Jakarta, Portonews.com – Tanaman karet selain memiliki peran strategis dalam mitigasi perubahan iklim, mengurangi emisi gas CO2 di udara melalui penyerapan gas CO2 oleh tajuk tanaman dan pemanfaatan biji untuk biodiesel juga menaikkan taraf ekonomi masyarakat. Karena itu masuk akal bila tanaman karet dipilih Medco E&P Grissik sebagai salah satu wahana pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Apalagi mayoritas warganya menggantungkan nasib penghidupannya pada kebun karet.
Sebagai gambaran, untuk mencapai wilayah operasi wilayah Medco E&P Grissik, dengan menggunakan kendaraan roda empat dibutuhkan jarak tempuh sekitar 7 – 8 jam dari Ibukota Palembang ke arah Jambi.
Sebagai perusahaan yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi (Migas) Medco E&P Grissik menyadari ada tanggungjawab moral dan sosial yang harus diembannya. Perusahaan yang dirintis dan didirikan oleh alm. Arifin Panigoro ini tidak semata memikirkan keuntungan, keuntungan, dan keuntungan. Ia pun menginisiasi pemberdayaan masyarakat melalui tanaman karet.
Apalagi Medco telah mendeklarasikan diktum pengembangan masyarakat berdasarkan beberapa pilar yaitu; pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur dan lingkungan. Sementara tujuan yang hendak dicapai dari pengembangan masyarakat adalah mendorong pengembangan masyarakat lokal, mendongkrak kemandirian masyarakat dan menjalin kerjasama/ bermitra dengan beragam lembaga serta institusi pemerintah dan pihak swasta. Hal tersebut dijabarkan oleh Sugiarsih, akrab disapa Ugi, sebagai Manager Community Enhancement.
Tentu dalam memilah, memilih, dan menentukan fokus sasaran pengembangan tidak serta-merta serampangan. Terlebih dulu dilakukan studi, identifikasi kebutuhan, survei dan asessment. Dari hasil proses tersebut baru diputuskan; membidik pengembangan masyarakat melalui tanaman karet. Program pengembangan ini telah berlangsung lebih dari 20 tahun. Demikian diutarakan oleh Adjie Suryaningrat, Senior Manager Field Relation Security Medco dalam paparannya bertajuk “Kontribusi MedcoEnergi Mengatasi Perubahan Iklim Melalui Pengembangan Masyarakat” di sela-sela hajatan Indonesia Petroleum Association Conference and Exhibition (IPA Convex) 2024 di BSD City, Tangerang Selatan Jawa Barat, Selasa (14/5/2024).
Adjie menjelaskan, wujud konkret pengembangan masyarakat adalah pelatihan kepada para petani karet. “Kami mengadakan pelatihan tentang cara menanam dan menyadap karet yang baik sehingga menghasilkan karet berkualitas dan umur pohon karet produktif yang bisa disadap lebih panjang hingga 15 – 20 an tahun. Membantu mencari bibit karet unggulan. Membantu memasarkan dengan cara berkelompok sehingga bisa membantu pendapatan keluarga petani,” ungkap Adjie.
Lebih jauh dia mengutarakan, selama ini metode berkebun yang dilakukan oleh seumumnya para petani karet menggunakan model tradisional.
Hal ini diamini oleh Darmanyah, petani budidaya karet (Block Corridor). Ayah empat anak ini mengutarakan selama ini dia menggunakan bibit alami karena tidak tahu soal bibit karet yang bagus, kondisi kebun yang tidak terawat, jarak antara satu pohon dengan lainnya tidak sama atau tidak beraturan, dan belum tahu cara menanam yang baik,” katanya. Oleh sebab itu, hasil panennya berupa karet kotor sehingga harganya di pasaran sangat rendah, sekitar Rp6000 – 7000 per kg. Hasil panennya pun tidak memuaskan. Berada di kisaran 5 – 10 kg per hari.
Sedang usia sadap pohon karet di kebunnya hanya sampai 8 – 9 tahun. Setelah itu tidak produktif lagi menghasilkan getah karet.
Petani asal Desa Sukamaju Kecamatan Papasupat Kabupaten Banyuasin ini juga menyampaikan pihaknya mulai mendapat pembinaan sejak tahun 2006. Darmanyah dan kawan-kawannya sesama petani karet memperoleh pelatihan secara gratis selama sepekan. “Kami dilatih cara memilih bibit unggul, tentang okolasi, diberi tahu soal jarak tanam antar satu pohon dengan pohon karet lain, hingga pemasaran,” ujar pria yang memiliki luas kebun karet kurang lebih 1 hektar.
Saat ditanyakan bagaimana ekonomi keluarga dan kawan-kawannya seusai mendapat pelatihan penanaman karet, Darmanyah mengutarakan, “Alhamdulillah ada perbaikan. Kita bisa panen karet bersih antara 15 – 20 kg setiap hari. Harga pun menanjak jadi Rp12.900 per kg”.
Bahkan, lanjut pria yang mengenakan topi tanjak, khas Banyuasin ini, dirinya dapat membangun kebun lain selain karet, kebun sawit. Selain itu, keluarga Darmansyah juga bisa menyekolahkan buah hatinya ke jenjang pendidikan tinggi level S1 di Palembang dan S2 di Yogyakarta melalui beasiswa dari Medco.
Apresiasi dari pengamat migas
Kontribusi Medco dalam mengatasi perubahan iklim melalui pengembangan masyarakat sekitar wilayah operasi di Banyuasin Sumatera Selatan ini dinilai selain dapat membantu meningkatkan pendapatan keluarga para petani juga sangat bagus untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya lingkungan. Hal tersebut diungkapkan oleh Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute pada Portonews, Selasa (14/5/2024).
