Jakarta, Portonews.com – Pemerintah Indonesia telah menetapkan target pengurangan emisi karbon sebesar 912 juta ton CO2 atau sebesar 32% pada tahun 2030, yang termaktub di dalam Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC). Sementara target penyusutan emisi sektor energi diketok sebesar 358 juta ton CO2 di tahun 2030.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa pemerintah terus berupaya keras dengan mengeluarkan beberapa jurus untuk membidik target penurunan emisi sektor energi. Pertama, yaitu melalui perdagangan karbon sektor ESDM yang telah berjalan semenjak awal tahun ini.
“Indonesia itu bisa menciptakan Market untuk perdagangan karbon, regulasinya sudah selesai, sudah ada transaksi, sudah ada pihak-pihak yang melakukan jual beli. Dapat dikatakan perdagangan karbon sektor ESDM ini sudah jalan, sejak 1 Januari tahun ini, meskipun tidak secara langsung,” ujarnya pada acara Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024 di Jakarta, Jumat (15/12/2023).
Selanjutnya, Dadan mengatakan pemerintah juga tengah menggodok penyelesaian Peraturan Presiden untuk Carbon Capture Storage / Carbon Capture Utilization Storage (CCS/CCUS) untuk mengaktifkan CCS di luar industri minyak dan gas bumi (migas).
Saat ini sudah ada 15 proyek CCS/CCUS yang sedang dalam tahap studi atau preparation stage, dengan delapan diantaranya dijadwalkan onstream sebelum tahun 2030. Hal itu menjadikan Indonesia menjadi yang terdepan di Asia Tenggara dalam pengelolaan carbon di industri migas. Dengan potensi kapasitas penampungan storage CO2 di lapangan migas Indonesia mencapai angka 570 Giga Ton CO2 tersebar di 20 cekungan.
“ESDM ini akan Leading duluan untuk tingkat ASEAN kalau untuk CCS yang berasal dari Migas, kebetulan kita punya keleluasaan dari sisi regulasi, sehingga ini paketnya masuk ke dalam paket-paket pengusahaan migas karena kita punya potensi yang besar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dadan menyebutkan bahwa presiden telah melakukan groundbreaking hilirisasi blue ammonia Asap Kido Merah beberapa waktu lalu, ini mengindikasikan bahwa pemerintah sudah mengarah pada upaya-upaya untuk melakukan transisi energi lebih cepat. Dengan blue ammonia, dapat diartikan bahwa dari sisi proses sudah dilakukan pengurangan-pengurangan sehingga emisi yang dihasilkan jauh berkurang untuk memproduksi ammonia tersebut.
“Uji coba sudah dilakukan di awal tahun untuk pemanfaatan ammonia untuk sebagai cofiring di PLTU. Kemudian kita bisa melihat produksi hidrogen, seperti yang dibuat oleh PLN di PLTGU Muara Karang, disitu yang asalnya dari listrik, kemudian ada proses elektrodisa menghasilkan hidrogen, sehingga dapat dilihat lagi dari hidrogen bisa kembali lagi ke listrik,” imbuhnya.
Kemudian adalah hilirisasi mineral, sebutnya, pemerintah kini mengawasi secara ketat progres penyelesaian smelter untuk hilirisasi mineral, karena ini adalah modal utama untuk storage ketika listrik dihasilkan. Selain itu, pemerintah juga ingin meningkatkan nilai tambah dari mineral dan bisa mengembangkan industri di dalam negeri.
Pemerintah, imbuh Dadan, juga telah mengakomodir untuk pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia, sehingga mengurangi kendaraan berbasis fossil, dengan memberikan berbagai insentif menarik seperti berupa pengurangan PPN 10% untuk mobil listrik. “Kemudian insentif Rp7 juta untuk motor listrik yang baru juga sudah berjalan, dan insentif untuk konversi motor listrik malah dinaikkan dari Rp7 juta menjadi Rp10 juta, sekarang pun sudah ada regulasinya untuk hal tersebut,” tandas Dadan.