Jakarta, Portonews.com — Pemerintah memastikan bahwa kebijakan moratorium atau penundaan pemberian izin baru untuk pembukaan perkebunan kelapa sawit akan terus berlanjut.
Sejak diberlakukannya Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit pada 19 September 2018, moratorium ini direncanakan berlaku selama tiga tahun hingga September 2021. Namun, praktiknya kebijakan tersebut masih diterapkan hingga kini.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera, pada Senin (18/11) di Jakarta, menyatakan bahwa moratorium sawit tetap berjalan.
“Secara de facto, kami melanjutkan kebijakan ini. Relatif tidak ada pembukaan lahan baru,” ujarnya di sela-sela seminar nasional yang diselenggarakan oleh Rumah Sawit Indonesia.
Saat ditanya mengenai kemungkinan penerapan moratorium sawit secara permanen, Dida menjelaskan bahwa pemerintah akan melakukan evaluasi mendalam sebelum mengambil keputusan lebih lanjut.
Fokus utama pemerintah saat ini adalah optimalisasi sektor perkebunan kelapa sawit melalui intensifikasi dan peremajaan, termasuk melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Dida mengungkapkan bahwa dari 2016 hingga Oktober 2024, pemerintah telah menyalurkan dana PSR sebesar Rp9,85 triliun kepada 158 ribu pekebun, dengan total luas lahan mencapai 357 ribu hektare.
Data pemerintah menunjukkan bahwa Indonesia memiliki luas perkebunan sawit sekitar 16,8 juta hektare. Dengan kontribusi ekspor kelapa sawit mencapai 25,61 miliar dolar AS pada tahun 2023, industri ini telah menjadi salah satu penopang utama ekonomi nasional.
Meski demikian, ada kekhawatiran bahwa upaya memenuhi target ekspor dan ambisi program biodiesel pemerintah dapat memicu ekspansi perkebunan kelapa sawit yang tidak terkendali.
Oleh karena itu, organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Moratorium Sawit mendorong pemerintahan baru untuk menetapkan moratorium sawit secara permanen guna memastikan tata kelola yang berkelanjutan.
Menurut analisis dari Center of Economic and Law Studies (Celios), penerapan moratorium sawit dan program peremajaan dapat memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp28,9 triliun dan menciptakan lapangan kerja bagi 761 ribu orang pada tahun 2045.