Kegiatan pembinaan MedcoEnergi dengan memberikan pendidikan dan pembinaan kepada petani di perkebunan karet atau menanam pohon di lahan yang ditinggalkan dari bekas tambang migas merupakan ijtihad maupun upaya perbaikan di tengah perubahan iklim. Hal inilah yang bisa dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang energi berbasis fosil.
“Perusahaan bersinergi dengan masyarakat untuk bersama-sama melakukan perbaikan terhadap lingkungan dengan gerakan pengembangan masyarakat melalui pendidikan, pelatihan dan pengembangan kebun karet,” kata Komaidi.
Dia tidak menampik bahwa usaha bisnis hulu migas menghasilkan emisi tetapi pada waktu bersamaan ada upaya dan gerakan kontra emisi melalui program pemberdayaan dan pengembangan kesadaran masyarakat tentang lingkungan. Ibaratnya, menghasilkan CO2 dan O2 sehingga nanti secara balance bisa menjadi karbon netral. Bisnis migasnya tetap bisa berjalan tetapi ada juga upaya-upaya lain untuk menyeimbangkannya,” papar mas Kom, sapaan akrab Komaidi.
Mas Kom menilai, gerakan pengembangan masyarakat yang dilakukan Medco dampaknya sangat positif. Walaupun demikian, terdapat beberapa program sifatnya masih sporadis.
Dalam pengertian, lanjut Mas Kom, masing-masing perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) melakukan kegiatan sendiri-sendiri. Akan menjadi lebih baik lagi bila kegiatan semacam ini lebih terkoordinasi. Jadi merupakan policy yang terstruktur.
“Katakanlah tidak semata inisiasi dari salah satu KKKS tetapi menjadi bagian dari kesadaran kolektif,” tegas Mas Kom. Idealnya difasilitasi melalui regulasi yang dibuat oleh pemerintah.
Biila hal ini terlaksana, imbuh Mas Kom, akan menjadi lebih baik lagi sehingga roadmap menjadi lebih terarah dan terukur. “Misalnya, setiap produksi 1 barel atau 1 mmbtu kemudian dikompensasikan dengan penanaman pohon A, B, C dan D. Ini salah satu contoh saja. Ada banyak varian kebijakannya yang bisa dilakukan,” tuturnya.
Pohon karet memitigasi perubahan iklim
Pengembangan masyarakat dengan memberikan pelatihan teknik penanaman yang benar kepada para petani karet sebagai metode untuk mengatasi perubahan iklim dapat ditelisik dari kacamata ilmiah. Menurut studi yang dilakukan oleh Handi Supriadi, dari Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Jalan Raya Pakuwon km 2 Parungkuda, Sukabumi, dengan judul “Peran Tanaman Karet Dalam Mitigasi Perubahan Iklim” menunjukkan bahwa tanaman karet merupakan salah satu komoditas perkebunan dengan luas areal telah
mencapai 3.424.217 ha (Ditjenbun, 2009)
mempunyai peranan yang strategis dalam memitigasi perubahan iklim.
Peran tersebut antara lain dapat mengurangi emisi gas CO2 di udara melalui
penyerapan gas CO2 oleh tajuk tanaman dan pemanfaatan biji karet untuk biodiesel. Penyerapan CO2 Gas CO2 di atmosfer ditambat oleh tanaman karet melalui proses fotosintesis. Dengan menggunakan energi cahaya, CO2 diubah menjadi karbon organik dalam bentuk biomassa (jumlah bahan organik hidup yang dinyatakan dalam bobot kering daun, bunga, buah, cabang, ranting, batang, akar dan pohon mati per satuan luas).
Biomassa tanaman karet baik yang berada di atas (batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah) maupun yang berada di bawah permukaan tanah (akar) dapat ditentukan dengan dua metode yaitu pengukuran langsung di lapang dan pendekatan allometrik. Pengukuran langsung
dilakukan dengan cara penebangan dan penggalian akar (destructif sampling) untuk mengetahui berat kering seluruh bagian tanaman karet (biomassa), kemudian dianalisa kandungan karbonnya.
Penentuan biomassa yang paling akurat adalah dengan metode destruktif, namun untuk pengukuran pada tanaman perkebunan yang produktif dan berukuran besar hal tersebut tidak mungkin dilakukan sehingga perlu pendekatan allometrik (Yuliasmara et al., 2009). Pendekatan allometrik adalah penentuan biomassa melalui persamaan matematik. Pengukuran stok karbon pada tanaman karet di Indonesia sudah banyak dilakukan, dengan lokasi dan kondisi tanaman yang beragam.
Sedang menurut hasil penelitian Ginoga et al. (2002), rata-rata stok karbon tanaman karet di Sumatera Selatan pada tanaman karet tradisional (karet asalan) 19,8
ton/ha dan pada karet klon unggul nilainya lebih besar yaitu 42,4 ton C/ha.
Stok karbon dapat diketahui besarnya penambatan CO2 yang dinyatakan dengan CO2 ekuivalen atau (CO2e) dimana 1 ton C setara dengan 3,6663 ton CO2e.
Besarnya penambatan CO2 oleh tanaman karet tradisional dan klon unggul masing-masing 72,59 dan 155,45 ton CO2 e/ha. Klon karet unggul umumnya mempunyai karakter vegetatif dan generatif yang lebih baik dibandingkan karet tradisional, sehingga biomassa lebih tinggi. Biomassa menggambarkan besarnya gas CO2
yang ditambat oleh tanaman, semakin tinggi biomassa maka gas CO2 yang ditambat semakin besar.