Jakarta, Portonews.com – Harga minyak mentah dunia dibuka beragam pada perdagangan hari ini Senin (13/11/2023) setelah kenaikan dua hari beruntun efek aksi pemboman Israel ke rumah sakit Indonesia di Gaza dan Irak mendukung pengurangan produksi OPEC.
Harga minyak mentah WTI dibuka turun 0,03% di posisi US$77,15 per barel, sementara minyak mentah brent dibuka stagnan ke posisi US$81,43 per barel.
Pada perdagangan Jumat (10/11/2023), harga minyak mentah WTI ditutup melesat 1,89% di posisi US$77,17 per barel, begitu juga dengan minyak mentah brent ditutup naik 1,77% ke posisi US$81,43 per barel.
Harga minyak naik sekitar 2% pada perdagangan Jumat karena Irak menyuarakan dukungan untuk pengurangan minyak OPEC+ menjelang pertemuan dua minggu ini dan karena beberapa spekulan menutup posisi short besar-besaran menjelang ketidakpastian akhir pekan.
Namun, harga tetap stabil dengan penurunan mingguan sebesar 4%, penurunan mingguan ketiga berturut-turut.
Analis di Price Futures Group, Flynn mencatat bahwa selain komentar Irak, dimana Arab Saudi dan Rusia mengkonfirmasi pada pekan kemarin bahwa mereka akan melanjutkan pengurangan produksi minyak hingga akhir tahun.
Dari Amerika Serikat (AS), perusahaan energi memangkas jumlah rig minyak yang beroperasi selama dua minggu berturut-turut ke level terendah sejak Januari 2022, menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes. Jumlah rig menunjukkan produksi di masa depan.
Minyak brent dan WTI mencatat penurunan mingguan ketiga berturut-turut untuk pertama kalinya sejak Mei, meskipun kedua acuan tersebut secara teknis keluar dari wilayah oversold.
“Kekhawatiran terhadap permintaan telah menggantikan ketakutan akan terhentinya produksi terkait konflik Timur Tengah,” ujar analis di Commerzbank.
Data ekonomi China yang lemah pada pekan kemarin meningkatkan kekhawatiran akan melemahnya permintaan. Pabrik penyulingan di China, pembeli minyak mentah terbesar dari Arab Saudi, eksportir terbesar dunia, meminta pengurangan pasokan untuk bulan Desember.
Sentimen konsumen AS turun selama empat bulan berturut-turut di bulan November dan ekspektasi rumah tangga terhadap inflasi kembali meningkat.
Presiden The Federal Reserve Bank AS di San Francisco Mary Daly mengatakan dia belum siap untuk mengatakan apakah The Fed sudah selesai menaikkan suku bunga, menggemakan komentar Ketua Fed Jerome Powell pada hari Kamis.
Suku bunga yang lebih tinggi dapat mengurangi permintaan minyak dengan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Di Inggris, perekonomian yang mengalami stagnasi gagal tumbuh pada periode Juli hingga September namun berhasil menghindari resesi, menurut Kantor Statistik Nasional Inggris.
OPEC+, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, akan bertemu pada 26 November mendatang.
Kementerian Perminyakan Irak mengatakan Baghdad berkomitmen terhadap perjanjian OPEC+ dalam menentukan tingkat produksi.
Kemungkinan Arab Saudi akan memperpanjang pengurangan produksinya hingga kuartal pertama tahun 2024 “pasti meningkat mengingat kekhawatiran pasar baru terhadap permintaan China dan prospek makro yang lebih luas,” ujar analis RBC Capital Markets, Helima Croft.
Analis di Capital Economics mengatakan OPEC+ mungkin akan mengurangi pasokan lebih lanjut jika harga terus turun.
“Kami tetap berpegang pada perkiraan kami bahwa harga minyak brent akan berakhir pada tahun ini dan tahun depan pada kisaran US$85 per barel,” menurut perusahaan riset tersebut dalam catatannya.