Sulawesi Selatan, Portonews.com – KRI Teluk Hading – 538 terbakar di perairan antara Pulau Bira dan Pulau Selayar, Sulawesi Selatan, pada Sabtu (3/6/2023) sekitar pukul 14.15 Wita. Insiden tersebut tidak menimbulkan korban jiwa, demikian yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksma TNI I Made Wira Hady Arsanta Wardhana.
Made Wira menjelaskan bahwa kebakaran terjadi saat KRI Teluk Hading sedang melaksanakan patroli rutin di perairan Indonesia. Kapal ini tengah mengangkut total 119 penumpang, terdiri dari 62 kru kapal dan 57 prajurit TNI Angkatan Darat.
“Saat itu, ada unsur Satuan Tugas (Satgas) Pengamanan Pulau Terluar yang dibawa dalam KRI Teluk Hading, yaitu 57 orang dari TNI Angkatan Darat. Jadi, total 119 penumpang, terdiri atas 62 kru dan 57 prajurit AD,” ungkap Made Wira.
Proses pemadaman kebakaran telah selesai dilakukan, dan saat ini KRI Teluk Hading-538 sedang ditarik menuju pulau terdekat, yaitu Pulau Selayar.
Dalam waktu 30 menit 119 penumpang berhasil dievakuasi, dan tidak ada korban baik terluka maupun terbakar.
Penyebab Kebakaran KRI Teluk Hading
TNI AL masih belum dapat mengumumkan secara pasti penyebab kebakaran yang terjadi pada KRI Teluk Hading. Namun, pihak TNI AL telah segera menurunkan tim untuk melakukan penyelidikan terkait penyebab kejadian tersebut.
“Tim penyelidik akan memeriksa sebab kebakaran apa yang terjadi,” ujar Made Wira.
KRI Teluk Hading-538 Dibeli dari Jerman pada 1994
KRI Teluk Hading – 538 dilaporkan terbakar sekitar pukul 14.00 Wita di perairan antara Pulau Bira dan Pulau Selayar, Sulawesi Selatan. Letak kapal yang terbakar berada sekitar 8-9 mil laut dari Pelabuhan Bira.
Tim Basarnas dari Bantaeng, Sulawesi Selatan, langsung dikerahkan ke lokasi kejadian untuk membantu dalam proses penyelamatan dan pemadaman.
Sejarah dan Spesifikasi Kapal KRI Teluk Hading
KRI Teluk Hading-538, kapal pendarat dan pengangkut logistik milik TNI AL, terbakar di perairan antara Pulau Bira dan Pulau Selayar, Sulawesi Selatan. Kapal ini dibeli oleh Pemerintah Indonesia dari Pemerintah Jerman pada tahun 1994. Awalnya, kapal tersebut dibuat oleh VEB Peenewerft, Wolgast, untuk Angkatan Laut Jerman Timur pada tahun 1978.
KRI Teluk Hading-538 memiliki spesifikasi yang mencakup kemampuan sebagai kapal pendarat dan pengangkut logistik. Kapal ini memiliki panjang 85 meter dan lebar 13,5 meter. Dengan bobot 2.700 ton, kapal ini mampu mengangkut hingga 500 pasukan atau 10 unit kendaraan tempur.
Selain itu, KRI Teluk Hading-538 dilengkapi dengan fasilitas untuk mendukung operasi pendaratan, seperti landasan helikopter dan crane. Kapal ini juga dilengkapi dengan peralatan navigasi dan komunikasi modern untuk memastikan keberhasilan tugas-tugasnya.
Meskipun terjadi kebakaran, TNI AL akan terus melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab pasti kejadian ini. Hal ini diharapkan dapat menghindari terulangnya insiden serupa di masa mendatang.
Tumpahan Minyak
Dengan terbakarnya KRI Teluk Hading-538, terindikasi adanya tumpahan minyak, Namun sampai berita ini diturunkan belum bisa dipastikan besarnya tumpahan minyak dari insiden tersebut. Kemungkinan tumpahan minyak Kapal KRI Teluk Hading-538 masih dalam penyelidikan.
Penting Pengawasan dan Pelatihan
Meningkatkan Pengawasan dan Pemeliharaan: TNI Angkatan Laut perlu memperkuat pengawasan dan pemeliharaan rutin terhadap kapal-kapal miliknya untuk mencegah terjadinya kejadian serupa di masa depan.
Penyelenggaraan Pelatihan dan Simulasi: Diperlukan pelatihan dan simulasi yang intensif bagi awak kapal untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam menghadapi situasi darurat, termasuk penanggulangan kebakaran.
TNI yang Sigap Menangani Situasi
Insiden kebakaran yang menimpa KRI Teluk Hading-538 di perairan antara Pulau Bira dan Pulau Selayar merupakan peristiwa yang mengejutkan, namun dapat diatasi dengan cepat dan tanpa korban jiwa.
TNI Angkatan Laut menunjukkan respons yang sigap dalam evakuasi dan pemadaman kebakaran, serta melakukan penyelidikan untuk menentukan penyebab kejadian tersebut.
Kejadian ini mengingatkan akan pentingnya keselamatan awak kapal dan perlunya kesiapan dalam menghadapi bencana di laut.
Solidaritas dan kerja sama antarinstansi juga menjadi kunci dalam menangani situasi darurat semacam ini. Dengan mengambil langkah-langkah perbaikan dan penguatan, diharapkan kejadian serupa dapat dicegah di masa depan, menjaga pertahanan laut yang kuat, serta melindungi nyawa para prajurit yang menjalankan tugas negara dengan aman dan efektif.