Jakarta, Portonews.com – Berkaitan dengan kasus hukum yang menimpa salah seorang Alumni Fakultas Teknik UI, Saudara Ibnu Rusyd Elwahby, ILUNI UI mencatat beberapa poin yang perlu disampaikan kehadapan publik agar dapat menjadi pengingat bagi pihak-pihak terkait, dan sekaligus wakeup call kepada seluruh pemegang kepentingan untuk menjaga dalam proses penegakan
hukum yang sering rentan untuk dibelokkan dari relnya.
Menurut Ahmad Fitrianto, Sekjen ILUNI UI, pihaknya sangat mengapresiasi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah membebaskan Saudara Ibnu Rusyd Elwahby dari seluruh dakwaan dan tuntutan yang dianggap tidak terbuka karena perbuatannya bukan tindak pidana.
Sebaliknya, kata Ahmad, ILUNI UI menentang pemaksaan instrumen pidana dalam kasus murni perdata sebagai bentuk kesewenang-wenangan hukum yang tidak boleh terjadi. “Putusan Kasasi dalam perkara Ibnu
Rusyd tersebut bertentangan dengan upaya Mahkamah Agung dengan banyaknya putusan Mahkamah Agung RI terdahulu yang secara konsisten berpendapat bahwa perkara dengan muatan perdata seharusnya tidak dapat dijatuhi pidana,” kata Ahmad dalam acara pers konferensi pada Selasa (6/6/2023) di Kampus UI Salemba.
Dia mengutarakan, penerapan pasal pidana pencucian uang bagi perkara dengan konteks keperdataan yang sangat kental, tidaklah sesuai dengan tujuan pembentukan undang-undang itu sendiri. “Instrumen pidana pencucian uang seyogyanya diberlakukan bagi kejahatan yang merugikan
banyak orang, dengan akibat yang berdampak luas terhadap sistem keuangan dan perekonomian negara. Sementara kasus ini hanya melibatkan antar-korporasi dan beberapa individu di dalamnya, yang sama sekali tidak berhubungan dengan kepentingan negara dan menimbulkan kerugian masyarakat, bahkan tidak terbukti tuduhan penipuan sebagai pidana
asalnya (predicate crime),” tandas Ahmad. Oleh karena itu, ILUNI UI mempertanyakan logika dan alasan hukum putusan Kasasi yang menghukum Saudara Ibnu Rusyd dengan pasal pidana pencucian uang dengan hukuman penjara maksimal 13 tahun. Bila pandangan tersebut dibenarkan,
dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan dan ketidakpastian bagi dunia usaha dan
investasi, karena siapa pun pelaku usahanya, sewaktu-waktu dapat diancam dengan tindak pidana yang sama.
“ILUNI UI sangat mengapresiasi upaya Mahkamah Agung dalam mempercepat
penanganan perkara dengan menerbitkan kebijakan insentif bagi penyelesaian kasus yang tepat waktu yang sesuai dengan tingkat urgensi perkara. Dalam kasus ini, kasasi diputus dalam waktu yang cepat, yaitu dalam waktu 19 hari. Namun, dalam kenyataannya, masih banyak Hakim Agung yang menghadapi tumpukan perkara hingga menyebabkan lamanya putusan. Kami mempertanyakan bagaimana Majelis Hakim Kasasi mampu mempelajari berkas perkara ini namun dengan putusan yang sangat bertolak belakang dalam waktu yang
begitu cepatnya dibandingkan dengan kasus-kasus lain pada umumnya. Padahal perkara
Saudara Ibnu bukan perkara prioritas yang musti diputus cepat,” papar Ahmad.
Melihat penanganan perkara dan membaca putusan kasasi yang mengandung banyak
catatan sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, ILUNI UI perlu mengambil sikap.
