Jakarta, Portonews.com – Agus Puji, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) mengutarakan bahwa kebijakan Indonesia untuk mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) ditentukan oleh dua hal. Pertama, regulasi. Kedua, aspek politis. Aspek politik ini sangat krusial. “Tidak harus seorang Presiden yang mengutarakan tetapi dapat diwakilkan oleh pejabat Pemerintah lain, setingkat Menteri,” kata Agus Puji pada Portonews, Senin sore (22/7/2024) di Kantor DEN, Jakarta Selatan.
Selain itu, kebijakan lain yang dapat dijadikan sebagai indikator disepakatinya pembangunan PLTN adalah Kebijakan Energi Nasional (KEN). “Bila KEN jadi, ya berarti Pemerintah setuju nuklir,” tandasnya.
Lebih jauh dia menjelaskan hanya Peraturan Pemerintah, berupa KEN yang diminta persetujuan anggota DPR. Sebab selama ini lembaga legislatif ini hanya mensahkan Undang-undang (UU).
Di dalam hasil revisi KEN dinyatakan, “Bahwa nuklir bukan pilihan terakhir tetapi nuklir sebagai penyeimbang dekarbonisasi.”
Artinya, lanjut Agus, bila karbonnya tinggi maka nuklir masuk sebagai penyeimbang.
Saat ditanyakan apakah mungkin KEN disetujui DPR, mengingat tidak lama lagi masa jabatan anggota DPR periode ini akan segera berakhir, Agus merasa optimis.
“Pak Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan setuju. Pada tanggal 29 Juli 2024, kita akan mengadakan FGD dengan Komisi 7 DPR. Harapannya beres sehingga nanti saat Sidang Paripurna DPR pada Agustus 2024, KEN sudah diketok,” harap Agus.
Sebagai informasi KEN adalah Kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional.