PORTONEWS
Advertisement
  • Home
  • Ekbis
    • Keuangan
      • Keuangan dan Portfolio
    • Perdagangan dan Jasa
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Pernik
    • Digital
    • Pariwisata
  • Energi
    • Migas & Minerba
    • EBTKE
    • Ketenagalistrikan
    • Dewan Energi
  • Peristiwa
    • Internasional
    • Nasional
      • Daerah
      • Pendidikan
    • Fakta Sejarah
    • Event
    • Olahraga
  • Lingkungan Hidup
    • Oil & Chemical Spill
    • CSR
  • Politik & Hukum
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan & Keselamatan Kerja
    • Potret
    • Hiburan
    • Profil
    • Komunitas
    • Digital
    • Otomotif
  • Kementerian
    • Agama
    • Perhubungan
    • Kemaritiman
    • Hukum dan Hak Asasi Manusia.
    • Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
    • Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
    • Pertanian
    • Dalam Negeri
  • Opini
  • Galeri
    • Galeri Foto
    • Galeri Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Ekbis
    • Keuangan
      • Keuangan dan Portfolio
    • Perdagangan dan Jasa
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Pernik
    • Digital
    • Pariwisata
  • Energi
    • Migas & Minerba
    • EBTKE
    • Ketenagalistrikan
    • Dewan Energi
  • Peristiwa
    • Internasional
    • Nasional
      • Daerah
      • Pendidikan
    • Fakta Sejarah
    • Event
    • Olahraga
  • Lingkungan Hidup
    • Oil & Chemical Spill
    • CSR
  • Politik & Hukum
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan & Keselamatan Kerja
    • Potret
    • Hiburan
    • Profil
    • Komunitas
    • Digital
    • Otomotif
  • Kementerian
    • Agama
    • Perhubungan
    • Kemaritiman
    • Hukum dan Hak Asasi Manusia.
    • Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
    • Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
    • Pertanian
    • Dalam Negeri
  • Opini
  • Galeri
    • Galeri Foto
    • Galeri Video
No Result
View All Result
PORTONEWS
No Result
View All Result
Home Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Refleksi Penggunaan Instrumen Kegentingan Memaksa

Oleh: Nur Fauzi Ramadhan/Mahasiswa FH Universitas Indonesia Semester V

by Sofyan Badrie
Selasa, 24 Januari 2023 16:03
Refleksi Penggunaan Instrumen Kegentingan Memaksa
1.528

Di akhir tahun 2022, publik dikejutkan dengan dikeluarkannya dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi. Pertama, pada tanggal 12 Desember 2022 Presiden mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2022 yang berisikan beberapa perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Selanjutnya, pada tanggal 30 Desember 2022 Presiden kembali menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang isinya mencabut ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dikeluarkannya dua perppu tersebut menggenapi total delapan perppu yang telah dikeluarkan oleh Presiden Jokowi selama menjabat dari 2014-saat ini. Jumlah tersebut masih lebih sedikit dari periode Presiden SBY yang selama 10 tahun menjabat telah mengeluarkan 20 perppu.

Salah satu hal yang menjadi keistimewaan Perppu ialah dapat dilakukan dan mengikat setelah ditetapkan oleh Presiden. Sehingga, ketika Perppu tersebut telah disahkan dan segera diundangkan, sudah memiliki kekuatan hukum (erga omnes). Hal demikian merupakan sebuah keistimewaan yang dimiliki oleh Presiden dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
Memang, Perppu merupakan hak subjektif yang dimiliki oleh Presiden yang telah diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Perlu dicatat Pasal 22 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) yang secara substansi mengatur mengenai hak subjektif Presiden untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang merupakan rumusan asli dari BPU-PKI dan PPKI saat merumuskan Undang-Undang Dasar 1945.

Upaya untuk mengubah ataupun mencabut ketentuan tersebut belum dapat atau setidak-tidaknya belum sempat dilakukan saat amendemen 1-4 Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, guna mengatur mengenai perundang-undangan, panitia perumus amendemen saat itu mengusulkan untuk perlunya dibentuk undang-undang yang mengatur mengenai undang-undang itu sendiri. Ide tersebutlah yang menyebabkan lahirnya Pasal 22A naskah Undang-Undang Dasar yang kita kenal sekarang.

Ihwal Kegentingan Memaksa

Selanjutnya, tidak ada batasan mengenai ihwal kegentingan memaksa yang diatur oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang yang mengatur tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yakni, pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, sangatlah minim membahas mengenai peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Terdapat hanya Pasal 11 yang mengatur kedudukan perppu yang setara dengan sebuah undang-undang. Padahal, apabila dapat diulik lebih lanjut maka tentang hak subjektif bisa dijabarkan lebih lanjut seperti sejauh apa suatu keadaan dapat dikatakan sebagai sebuah ihwal kegentingan memaksa, apa saja kewenangan yang dapat diatur melalui instrumen ihwal kegentingan memaksa, dan apa saja batasan mengenai ihwal kegentingan memaksa.
Ihwal kegentingan memaksa sendiri disinggung lebih lanjut dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/VII-2009, yang saat itu menguji konstitusionalitas Perppu Nomor 4 Tahun 2009, tentang Perubahan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sendiri dinyatakan dalam pertimbangan hukum oleh hakim yakni:

1. Adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang;

2. Adanya kekosongan hukum karena belum ada undang-undang yang mengatur, atau undang-undang yang tersedia tidak memadai;

3. Pembuatan undang-undang dengan prosedur biasa memerlukan waktu yang lama sedangkan keadaan yang mendesak perlu kepastian untuk diselesaikan dalam mengatasi kekosongan hukum tersebut
Meskipun demikian, menurut Fitra Arsil (2018) meski putusan MK telah memberikan panduan mengenai makna subjektifitas Presiden, masih terdapat potensi masalah seperti makna kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan kebutuhan hukum, penilaian seperti apa yang dapat digunakan mengenai kekosongan hukum yang ada, dan penjelasan mengenai apa makna dari proses legislasi yang lama sehingga tidak dapat diselesaikan dengan jangka waktu yang cepat. Oleh karenanya, Bagir Manan (2013) memberikan limitasi lebih lanjut mengenai substansi dari sebuah perppu yang hanya dapat mengeluarkan perppu dalam hal mengatur hal administratif, tidak boleh mengatur mengenai sanksi pidana, serta tidak boleh menunda keberlakuan hak asasi manusia.

Dalam praktiknya dewasa ini, setidaknya yang telah dikeluarkan semasa Presiden Jokowi Dodo, baik dalam periode pertama maupun kedua, Perppu yang dikeluarkan mengatur mengenai banyak hal yang cenderung tidak terbatas. Sebagai contoh ialah Perppu Nomor 1 Tahun 2016, yang mengubah sebagian dari Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, mengatur mengenai pemberian kebiri terhadap seseorang yang melakukan tindak kekerasan seksual terhadap anag. Tindakan kebiri sendiri dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk penangguhan hak asasi manusia. Contoh yang terbaru, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang mengatur mengenai pelbagai hal seperti hubungan pusat dan daerah, perpajakan, keuangan negara dan daerah, sampai pembatasan ruang gerak.

Namun, yang menarik ialah pada kedua perppu yang diterbitkan pada akhir 2022 ini. Dalam hal ini, penulis menyoroti dua hal penting dalam kedua perppu ini yakni:

1. Kedua perppu ini ditetapkan setelah berlakunya rezim undang-undang Nomor 13 Tahun 2022 yang telah memperbaharui beberapa ketentuan yang sebelumnya belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 seperti yang paling mencolok ialah mengenai mulai diadopsinya ketentuan peraturan perundang-undangan dengan model omnibus law;

2. Kedua perppu tersebut berpotensi disusupinya ketentuan tertentu setelah munculnya peristiwa hukum yang terjadi sebelumnya.
Untuk yang pertama, kedua perppu memang merupakan produk yang dikeluarkan setelah berlakunya Perubahan Kedua Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah memasukan metode omnibus dalam pembentukan sebuah peraturan perundang-undangan.

Sebelumnya, hanya dikenal tiga tipe pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu dengan undang-undang model baru, perubahan, serta pencabutan. Lalu mengenai undang-undang dengan model pencabutan sendiri dibagi lagi menjadi dua yakni pencabutan dengan penggantian dan pencabutan tanpa penggantian.

Namun, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 mengakomodasi ketentuan pembentukan, perubahan, dan pencabutan dengan model omnibus. Hal demikian berimplikasi pembentukan perppu yang dibentuk dengan teknik omnibus sendiri dapat diterapkan. Kesempatan tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan membentuk Perppu 2 Tahun 2022 dengan teknik omnibus yang secara hukum mencabut ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. (Lihat Pasal 185 Perppu Cipta Kerja)
Kemudian mengenai yang kedua, baik Perppu 1 ataupun Perppu 2 Tahun 2022 dibentuk dengan adanya peristiwa hukum yang memang benar-benar nyata terjadi. Akan tetapi, peristiwa hukum tersebut dijadikan sebagai dalih yang membuka kotak pandora untuk memasukan beberapa ketentuan yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan ihwal kegentingan yang memaksa.

