Jakarta, Portonews.com – Perhimpunan Pendidikan dan Guru mengecam dugaan kekerasan aparat keamanan di lingkungan SD Negeri 24 Galang dan SMP Negeri 22 Galang di Batam, Kepri. Seharusnya aparat keamanan menggunakan pendekatan yang lebih preventif dan manusiawi dalam agenda relokasi pulau Rempang.
Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G menyampaikan laporan dari P2G Batam.
“Kami mendapatkan kiriman video dari jaringan P2G Batam. Kami menyesalkan dugaan adanya kekerasan di lingkungan sekolah yang terdampak bentrok antara warga pulau Rempang dengan aparat keamanan,” ungkap guru SMA ini.
Menurut Iman, Kemdikbudristek, Kemen PPA, dan KPAI harus turun tangan langsung ke lapangan memberikan layanan pendampingan _trauma healing_ pascabentrok kepada guru dan siswa.
“Rencana relokasi ini harus tetap mengutamakan layanan pendidikan anak. Di Kecamatan Galang ada sekitar 36 sekolah dari tingkat dasar hingga menengah atas. Ini perlu persiapan yang matang dan tidak mengurangi hak anak untuk belajar dengan aman dan nyaman,” lanjutnya.
Dari 36 sekolah di Kecamatan Galang, diduga lokasi kekerasan adalah di sekitar SD Negeri 24 Galang yang memiliki 13 guru, 154 siswa, dan 132 siswi. Lalu SMP Negeri 22 Galang memiliki 19 guru, 180 siswa, dan 171 siswi.
“Mengingat sekitar ada 36 sekolah di Kecamatan Galang, Pulau Rempang, diperkirakan ada ribuan anak yang mengalami relokasi sekolah atau terdampak. Ini bukan perkara mudah.
Yang harus dipikirkan pemerintah adalah:
Pertama, lokasi relokasi harus sudah siap terlebih dahulu. Kedua, mengutamakan kepentingan anak dan guru sehingga pembelajaran tidak terganggu. Ketiga, harus dipastikan hak anak mendapatkan pendidikan tetap diberikan, baik selama proses relokasi maupun pascarelokasi.
Sehari setelah bentrok, Dinas Pendidikan Kota Batam mengeluarkan Surat Nomor 4337/400.3.5.1/XI/2023 tentang Pemberhentian Pembelajaran Sementara. Isinya adalah: Pertama, menghentikan pembelajaran tatap muka; Kedua, guru memberikan pembelajaran daring atau penugasan; Ketiga, memperhatikan keselamatan sekolah; Keempat, pendidik dan tenaga pendidik tidak dibenarkan melakukan kegiatan di luar jam kerja dan mengisi laporan kinerja Harian (LKH).
Merujuk pada surat tersebut, P2G memberi rekomendasi:
Pertama, dalam proses relokasi aparat dan pemerintah hendaknya memprioritaskan keamanan dan keselamatan anak. Dengan mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2002 jo UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Seharusnya tidak boleh ada kekerasan dalam bentuk apapun di lingkungan sekolah atau madrasah. Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak.
Kedua, Dinas Pendidikan hendaknya memberikan layanan trauma healing kepada guru dan siswa yang terdampak secara psikis pascabentrokan.
“Sayang sekali (layanan _trauma healing_) dalam surat tidak disinggung, padahal ini sangat penting,” jelas Iman.
Ketiga, pembelajaran via platform pembelajaran online harusnya difasilitasi sekolah dan dinas pendidikan.
“Jangan hanya pembelajaran dengan guru memberi tugas kepada siswa saja. Ini tidak edukatif, justru akan membebani siswa,” kata Iman.
Keempat, P2G mendorong agar Kemendikbudristek, Dinas Pendidikan dan lembaga terkait mencari formulasi alternatif pembelajaran. Karena bentrokan atau konflik di masyarakat terus meluas, yang akan berdampak pada proses pembelajaran di sekolah yang dapat terhenti lama.
