Jakarta, Portonews.com – Jauh sebelum energi baru terbarukan menjadi isu dan kampanye Internasional di negara-negara maju, rupanya Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin di Probolinggo Jawa Timur lebih dulu membangun dan mengembangkan energi baru terbarukan.
Betapa tidak, menurut penuturan KH Muhammad Ghazali, pembantu pengasuh pondok, pesantren salafiyah yang didirikan oleh (Alm.) KH Khozin Syamsul Mu’in ini membangun dan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) sejak era tahun 1970 -an. Lokasi pesantren berada di Desa Blado Wetan, Kecamatan Banyuanyar. Dari Kota Probolinggo jaraknya sekitar 15 kilometer ke arah timur. Masyarakat sekitar menyebut lembaga pendidikan ini dengan sebutan Pondok Pesantren Blado. Karena letaknya di Desa Blado Wetan.
Listrik berbasis air atau hidro ini berkapasitas 9000 Watt. Ia turut menerangi denyut kehidupan pesantren yang telah berusia 81 tahun ini. Seluruh kamar santri, ruang kelas, guru, ruang pengurus pondok, perpustakaan, komputer hingga kebutuhan masjid, semisal lampu, kipas, dan pengeras suara.
Pembangkit listrik tenaga air di pesantren ini berasal dari aliran air sungai. Kebetulan di sekitar pesantren terdapat aliran sungai. Aliran airnya relatif deras. Jaraknya pun tidak terlampau jauh. Sekitar tiga meter. Hanya dibatasi jalan beraspal. Tipis-tipis dan sedikit berlubang. Sedang lebar daerah aliran sungai berkisar sekitar dua meter. Kendati demikian, sungai tersebut memiliki debit air relatif besar. Cukup untuk menggerakkan tiga turbin besi.
Menurut Abdul Wahid, guru pondok, debit air sungai mampu memutar tiga turbin besi. Turbin berputar selama 24 jam. Masing-masing turbin memiliki gardu generator. “Di dalam gardu generator terdapat roda-roda yang meneruskan hasil putaran dari turbin. Dari putaran turbin tersebut dihasilkan energi yang disalurkan ke generator sehingga dapat menghasilkan daya listrik,” terang Abdul seperti ditulis di blog himnt.
Selanjutnya, kata Abdul, daya listrik disalurkan ke dalam sekring yang ada di dalam gardu generator. Dari sekring kemudian disalurkan ke sekring kedua yang ada di komplek pondok sebelum disebar ke titik-titik penggunaan.
Berdasarkan sumber dari Himpunan Alumni Pesantren Nahdlatut Thalibin (Himant), tiap generator mampu menghasilkan energi listrik sebesar 3.000 Watt. Jadi, tiga generator memasok energi listrik sekitar 9.000 Watt. Semula pesantren memiliki empat turbin. Tetapi dalam perkembangannya, satu turbin rusak. Hingga kini belum diperbaiki.
Pasokan energi listrik tenaga air dimanfaatkan untuk keperluan madrasah, pondok putra, dan pondok putri. Saat ini terdapat 500 santri putra dan 700 santri putri yang menempati pondok. Satu turbin menghasilkan listrik untuk 42 kamar di pondok putra I. Aliran listrik hasil tenaga air juga dimanfaatkan untuk lampu, kipas, mesin air, dan mengcharge senter.
Menurut Muhammad Ghazali, gagasan mendirikan pembangkit listrik tenaga hydro berasal dari KH. Ahmad Nizar Jakfar. “Beliau dibantu tim teknisi, Bapak Abdul Qodir. Inilah ide cerdas, kejelian, kreasi, dan inovasi serta keinginan kuat dari KH Ahmad Nizar agar pesantren dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhannya di sektor penerangan,” ungkap KH Muhammad Ghazali pada Portonews, Senin (28/8/2023).
Sebelum berdirinya pembangkit listrik tenaga hydro, lanjut Muhammad Ghazali, kondisi pesantren gelap gulita. Untuk memenuhi kebutuhan penerangan digunakan lampu petromax dan lampu teplok. Alat penerangan ini cukup membantu para santri dan para ustadz dalam menyelenggarakan proses belajar-mengajar hingga aktivitas lainnya, seperti pengajian kitab, peribadatan, dan lain lainnya. Utamanya saat malam hari tiba.
Pemanfaatan energi berbasis air ini, tambah Muhammad Ghazali, selain ramah lingkungan, tentu lebih hemat bila dibandingkan dengan pembangkit listrik dengan diesel atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). “Walau begitu, PLTD tetap digunakan saat listrik berbasis air tidak berfungsi karena datangnya musim kemarau sehingga debit air sungai menyusut,” terang Muhammad Ghazali.