Perppu 1 Tahun 2022 memang mengatur mengenai daerah pemilihan, perangkat penyelenggaraan pemilu, serta alokasi kursi DPR dan DPD yang berubah dengan disahkannya empat Undang-Undang baru hasil pemekaran dari Provinsi Papua serta sebagai respon dari Putusan MK Nomor 80/XX-2022. Akan tetapi, selain mengatur mengenai daerah pemilihan, perangkat penyelenggaraan pemilu, serta alokasi kursi DPR dan DPD Perppu ini juga mengatur mengenai nomor urut partai politik peserta pemilu yang tidak ada kaitannya dengan ihwal kegentingan memaksa. Dalam ketentuan Pasal 183 ayat (3) diatur mengenai partai politik yang dinyatakan lolos ferifikasi partai politik dapat menggunakan nomor urut yang sama dengan pemilihan umum periode sebelumnya.

Sementara itu, Perppu 2 tak kalah uniknya dengan perppu sebelumnya. Dalam Pasal 185 perppu ini diatur bahwa Perppu ini mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Padahal, dalam amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVII telah menyatakan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara formil karena salah satunya tidak adanya partisipasi bermakna dalam pembentukan undang-undang tersebut. Alih-alih memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 agar sesuai dengan partisipasi yang bermakna, pemerintah justru memutuskan perppu sebagai jalan keluar dari permasalahan yang ada.
Dari kedua perppu tersebut dapat diambil pelajaran yang dapat menjadi refleksi bagi pembentuk undang-undang tentang kegentingan memaksa yang diatur dalam perppu. Menurut hemat penulis, perlu ada ketentuan yang mengatur mengenai pembatasan dari penggunaan perppu itu sendiri. Hal tersebut bukanlah bentuk upaya untuk mereduksi kekuasaan subjektif dari Presiden, akan tetapi sebagai salah satu bentuk kontrol akan pengeluaran perppu yang dikeluarkan.

Pun masalah tidak selesai sampai di situ, persoalan selanjutnya muncul bagaimana status perppu dan kepastian hukum dengan perppu yang sudah menjadi undang-undang? Mengenai hal tersebut, maka yang dapat dilakukan ialah tetap memberikan keberlakuan hukum terhadap perppu yang sudah menjadi undang-undang sebelumnya dengan alasan non-retroaktif dalam pembentukan undang-undang dan demi terciptanya kepastian hukum. Oleh karenanya, menurut hemat penulis, perlu kiranya kajian lebih lanjut mengenai hal demikian. Menarik menyaksikan langkah apa yang akan dilakukan oleh pemerintah selanjutnya.

Share this:

  • Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)

Menyukai ini:

Suka Memuat...

Related

Edisi Terakhir Portonews

LEBIH MUDAH DENGAN APLIKASI PORTONEWS :

  • Peta Situs
  • Tentang Kami
  • Alamat
  • Redaksi
  • Informasi Iklan dan Berlangganan
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Info Karir

Copyright © 2022 PORTONEWS

No Result
View All Result
  • Home
  • Ekbis
    • Keuangan
      • Keuangan dan Portfolio
    • Perdagangan dan Jasa
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Pernik
    • Digital
    • Pariwisata
  • Energi
    • Migas & Minerba
    • EBTKE
    • Ketenagalistrikan
    • Dewan Energi
  • Peristiwa
    • Internasional
    • Nasional
      • Daerah
      • Pendidikan
    • Fakta Sejarah
    • Event
    • Olahraga
  • Lingkungan Hidup
    • Oil & Chemical Spill
    • CSR
  • Politik & Hukum
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan & Keselamatan Kerja
    • Potret
    • Hiburan
    • Profil
    • Komunitas
    • Digital
    • Otomotif
  • Kementerian
    • Agama
    • Perhubungan
    • Kemaritiman
    • Hukum dan Hak Asasi Manusia.
    • Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
    • Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
    • Pertanian
    • Dalam Negeri
  • Opini
  • Galeri
    • Galeri Foto
    • Galeri Video

Copyright © 2022 PORTONEWS

1
Translate »
%d blogger menyukai ini: