dari 20 tahun dalam pengumpulan dan distribusi UCO, siap menjamin pasokan feedstock untuk mendukung kelancaran proyek ini. “Kerja sama ini memastikan rantai pasok berjalan optimal, mulai dari pengumpulan minyak jelantah hingga pengolahannya menjadi produk berkualitas,” tutur Taufik.
Senada dengan itu, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, menegaskan komitmen Pertamina dalam mengembangkan energi berbasis sumber daya lokal. “Pengolahan minyak jelantah di kilang Pertamina adalah salah satu inovasi kami dalam menghasilkan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan efisien,” ujar Fadjar.
Proyek Green Refinery di Cilacap tidak hanya menandai kemajuan dalam teknologi energi terbarukan tetapi juga menunjukkan keseriusan Indonesia dalam transisi menuju energi bersih. Langkah ini memperkuat sinergi antara sektor publik dan swasta untuk mewujudkan masa depan energi yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing global.