Jakarta, Portonews.com – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia telah menyelesaikan kajian terkait pentingnya GEDSI (Gender, Disabilitas dan Sosial Inklusi) dalam transisi energi di Indonesia.
Kajian analisis tersebut mencatat beberapa hambatan dan tantangan terkait dengan efektivitas pelaksanaan Pengarusutamaan GEDSI di Indonesia. Hal tersebut mengemuka dalam diskusi publik bertajuk “Pengarusutamaan GEDSI dalam Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia” pada Kamis, (15/6/2023) di Jakarta Pusat.
Secara umum, disebutkan dalam diskusi tersebut, evaluasi terhadap implementasi
Inpres No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan nasional Indonesia,
adalah sebagai berikut: Pertama, analisis GEDSI masih dilihat secara makro sehingga sulit untuk melihat persoalan ketimpangan
GEDSI dari hulu hingga hilir, padahal sangat penting untuk melihat persoalan GEDSI pada level terkecil di masyarakat.
Kedua, pengarusutamaan GEDSI belum diturunkan pada isu atau kebijakan sektoral yang lebih spesifik, baru beberapa saja seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Ketiga, kegagalan capaian GEDSI sangat terkait dengan tidak tersedianya data pilah gender.
Keempat, ukuran pencapaian GEDSI belum memiliki mekanisme evaluasi dan monitoring yang cukup
efektif dalam pelaksanaannya, dalam hal ini sangat terkait dengan aspek kelembagaan dalam pelaksanaannya.
Atas hal tersebut, maka kajian analisis tersebut menyusun beberapa rekomendasi yang dapat menjadi masukan penting kepada Pemerintah Indonesia untuk menjamin pelaksanaan agenda
pengarusutamaan GEDSI dalam transisi energi berkeadilan di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
PWYP mendorong efektivitas pengarusutamaan GEDSI dalam transisi energi berkeadilan di Indonesia, perlu disusun kerangka regulasi yang menjadi landasan hukum untuk membentuk
sebuah kelembagaan dengan dukungan anggaran yang memadai, yang secara khusus akan menjalankan agenda pengarusutamaan GEDSI khususnya dalam agenda transisi energi berkeadilan di Indonesia. Kerangka regulasi ini bisa melengkapi teknis operasionalisasi
pengarusutamaan GEDSI dalam implementasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan PP Nomor 79/2014 sebagai dasar hukum pengelolaan energi secara nasional.
Menurut PWYP, kehadiran kelembagaan yang legitimate untuk implementasi pengarusutamaan GEDSI dalam
transisi energi berkeadilan perlu juga dilengkapi dengan mekanisme remedial action yang efektif, baik dalam menyediakan mekanisme komplain yang adil dan dapat diakses oleh masyarakat dalam melakukan mitigasi dampak pembangunan, termasuk mekansime mitigasi resiko dan kebencanaan yang ditimbulkan dari program transisi energi yang dilaksanakan.
PWYP juga berpendapat bahwa alam hal kehadiran Sekretariat JETP dibawah kewenangan Kementerian ESDM, perlu
dipastikan agar prinsip dasar dalam JET framework yaitu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan menjadi landasan dalam setiap kelompok kerja di Sekretariat JETP. Hal ini dapat dilakukan dengan menambah kelompok kerja GEDSI. Penting juga membangun kerjasama antarlembaga, dalam hal ini antara Kementerian ESDM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, termasuk lembaga non-kementerian yang terkait dengan
aspek GEDSI seperti Komisi Nasional Disabilitas, Komnas Perempuan dan Anak, serta Ombudsman.
Selanjutnya, dalam rangka memastikan terjadinya keadilan gender dan inklusi sosial dalam transisi energi berkeadilan, pemerintah Indonesia harus menjamin bahwa regulasi terkait sektor ini
menyebutkan secara eksplisit bahwa perempuan, kelompok disabilitas, dan kelompok rentan lainnya merupakan kelompok yang dapat berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dalam
proses transisi energi. Oleh karena itu, dalam penyusunan perencanaan program harus