Jakarta, Portonews.com – Pagi ini, para ABK migran dan beberapa mitra inti dalam kampanye “Wi-Fi untuk ABK Sekarang” yang dipimpin oleh Forum Silaturahmi Pelaut Indonesia (FOSPI), Global Labor Justice – International Labor Rights Forum (GLJ-ILRF), Taiwan Association for Human Rights (TAHR), Stella Maris Kaohsiung, Serve the People Association (SPA), dan Humanity Research Consultancy (HRC), bertemu dengan Perdana Menteri Republik China (Taiwan), Chen Chien-jen. Dalam kesempatan ini, para ABK menyampaikan secara langsung pengalaman kerja di kapal-kapal penangkap ikan laut lepas berbendera Taiwan serta merekomendasikan solusi untuk memperbaiki kondisi kerja mereka dalam industri tersebut—yakni mewajibkan akses Wi-Fi pada seluruh 1.100 kapal penangkap ikan laut lepas berbendera Taiwan.
Para ABK yang bekerja pada kapal-kapal penangkap ikan laut lepas berbendera Taiwan mendorong pemerintah untuk mewajibkan Wi-Fi pada seluruh kapal untuk mengurangi risiko kerja paksa dan untuk memastikan ABK dapat mengakses hal-hal fundamental ketenagakerjaan tanpa takut mengalami retaliasi. Setiap tahun, industri perikanan laut lepas Taiwan mengekspor produk-produk laut senilai 1 miliar dolar AS—termasuk tuna dan cumi-cumi—ke berbagai pasar global. Laporan-laporan yang ada menunjukkan bahwa telah terjadi kerja paksa pada kapal-kapal penangkap ikan berbendera Taiwan, dan pada 2022, pemerintah Amerika Serikat memasukkan ikan produksi Taiwan dalam “daftar barang yang dipercaya diproduksi oleh pekerja anak atau kerja paksa, yang melanggar standar-standar internasional.”
“Kita berada pada masa yang sangat penting bagi kehidupan para ABK migran, yang bekerja keras di atas kapal-kapal berbendera Taiwan, yang berkontribusi tidak hanya terhadap perekonomian Taiwan tetapi juga terhadap industri makanan laut dunia,” tutur Achmad Mudzakir, ketua Forum Silaturahmi Pelaut Indonesia (FOSPI), yang mewakili para ABK migran yang bekerja pada industri perikanan laut lepas Taiwan. “Kami mengucapkan terima kasih kepada Perdana Menteri Chen Chien-jen yang telah bersedia untuk mendengarkan kami dan berharap agar beliau memberikan dukungan terhadap petisi kami untuk mendorong pewajiban penyediaan Wi-Fi yang diregulasi pada seluruh kapal. Bagi kami, Wi-Fi bukanlah hal mewah, tetapi satu-satunya alat yang kami gunakan selama berada di laut untuk menghubungi keluarga kami, untuk menyelesaikan masalah-masalah kami secara real-time, dan untuk mencari bantuan ketika memerlukannya. Bagi kami, Wi-Fi adalah alat untuk bertahan hidup di tengah kesulitan bekerja menangkap ikan di laut lepas.”
Pada rapat tersebut, para ABK dan mitra menyerahkan kepada Perdana Menteri Chen Chien-jen petisi yang memuat lebih dari 13.000 tanda tangan untuk mendukung pewajiban Wi-Fi, termasuk 1.000 tanda tangan dari para ABK dan lebih dari 10.000 tanda tangan dari para pendukung daring (online).
Kampanye “Wi-Fi untuk ABK Sekarang” juga turut mendorong pemerintah untuk memasukkan aspek pewajiban Wi-Fi dalam bab ketenagakerjaan pada Inisiatif Dagang Abad 21 antara pemerintah Amerika Serikat dan pemerintah Taiwan, yang saat ini tengah dalam proses negosiasi. “Dorongan kami untuk mewujudkan akses Wi-Fi yang bersifat wajib, aman, dan bebas biaya untuk seluruh ABK pada seluruh kapal penangkap ikan laut lepas ini selaras dengan komitmen Taiwan itu sendiri dalam mengatasi risiko-risiko kerja paksa pada industri perikanan ini dan untuk mematuhi Konvensi ILO No. 188 terkait Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan,” kata Valery Alzaga, Wakil Direktur Global Labor Justice – International Labor Rights Forum (GLJ-ILRF).
Untuk menjamin agar Wi-Fi dapat diakses oleh seluruh ABK dan mendukung pelindungan hak-hak ketenagakerjaan ABK, para ABK dan mitra kunci mendorong adanya pewajiban akses Wi-Fi yang memenuhi kriteria berikut:
1. Dapat diakses oleh seluruh ABK di atas kapal;
2. Biaya penyediaan Wi-Fi tidak dibebankan kepada ABK;
3. Pelindungan terhadap privasi data untuk memastikan kerahasiaan komunikasi ABK dan mencegah retaliasi;
4. Peraturan yang transparan dan masuk akal terkait kapan dan bagaimana ABK dapat menggunakan Wi-Fi, selaras dengan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja untuk seluruh pekerja; dan
5. Proses penyelesaian konflik yang disepakati dengan pemilik kapal untuk menyelesaikan pelanggaran tanpa adanya retaliasi.
Kampanye ini juga turut mengundang berbagai perusahaan baik yang berada di Taiwan maupun yang bermitra dengan industri perikanan laut lepas Taiwan untuk terlibat dalam diskusi meja bundar dengan para pelaku industri, ketenagakerjaan, dan pemerintah untuk membahas implementasi Wi-Fi, yang akan melahirkan sebuah program uji coba pada beberapa kapal sebelum ekspansi terhadap seluruh kapal penangkap ikan berbendera Taiwan. “Seluruh brand dan pengecer yang membeli produk makanan laut dari Taiwan harus bergabung dalam perjuangan kami untuk mengakhiri berbagai kondisi eksploitatif yang dialami oleh ABK dalam rantai pasokan industri ini. Jika tidak, perusahaan-perusahaan ini akan berisiko menanggung larangan impor dan berbagai konsekuensi hukum lainnya,” kata Alzaga dari GLJ-ILRF.
Petisi (Bahasa Inggris) – https://secure.avaaz.org/campaign/en/wi_fi_on_board_loc/
Petisi (Bahasa Mandarin) – https://secure.avaaz.org/campaign/ct/wi_fi_on_board_loc/
Petisi (Bahasa Indonesian) – https://avaaz.org/campaign/id/wifi_on_board_id/
Petisi (Bahasa Jepang) – https://secure.avaaz.org/campaign/jp/wi_fi_on_board_asia_1/
Sebagai catatan, GLJ-ILRF adalah organisasi nirlaba untuk kepentingan umum yang berjuang untuk mewujudkan martabat dan keadilan untuk seluruh pekerja di dunia. GLJ-ILRF berfokus pada penerapan hak-hak ketenagakerjaan dan mempromosikan kondisi kerja layak yang selaras dengan berbagai praktik baik dan standar-standar International Labour Organization (ILO) pada sektor-sektor berupah rendah dalam rantai pasokan global, seperti penangkapan ikan komersial. GLJ-ILRF melakukan penelitian, advokasi kebijakan, advokasi, dan pendidikan publik dan konsumen.