Dengan tetap menghormati dan menjunjung tinggi asas-asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), independensi peradilan dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law), ILUNI UI, imbuh Fauzul, menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Tim Advokasi Hukum dari Fakultas Hukum UI akan mengawal, mendampingi dan memberikan bantuan hukum yang diperlukan oleh Saudara Ibnu Rusyd untuk
memperjuangkan keadilan, termasuk melakukan eksaminasi terhadap prosedur
penanganan perkara serta materi putusan kasasi, pendampingan dalam upaya hukum
Peninjauan Kembali, dan advokasi lainnya yang dianggap perlu sehubungan dengan
perkara tersebut.
Kedua, meminta pimpinan Mahkamah Agung RI dan jajarannya untuk memberikan perhatian yang tidak terbagi, terhadap penanganan perkara pidana yang sejatinya merupakan sengketa keperdataan dan komersial, untuk sedapat mungkin diselesaikan melalui jalur negosiasi, mediasi, arbitrasi atau penyelesaian sengketa
alternatif lainnya dan mencegah upaya memidanakan atau “kriminalisasi” orang-orang yang tidak memenuhi unsur pidana demi tujuan di luar hukum. Pimpinan lembaga peradilan di segenap angkatan memastikan para hakim, panitera dan jurusita di semua angkatan bertindak profesional, menjaga integritas serta marwah peradilan yang bebas intervensi dan pengaruh apapun, termasuk dalam perkara yang menyangkut Saudara Ibnu Rusyd Elwahby di atas.
Ketiga, meminta pimpinan Mahkamah Agung RI dan jajarannya untuk turut melindungi iklim kemudahan berusaha dan penyelesaian terhadap kontrak-kontrak bisnis. Dalam setiap putusannya, Mahkamah Agung perlu memberikan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat konstruktif dalam penyelesaian kontrak bisnis dan menghindari kriminalisasi
terhadap sifat keperdataan dari sebuah kontrak. Kepercayaan publik terhadap sistem
peradilan sungguh sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan
menghindarkan negara ini dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Keempat, meminta pimpinan pimpinan Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung RI beserta jajarannya untuk memberikan perhatian yang serius dan tidak terbagi untuk memastikan bahwa tugas aparat penyidik dan penuntut musti dilakukan secara profesional, penuh integritas, menjaga kode etik dan wibawa lembaga, bebas dari intervensi serta pengaruh apapun, khususnya dalam kasus-kasus sengketa keperdataan atau bisnis yang sedapat mungkin diselesaikan melalui jalur perdamaian maupun pendekatan
keadilan restoratif (restorative justice), termasuk perkara yang menyangkut Saudara
Ibnu Rusyd Elwahby di atas.
Kelima, mendorong pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, organisasi-organisasi advokat, serta Lembaga-lembaga Pendidikan Tinggi Hukum dan badan-badan penelitian dan pengkajian untuk menelaah kembali penerapan pasal-pasal pidana umum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang agar tidak melenceng dari tujuan awal pembentukan undang-undang, dan tidak diselewengkan untuk kepentingan-kepentingan lain yang tidak sesuai dengan esensi pencegahan dan pemberantasan pidana pencucian uang.
Keenam, mendorong para pihak, dengan penuh i’tikad baik, dan didorong oleh semangat untuk saling mendukung tujuan masing-masing, guna mengupayakan sebaik mungkin jalan perdamaian, mencari solusi dan opsi penyelesaian yang adil dan bermartabat.
Ketujuh, ILUNI UI mendukung penuh penegakan hukum yang berkeadilan, yang dilakukan dengan profesional, berintegritas, menjaga kode etik dan marwah lembaga hukum, yang bebas intervensi maupun pengaruh dari pihak manapun. Akan tetapi, ILUNI UI pun menentang setiap cara dan upaya yang bertujuan menjadikan hukum sebagai alat pemukul untuk menjatuhkan dan menghancurkan pihak lainnya.
Kedelapan, ILUNI UI akan terus berkomitmen untuk membela kebenaran hukum, turut mengawal proses yang sedang berjalan demi menghadirkan keadilan yang berkualitas di negara tercinta ini sesuai amanat reformasi yang telah diperjuangkan oleh kita bersama.