Kupang, Portonews.com – Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) mengharapkan agar Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia mengagendakan kasus tumpahan minyak di Laut Timor akibat meledaknya kilang Minyak Montara pada 21 Agustus 2009 dalam pertemuan bilateral antara Indonesia dan Thailand saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Jakarta.
Ketua YPTB, Ferdi Tanoni, menyatakan keinginannya untuk memasukkan kasus ini dalam agenda pertemuan bilateral tersebut. Kasus tumpahan minyak Montara yang telah berlangsung selama 14 tahun ini belum menemukan penyelesaian yang memadai, sementara lebih dari 100.000 orang terkena dampaknya, termasuk banyak anak sekolah.
Perjuangan Panjang Kasus Tumpahan Minyak
Ferdi Tanoni juga mengungkapkan bahwa pada tanggal 22 Juni 2023, Montara Task Force diundang oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk menghadiri Rapat Koordinasi Persiapan Joint Commission Meeting RI-Thailand di Bogor. Dalam rapat ini, YPTB menyampaikan berbagai hal terkait penyelesaian kasus tumpahan minyak yang telah berlangsung lama dan belum menemukan titik terang.
Karena itulah, YPTB mendesak agar penyelesaian kasus ini menjadi topik pembicaraan dalam pertemuan KTT ASEAN di Jakarta antara Indonesia dan Thailand. Selain itu, YPTB juga meminta agar PTTEP (PTT Exploration and Production Public Company Limited), perusahaan minyak asal Thailand yang terlibat dalam insiden ini, hadir dalam pertemuan tersebut untuk membahas ganti rugi yang diminta oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terdampak.
Pencemaran Lingkungan oleh PTTEP
PTTEP adalah perusahaan Thailand yang melakukan pengeboran minyak di wilayah Australia dan menyebabkan kebocoran serta meledaknya kilang minyak Montara, yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Kejadian ini sangat dekat dengan perairan Indonesia, sehingga dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat NTT.
Kasus ini telah disidangkan di Pengadilan Federal Australia pada tahun 2016, dengan fokus pada petani rumput laut di Kabupaten Kupang dan Rote-Ndao. Pada tahun 2021, Pengadilan Federal Australia mengeluarkan putusan yang memenangkan petani rumput laut NTT, menyatakan bahwa seluruh wilayah NTT terkontaminasi oleh tumpahan minyak Montara.
Namun, PTTEP tidak setuju dengan putusan tersebut dan mengajukan banding. Akhirnya, pada 16 September 2022, tercapai kesepakatan damai antara PTTEP dan para penggugat petani rumput laut di NTT, yang menghasilkan kompensasi pembayaran ganti rugi kerusakan.
Prioritaskan Penyelesaian Kasus
Kementerian Luar Negeri RI sebaiknya memberikan prioritas yang lebih tinggi untuk menyelesaikan kasus tumpahan minyak Montara. Sudah terlalu lama kasus ini berlangsung, dan banyak orang yang terkena dampaknya masih menunggu kompensasi yang layak.
Perbanyak Diplomasi
Upaya diplomasi dengan pihak Thailand perlu ditingkatkan. Dalam pertemuan bilateral antara Indonesia dan Thailand saat KTT ASEAN, perwakilan Indonesia sebaiknya aktif memperjuangkan penyelesaian kasus ini, termasuk pembayaran kompensasi kepada para korban.
Libatkan Pihak Berwenang
Keterlibatan PTTEP dalam proses penyelesaian kasus ini sangat penting. Pihak berwenang harus memastikan bahwa PTTEP bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan oleh tumpahan minyak Montara di wilayah Indonesia.
Catatan
Kasus tumpahan minyak Montara adalah sebuah masalah serius yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. Masyarakat NTT yang terkena dampak masih menantikan keadilan dalam bentuk kompensasi yang layak. Kementerian Luar Negeri RI perlu mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyelesaikan kasus ini dengan segera. Upaya diplomasi yang lebih intensif dan keterlibatan PTTEP dalam proses penyelesaian menjadi kunci untuk memastikan bahwa kasus ini dapat dituntaskan dengan adil dan transparan.