Bali, Portonews.com – Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB University), Prof. Dr. Ir. Arif Satria, mengemukakan bahwa konsep agromaritime saat ini menjadi sangat relevan dalam mendorong kemajuan bangsa dan mewujudkan Indonesia Emas 2045. Pernyataan ini disampaikannya pada pembukaan Konferensi Internasional ke-4 bidang Integrated Coastal Management (ICM) and Marine Biotechnology atau pengelolaan pesisir dan bioteknologi (4th ICMMBT 2023) di Kuta, Bali, pada Selasa (12/9/2023).
“Salah satu perwujudan visi negara Nusantara 2045 adalah dengan memperkuat connectivity antara Pulau dengan jejaring laut, sehingga agromaritime tidak sekedar simbolik namun menjadi ruang ekonomi yang kompetitif dan berdaya saing mewujudkan Indonesia Emas 2045,” kata Arif.
Dalam penjelasannya, Arif menekankan perlunya pengelolaan tata ruang yang terintegrasi antara daratan dan lautan oleh semua pemangku kepentingan (stakeholders), bukan hanya tugas pemerintah.
“Selama ini semua kan masih sendiri-sendiri, nah dengan pertemuan-pertemuan seperti ini kami berharap bisa menyatukan daratan dan lautan dalam satu tata ruang yang terintegrasi. Sehingga apa yang terjadi di daratan akan berpengaruh pada lautan begitu pula sebaliknya,” jelas Arif.
Arif mengilustrasikan pentingnya integrasi ini dengan contoh bahwa apa yang terjadi di daratan, seperti sungai dan hutan, dapat memiliki dampak langsung pada kondisi lautan.
“Satu contoh lagi, selama ini tata ruang daratan lautan itu tidak terintegrasi adalah bagaimana penyedotan air tanah yang berlebihan sehingga membuat terjadinya penurunan muka tanah dan naiknya muka laut. Padahal jika dikelola kan tidak boleh juga sembarangan pihak atau orang main sedit saja, harus diatur, siapa yang berhak untuk apa dan sebagainya,” ujar Arif.
Dalam konteks ini, Arif menggarisbawahi bahwa integrasi dan konektivitas yang sejalan antara lautan dan daratan (pulau) sangat penting untuk mencegah dan mengatasi perubahan iklim, demi menjaga kehidupan berkelanjutan.
Sementara itu, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University, Prof. Dr. Yonvitner, S.Pi., M.Si, berharap bahwa konferensi ini akan menjadi platform berbagi pengetahuan dan membangun jejaring yang kuat bagi semua peserta.
“Banyak pihak, negara dan stakeholders lainnya di dunia ini tentu punya banyak praktik baik yang bisa dibagi bersama, begitu pula dengan Indonesia banyak hal yang sudah dilakukan terkait dengan pengelolaan kelautan dan pesisir menuju ekonomi biru,” kata Yonvitner.
Yonvitner juga menyoroti peran strategis Indonesia dalam topik-topik pembahasan konferensi ini, terutama dengan acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AIS Forum yang akan diadakan pada Oktober 2023.
“Tentu itu menjadi langkah positif, bagaimana Indonesia tidak hanya menegaskan sebagai negara agraris, tapi juga maritimnya kuat sebagai bagian dari AIS Forum yang digagas Indonesia,” tuturnya.
Harapan yang sama juga diungkapkan oleh perwakilan UNDP Indonesia, Dr. Aretha Aprilia, dan Kantor DAAD Indonesia Jakarta, Ms. La Budza.
Pembicara kunci pada hari pertama konferensi, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia (PPN/BAPPENAS), yang diwakili oleh Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumberdaya Alam, Vivi Yulasti, menekankan tantangan dan peluang dalam ICM & Marine Biotechnology.
“Tantangan global akan semakin kompleks seiring dengan perubahan yang cepat di setiap sektor Pembangunan harus disikapi secara arif dan cepat, jika tidak maka akan tertinggal,” kata Vivi.
Sementara itu, Assc. Prof. David Francis dari Daekin University sebagai pembicara kunci kedua memaparkan tentang Marine Biotechnology in Aquaculture. David berfokus pada pengembangan solusi nutrisi yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan industri akuakultur global.
Kegiatan ini, yang berlangsung pada 12-13 September 2023, diselenggarakan oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), IPB University, Arafura and Timor Seas Ecosystem Action (ATSEA), Archipelagic & Island States (AIS) Forum, dan German Academic Exchange Service (DAAD) dengan tema “good practices and innovations towards blue carbon.”
Sejumlah negara, termasuk Timor Leste, Australia, Fiji, Madagaskar, Filipina, Vietnam, China, Indonesia, Australia, Argentina, Papua Nugini, Malaysia, dan Thailand, turut serta dalam acara ini. Acara tersebut juga dihadiri oleh lebih dari 70 institusi, dengan total 225 peserta yang mempresentasikan hasil penelitian mereka.
Sumber : Infopublik