Kelima, P2G sangat berharap, peran orang tua dan guru mesti mengawasi ketat anak-anak karena dikhawatirkan akan terlibat atau dilibatkan orang dewasa dalam demonstrasi atau bentrokan saat relokasi.
“Harus dipastikan anak-anak tetap dalam kondisi aman, terlindungi, tidak diekspolitasi oleh kepentingan orang dewasa, dan tetap terpentuhi hak-hak dasarnya dalam pendidikan,” pungkas Iman.
Seperti diketahui, Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), menemukan dugaan tindak kekerasan oleh aparat terhadap anak saat bentrok dengan warga di Pulau Rempang, Kecamatan Galang.
Pasalnya, bentrokan tersebut mengakibatkan sejumlah siswa menjadi korban gas air mata dan harus mendapatkan perawatan medis di rumah sakit. Padahal anak-anak itu masih dalam proses pembelajaran di kelas.
Wakil Ketua KPPAD Batam, Nina Inggit Garnasih mengungkapkan, hasil telahnya ditemukan dugaan kekerasan dilakukan aparat.
“Ada pernyataan dari jubir BP Batam bahwa itu terbawa angin. Ini kan ada indikasi kekerasan disengaja maupun tidak. Mereka seharusnya melihat dulu lokasi itu aman atau tidak,” katanya, Jumat (8/9/2023).
“Kan sudah mengantongi surat perintah. Harusnya disisir dulu. Ini seperti perang. Anak-anak banyak di sana. Ketakutan dan berteriak,” tambahnya.
Ia menjelaskan, pihaknya dan KPAI akan menyambangi anak-anak Pulau Rempang. Terlebih, konflik itu tampaknya akan berkepanjangan selagi belum ada kejelasan dari pemerintah.
Mereka akan memastikan anak-anak tersebut mendapatkan haknya. Termasuk trauma healing bagi mereka yang menjadi korban.
“Kita sudah telaah dari tadi malam. Surat rekomendasi sudah kita layangkan ke masing-masing pihak,” ujarnya.
Hasil telaah KPPAD perihal Kasus Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Oknum Aparat Atas Tindakan Penembakan Gas Air Mata di Pulau Rempang-Kota Batam pun telah memperoleh sejumlah kesimpulan.
Kesimpulannya tindakan menembakan gas air mata 7 September 2023 oleh oknum Tim Terpadu di Tanjung Kertang, Rempang, Kota Batam yang berdampak belasan para Murid dan Guru di SDN 024 dan SMPN 22, mengalami kerugian secara fisik maupun psikis dapat diduga sebagai:
• Tindakan kekerasan disengaja atau tidak disengaja.
• Tindak pelanggaran Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri pada Pasal 10 huruf c serta pelanggaran Kode etik kepolisian lainnya.
• Tindak pelanggaran UU No: 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal 76a dan pasal 80 dan ketentuan terkait Hak Anak Lainnya.
Oleh sebab itu, KPPAD mengeluarkan himbauan dan rekomendasi sebagai berikut.
• Semua pihak diminta, untuk memastikan anak yg berusia dibawah 18 tahun tidak terlibat secara langsung maupun tidak langsung pada semua kegiatan yg terkait konflik/kerusuhan.
• Semua pihak, untuk tidak melakukan tindakan apapun yg berdampak adanya korban anak yg berusia dibawah 18 tahun.
• DPRD Kota Batam maupun LSM terkait anak untuk mendesak/mendorong/ mengawal adanya proses hukum atas Temuan Dugaan pelanggaran hukum oleh oknum aparat atas tindakan penembakan gas air mata di Tanjung Kertang, Rempang, Kota Batam pada 7 September 2023.
• Pemerintah Kota Batam untuk membentuk Tim Independen guna pencarian fakta, atas temuan dugaan pelanggaran hukum.
• Pemerintah Kota Batam untuk melakukan upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak korban sesuai dengan ketentuan UU. No 35 Tahun 2014 Tentang PA.
• KPAI, untuk bersinergi dengan KPPAD Kota Batam melakukan upaya Perlindungan dan Pengawasan Anak Kota Batam sesuai tingkatan tugas dan wewenang masing-masing.