Jakarta, Portonews.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia telah mengambil langkah tegas dengan memperketat pengawasan terhadap pendaratan ikan (after fishing) di pelabuhan perikanan dan lokasi pendaratan ikan lainnya. Langkah ini diambil guna memastikan bahwa semua hasil tangkapan ikan terlaporkan secara akurat sesuai dengan ketentuan pengenaan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sektor penangkapan ikan pasca produksi.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Laksda TNI Adin Nurawaluddin, menyatakan bahwa pengawasan yang ketat terhadap proses bongkar hasil tangkapan ikan ini menjadi krusial untuk memastikan implementasi pengenaan PNBP pasca produksi dapat berjalan secara maksimal. Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk membangun sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan di Indonesia.
Lebih lanjut, Adin menjelaskan bahwa pengawasan terhadap pendaratan ikan telah dilakukan secara terintegrasi di seluruh pelabuhan perikanan di Indonesia. Proses ini dilakukan melalui penerbitan Hasil Pemeriksaan Kedatangan (HPK-D) Kapal oleh Pengawas Perikanan yang terintegrasi dalam aplikasi E-PIT (elektronik-Penangkapan Ikan Terukur).
Para pemilik kapal perikanan yang telah memiliki HPK-D akan otomatis menerima tagihan PNBP pada akun E-PIT mereka. Pembayaran tagihan ini menjadi syarat wajib bagi pemilik kapal agar mendapatkan izin untuk melaut dalam perjalanan berikutnya.
Adin menegaskan bahwa tindakan ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur dan PP Nomor 85 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Tentu saja, selain melakukan pengawasan, kami juga terus melakukan sosialisasi kepada para nelayan dan pelaku usaha perikanan. Kesadaran untuk melaporkan jumlah, jenis, dan ukuran hasil tangkapan ikan bukan semata-mata untuk kepentingan negara, tetapi juga untuk menciptakan keadilan bagi pelaku usaha perikanan dan negara. Dengan demikian, sektor kelautan dan perikanan Indonesia dapat terus tumbuh dan berkelanjutan,” tambah Adin.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, telah menegaskan bahwa pemungutan PNBP pasca produksi akan memberikan keadilan bagi nelayan. Ia optimis bahwa metode pasca produksi ini dapat meningkatkan tata kelola perikanan nasional, termasuk proses pendataan dan tata kelola pelabuhan atau pangkalan. Oleh karena itu, pemerintah meminta agar pengawasan after fishing dilakukan dengan ketat, sebagaimana yang dilakukan pada tahap pengawasan before fishing, while fishing, dan post landing.
Pengawasan after fishing dilakukan pada saat kapal perikanan mendaratkan hasil tangkapan ikan. Ini mencakup pemeriksaan jenis, jumlah, dan ukuran hasil tangkapan, serta pengecekan kesesuaian alat penangkap dan pelabuhan pangkalan guna menerbitkan HPK (Hasil Pemeriksaan Kedatangan) Kapal Perikanan. Pengawasan ini merupakan bagian dari strategi pengawasan Penangkapan Ikan Terukur, yang mencakup pengawasan before fishing, while fishing, after fishing, dan post landing.
Pengawasan before fishing dilakukan sebelum keberangkatan kapal perikanan di pelabuhan, mencakup pemeriksaan kelayakan teknis dan administrasi (dokumen perizinan) fisik kapal, alat tangkap, awak kapal, serta aktivasi VMS (Vessel Monitoring System) untuk menerbitkan Surat Laik Operasi (SLO) kapal perikanan. Pengawasan while fishing dilakukan untuk memastikan kepatuhan kapal perikanan selama kegiatan penangkapan ikan sesuai dengan aturan. Sedangkan pengawasan post landing mencakup pengawasan setelah dilakukan pembongkaran, tujuan distribusi, dan pengolahan hasil perikanan serta pelacakan hasil tangkapan.
Dengan langkah-langkah pengawasan yang ketat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan berharap sektor perikanan Indonesia dapat berjalan lebih transparan, efisien, dan berkelanjutan untuk kepentingan seluruh pelaku usaha perikanan dan keberlanjutan sumber daya kelautan negara.