Jakarta, Portonews.com – Harga minyak melonjak dari level terendah enam bulan di perdagangan Asia pada hari Jumat (8/12/2023), tetapi masih akan berakhir negatif untuk minggu ketujuh berturut-turut akibat pemangkasan produksi yang mengecewakan, pasokan AS yang tinggi, dan kekhawatiran akan melemahnya permintaan menekan pasar.
Angka impor minyak yang lemah dari China juga membebani sentimen, usai data minggu ini menunjukkan pengiriman minyak ke negara importir minyak mentah terbesar di dunia tersebut mencapai level terendah empat bulan pada November.
Data tersebut menimbulkan kekhawatiran atas turunnya permintaan minyak mentah di negara itu, terutama setelah penumpukan persediaan minyak yang stabil tahun ini. Hal ini juga terjadi setelah beberapa data ekonomi yang kurang memuaskan untuk bulan November, yang menyiratkan pelemahan yang berkelanjutan di negara ini.
Harga minyak Brent untuk penyerahan Februari melonjak naik 1% ke $74,81 per barel, sementara harga minyak WTI naik 1% menjadi $70,28 per barel pukul 08.46 WIB. Keduanya jatuh antara 5% sampai 7% minggu ini, dan diperdagangkan mendekati level terlemahnya sejak bulan Juni.
Namun, pelemahan terkini dolar memberikan sedikit bantuan bagi harga minyak. Greenback turun tajam pada hari Kamis usai data menunjukkan berlanjutnya pelemahan di pasar tenaga kerja – sebuah faktor kunci dalam menentukan arah suku bunga AS.
Pasar kini menunggu isyarat lain tentang ekonomi AS dari data nonfarm payrolls yang akan dirilis hari ini. Namun, meskipun pasar tenaga kerja yang mendingin mengurangi potensi kenaikan suku bunga, hal ini juga isyarat ekonomi AS yang lebih lemah, yang dapat mengurangi permintaan minyak.
Pemangkasan produksi yang mengecewakan dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan mitranya (OPEC+) juga membebani harga minyak mentah. Grup mengumumkan pemangkasan baru kurang dari 1 juta barel per hari hingga tahun 2024.
Laporan minggu ini menunjukkan bahwa para pemimpin Rusia dan Arab Saudi kini mempertimbangkan lebih banyak pengurangan produksi, meskipun perselisihan baru-baru ini antara anggota OPEC+ mengisyaratkan bahwa ruang lingkup pembatasan produksi di masa depan dari grup masih terbatas.
Rusia dan Arab Saudi telah memimpin OPEC+ dalam memangkas pasokan selama setahun terakhir. Namun, langkah-langkah mereka hanya memberikan dorongan singkat bagi harga minyak.
Di AS, produksi minyak tetap berada di dekat rekor tertinggi lebih dari 13 juta barel per hari dalam seminggu hingga 1 Desember. Peningkatan cadangan bahan bakar yang sangat besar juga mendorong kekhawatiran akan melambatnya konsumsi di negara konsumen bahan bakar terbesar di dunia ini.
Harga bensin mencapai level terendah dalam dua tahun terakhir setelah data tersebut, dan juga menuju ke posisi merah selama tujuh minggu berturut-turut.
Penurunan minyak baru-baru ini sebagian besar didorong oleh kekhawatiran atas melambatnya pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia, menyusul lemahnya data yang dirilis dari Jepang, AS, dan zona euro.
Namun, hal ini juga membuat harga minyak tampak oversold dalam beberapa sesi terakhir, yang menurut analis bisa memacu pemulihan dalam waktu dekat. ING memperkirakan Brent akan diperdagangkan di kisaran $80-an pada kuartal pertama 2024.