Jakarta, Portonews.com – Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi eksportir hidrogen dengan perkiraan surplus hingga empat juta ton pada tahun 2060. Namun, sejumlah tantangan masih menghadang dalam upaya mengembangkan ekspor hidrogen ini.
Co Director Program Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia (Mentari), Bagus Mudiantoro menjelaskan bahwa tantangan utama yang dihadapi adalah biaya modal rata-rata tertimbang atau weighted average cost of capital (WACC) yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara lainnya.
“Ini menjadi tantangan signifikan bagi kita dalam bersaing di pasar ekspor hidrogen global,” ungkapnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (30/10).
Selain masalah pembiayaan, Indonesia juga harus menghadapi tantangan lain, seperti meningkatnya permintaan energi domestik yang diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, keterbatasan lahan juga menjadi hambatan, terutama untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang penting dalam proses produksi hidrogen hijau.
Berdasarkan data dari Hydrogen Council (2022), permintaan hidrogen di pasar dunia diproyeksikan akan terus meningkat secara signifikan. Dari 90 juta ton pada tahun 2020, diprediksi akan melonjak menjadi 140 juta ton pada tahun 2030, lalu mencapai 385 juta ton pada 2040, dan 660 juta ton pada 2060.
China diperkirakan akan menjadi konsumen hidrogen terbesar, diikuti oleh Amerika Serikat, India, Rusia, dan Britania Raya. Dalam pasar global, sektor transportasi diperkirakan akan menjadi konsumen utama hidrogen.
Di dalam negeri, permintaan hidrogen juga diperkirakan akan terus meningkat. Menurut Pertamina NRE, pada 2050 kebutuhan hidrogen akan mencapai 469 terawatt jam (TWh).
Sementara itu, proyeksi dari Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) memperkirakan permintaan hidrogen domestik akan mencapai hingga 6.282 TWh pada tahun 2060. Sektor-sektor utama yang akan menjadi pengguna hidrogen di Indonesia meliputi ketenagalistrikan, transportasi, dan industri.
Sebagai langkah mendukung perkembangan sektor hidrogen, Pemerintah Indonesia telah merilis dokumen Strategi Hidrogen Nasional yang mencakup analisis kondisi saat ini serta arah dan tujuan pengembangan hidrogen.
Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga tengah merancang Peta Jalan Hidrogen dan Amonia Nasional. Langkah lainnya mencakup penyusunan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) untuk hidrogen dan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 guna menambahkan pasal terkait pembelian listrik dari energi baru, termasuk dari pembangkit listrik tenaga hidrogen.
Dengan berbagai upaya strategis ini, Indonesia berpotensi mengukuhkan posisinya sebagai pemain utama di industri hidrogen global, sembari memenuhi kebutuhan energi domestik yang terus berkembang.