Jakarta, Portonews.com – Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amalia Adininggar menyatakan investor tertarik untuk berinvestasi di industri pengolahan (hilirisasi) rumput laut (seaweed).
“Kita punya seaweed, kita juga akan melakukan hilirisasi karena seaweed berpotensi besar untuk menjadi produk-produk turunan. Sudah ada investor yang mau hadir di sini, seaweed, misalnya menjadi produk makanan, kemudian menjadi farmasi, produk obat-obatan, nutrisi, dan lain-lain,” kata dia dalam acara “Diskusi dan Peluncuran Riset Industri Pertambangan vs Ekonomi Hijau” yang diadakan Greenpeace Indonesia di Jakarta, Rabu (26/6).
Dia menyebutkan bahwa investor di industri pengolahan rumput laut sudah menanamkan modal dengan total nilai yang lumayan besar.
“Saya nggak bisa sebutin (siapa investornya), lumayan (total besar nilai investasinya), nanti kita lihat,” ucapnya dalam doorstop.
Menurut Amalia, Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar kedua di dunia setelah China.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Indonesia masih mendominasi ekspor rumput laut kering untuk konsumsi maupun bahan baku industri dalam 10 tahun terakhir.
Namun, penjualan ekspor produk tersebut belum mengalami pertumbuhan signifikan, dengan catatan 66,61 persen produk ekspor rumput laut Indonesia didominasi oleh rumput laut kering, sementara rumput laut olahan, seperti karagenan dan agar-agar, masih sebesar 33,39 persen.
Pada tahun 2023, Indonesia memproduksi 10,7 juta ton rumput laut basah. Selama ini, olahan rumput laut sebagian besar digunakan untuk produk makanan dan minuman sebesar 77 persen, sedangkan untuk farmasi, kosmetik, dan lainnya hanya sebesar 23 persen
Data Kemenperin juga mencatatkan bahwa diversifikasi produk melalui hilirisasi industri rumput laut membantu untuk mewujudkan potensi pasar sektor tersebut pada 2030 yang mencapai 11,8 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Potensi itu bisa diwujudkan melalui optimalisasi nilai tambah ekonomi produk turunan dari rumput laut, seperti biostimulan, bioplastik, pakan hewan, nutraseutikal, protein alternatif, farmasi, dan tekstil.
“Kita saat ini baru export seaweed-nya aja langsung, belum diolah. Nah, sekarang kita mau mendorong pengolahan harus ada di Indonesia, nilai tambah harus ada di Indonesia. Kalau kita memperpanjang rantai nilai dan produksi menjadi produk turunan, itu akan memberikan efek pengganda yang luar biasa terhadap perekonomian di Indonesia,” ungkap Deputi Bappenas yang akrab dipanggil Winny.
Bagi dia, pengolahan rumput laut dapat mendorong pengembangan ekonomi yang lebih berkelanjutan (sustainability), mengingat komoditas tersebut termasuk kategori terbarukan (renewable).
“Banyak (juga) petani seaweed di Indonesia, sehingga nanti kalau ini kita olah seaweed Indonesia, ini juga menciptakan meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan pendapatan buat petani kita. (Potensi) kontribusi (srumput laut) terhadap PDB-nya (Produk Domestik Bruto) sedang kita hitung,” ujar dia.- (ANTARA)