Jakarta, Portonews.com – Dalam upaya melestarikan dan memperkuat industri kerajinan batik nasional, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah meluncurkan sejumlah aplikasi, yaitu Ekosistem Batik dan Kerajinan, Syndi-Synthetical Dyes Indexation, serta Motif Batik Digital.
Kepala Badan Standardisasi dan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi, mengungkapkan pada Senin (28/10) di Jakarta bahwa aplikasi-aplikasi ini dikembangkan oleh Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB), salah satu unit kerja di bawah naungan BSKJI.
“Beberapa aplikasi yang diluncurkan meliputi Ekosistem Batik dan Kerajinan, Syndi – Synthetical Dyes Indexation, dan Motif Batik Digital. Selanjutnya, BBSPJIKB akan mendistribusikan buku ‘Batik Lintas Nusa’ dan ‘Ragam Motif Kerajinan Nusantara’ kepada 2.000 pelaku industri batik di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Andi menambahkan, pengembangan aplikasi ini merupakan langkah strategis dalam menjaga identitas bangsa, mengingat batik telah menjadi bagian integral dari sejarah Indonesia dan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Industri batik kini menjadi subsektor yang semakin diakui di tingkat internasional, dengan ekspor batik nasional mencapai 17,5 juta dolar AS pada tahun 2023,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemangku kepentingan sebagai upaya tambahan dalam pelestarian batik, selain melalui peluncuran aplikasi.
Ia menyatakan bahwa kolaborasi tersebut dapat melibatkan berbagai pihak, seperti pemasok bahan baku, distributor, pemerintah, akademisi, desainer, sentra IKM, dan industri batik lainnya.
“Kerja sama antar pelaku usaha, dengan memanfaatkan kekuatan masing-masing, akan menghasilkan pencapaian tujuan bisnis yang lebih efisien dan efektif,” kata Reni.
Menurut data Kemenperin, hingga Agustus 2024, industri batik nasional telah menyerap sekitar 200 ribu tenaga kerja, tersebar di 201 sentra industri dan 5.946 industri kecil menengah (IKM) di 11 provinsi.