Berkat pembangkit listrik berbasis air ini, ungkap Muhammad Ghazali, kebutuhan penerangan sehari-hari para santri terpenuhi. Misalnya, di tiap kamar santri ada lampu, ruang belajar, ruang guru dan perpustakaan juga diterangi lampu dari tenaga air.
“Jumlah santri putra ada 500 anak. Untuk santriwati ada 600 anak,” kata Muhammad Ghazali. Merekalah yang kini menikmati manfaat dari keberadaan listrik yang ramah lingkungan tersebut.
Lebih jauh Muhammad Ghazali mengutarakan bahwa pesantren juga memanfaatkan suplay listrik dari PLN. Namun hanya digunakan untuk sedikit keperluan pondok. Misalnya, untuk masjid, yang notabene milik masyarakat sekitar pesantren. Selain masjid, kediaman pengasuh pesantren juga menggunakan listik PLN.
Untuk pemeliharaan pembangkit, kata Muhammad Ghazali, dilakukan secara rutin dan berkelanjutan. Yang bertugas melakukan perawatan atau biasanya disebut P3L hanya perlu melumaskan oli khusus pada turbin yang dilakukan setiap bulan. Sedang perawatan tahunan, dilakukan dengan mengganti karet roda. Sebab karet roda mudah longgar. Apalagi sudah digunakan setahun. Untuk turbinnya lebih tahan lama karena terbuat dari besi.
Hal tersebut diamini oleh Kepala Petugas Perbaikan dan Pengoperasian Listrik (P3L) Abdul Wahid. Ia menuturkan perawatan rutinnya pun tergolong mudah. P3L hanya perlu memberikan pelumas pada turbin setiap bulan. Sementara tiap tahun, karet roda harus diganti karena biasanya telah kendur. Adapun turbinnya relatif tahan lama karena terbuat dari besi.”Kalau arus air sedang kecil, kami mempunyai diesel sebagai cadangan,” kata Wahid
Menarik minat penelitian mahasiswa Unej
Keberadaan dan kemanfaatan pembangunan listrik tenaga air di Pesantren Nahdlatut Thalibin yang kini diasuh oleh KH Thoha Khozin ini, tidak pelak menarik minat mahasiswa dari Universitas Jember (Unej). Adalah Novita Risna Sari, Sudarti, dan Yushardi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Pendidikan Fisika, Universitas Jember, melakukan penelitian. Bahkan hasil penelitiannya ditulis di Jurnal Pendidikan Mandala Vol. 7. No. 2 Juni 2022. Judul penelitiannya “Analisis Pemanfaatan PLTMH di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Kabupaten Probolinggo”.
Penelitian mahasiswa tersebut dilakukan pada April 2022 hingga Mei 2022 di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin, Blado. Metodenya menggunakan dua cara, yaitu pengumpulan data dengan terjun ke lapangan dan studi kepustakaan.
Mereka menyimpulkan ditulisannya, pasokan listrik yang dihasilkan oleh PLTMH di Pesantren Nahdlatut Thalibin membantu keperluan sehari-hari dalam pengadaan energi listrik.
Selanjutnya, tulis mereka, penggunaan PLTMH dapat membantu pihak pondok pesantren dalam mengurangi biaya yang mesti dikeluarkan untuk membayar listrik PLN. Selain itu perawatan dan penggunaan PLTMH cukup mudah untuk dilakukan. Listrik yang dihasilkan oleh tiga turbin PLTMH sekitar 9000 Watt.
Tetapi ada kelemahan saat menggunakan PLTMH ini, yakni jika dalam keadaan musim kemarau debit airnya kecil, sehingga jika debit air tidak mencukupi untuk memutar turbin maka PLTMH ini tidak dapat digunakan. Demikian inovasi dan kreatifitas insan pesantren Nahdlatut Thalibin. Demi untuk menegakkan prinsip kemandirian, mereka memanfaatkan sungai sebagai sumber penerangan listrik berbasis energi terbarukan yang ramah lingkungan dan energi masa depan Indonesia.
Pasalnya, berdasarkan laporan Ditjen Ketenagalistrikan Januari 2020 energi air di Indonesia yang telah dimanfaatkan hingga tahun 2019 sebesar 5.976,03 MW atau sekitar 6,4% dari total potensi yang ada. Padahal potensi air sebagai pembangkit listrik tenaga air yang tersebar di Indonesia total estimasinya yaitu 75.000 MW. Jadi, sudah saatnya pemerintah memaksimalkan potensi energi ramah lingkungan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia.