Sebagaimana diketahui, kunjungan kerja Ketua KPK RI ke Aceh tanggal 7 Nopember 2023 adalah dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia), serta Roadshow Bus KPK yang dilaksanakan dalam memeriahkan Hakordia Tahun 2023. Tahun ini, Roadshow Bus KPK dan Road To Hakordia 2023 mengusung tema ‘Sinergi Berantas Korupsi Untuk Indonesia Maju. Kegiatan Roadshow Bus KPK dan Road To Hakordia 2023, di pusatkan di Aceh dan wilayah Timur Papua.
Kunjungan Ketua KPK Firli Bahuri ke Aceh, nampaknya disambut antusias oleh masyarakat Aceh yang ditandai dengan maraknya terpasang spanduk yang berisi kritik keras terhadap Ketua KPK Firli
Bahuri, diantaranya berisi “KETUA KPK DATANG, KORUPTOR ACEH
SENANG, UANG RAKYAT MELAYANG”, kemudian juga ditemukan spanduk berisi “SELAMAT DATANG KETUA KPK FIRLI BAHURI DI PROVINSI TERMISKIN DI SUMATERA, KARENA KPK TIDAK MAMPU
MEMBERANTAS KORUPSI DI ACEH”.
Pertanyaan besar yang wajib dijawab Firli Bahuri adalah apakah KPK datang ke Aceh hanya untuk melakukan pendidikan anti korupsi terhadap masyarakat Aceh? Sementara bukti-bukti kasus mega
korupsi di Aceh terserak di semua institusi Pemerintah Aceh yang diduga melibatkan semua unsur pimpinan Pemerintah Aceh. Lantas dimana tanggung jawab KPK yang juga mengemban tugas penindakan
terhadap kasus korupsi. Oleh sebab itu tidaklah berlebihan jika rakyat Aceh menuding Firli Bahuri yang kredibilitasnya buruk, sebagai bagian yang memberikan andil besar maraknya korupsi di Aceh.
Alih-alih menetralisir korupsi di Aceh, sejak kunjungan Firli Bahuri pada era Gubernur Nova Iriansyah hingga saat ini, tidak satupun KPK mengungkap kasus korupsi di Aceh dan semakin maraknya praktek korupsi di Aceh yang melibatkan unsur pimpinan Pemerintah Aceh. Mungkin lebih tepat jika dikatakan prestasi Firli Bahuri di Aceh adalah menyuburkan praktek korupsi. Akan lebih presisi jika Firli Bahuri berkaca pada diri sendiri, ketimbang mengajarkan rakyat Aceh untuk tidak korupsi, karena pendidikan anti korupsi senantiasa diajarkan di
pesantren-pesantren dan masjid-masjid di Aceh.
Sejatinya peringatan hari anti korupsi sedunia, harus ditandai dengan penegakan hukum secara kaffah terhadap para koruptor dan menjebloskan koruptor ke penjara, sehingga uang rakyat yang telah dijarah dapat dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat. Bukan sebaliknya yang terjadi saat ini di Aceh adalah berjangkitnya virus syndrome firli, dimana antara aparat penegak hukum anti korupsi berempati terhadap koruptor.
Syndrome firli telah menyebabkan
kemiskinan di Aceh semakin akut dan uang rakyat Aceh terserak di kantong-kantong koruptor dan kalangan penegak hukum anti korupsi. Kiranya mohon untuk dipahami, Aceh punya pengalaman separatis
akibat distribusi pembangunan tidak merata, oleh sebab itu jangan sampai nanti KPK era kepemimpinan Firli Bahuri dituding memberi
andi besar terhadap bangkitnya kembali perlawanan anti Pemerintah RI untuk kemerdekaan Aceh.