Jakarta, Portonews.com – Pada Rabu (30/3/2022) organisasi non pemerintah yang tergabung dalam Presidium Nasional Jaringan Kerja Ibu Kota Negara, disingkat JAGA IKN, yang terdiri dari; Simpul Advokasi Angkatan ’98 (SIAGA ’98), Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktifis ’98 (PPJNA ’98) dan PIJAR ’98 mendatangi gedung KPK. JAGA IKN dikomandani oleh Anto Kusumayudha dan Sulaiman Haikal sebagai Sekum.
Mereka menyampaikan Permohonan Pencegahan dan Monitoring Terhadap Pendanaan Ibu Kota Negara (IKN) dan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara (IKN Nusantara) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Menurut Hasanuddin, ketua pelaksana harian JAGA IKN, terkait dengan akuntabilitas dan transparansi Pendanaan IKN dan IKN Nusantara perlu pencegahaan dan monitoring yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).
Terhadap hal ini, maka Jaga IKN memandang KPK RI harus terlibat dalam pencegahan dan monitoring dalam hal pendanaan dan pembangunan IKN.
“Secara khusus keterlibatan ini setidaknya melakukan pencegahan dan monitoring dalam perencanaan, pelaksanaan dan operasionalisasi pembangunan IKN dan IKN Nusantara,” kata Hasanuddin.
Dia melanjutkan, dalam ruang lingkup pencegahan, ikut serta memberikan pengertian terhadap kalimat “Sumber lain yang sah” sebagaimana Pasal 24, ayat (1) huruf b UU Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dengan merumuskan pengertian secara spesifik, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan, dengan prosedur yang ketat, akuntabel dan transparan untuk menghindari terjadinya conflict of interest (konflik kepentingan) dan mencegah masuknya dana illegal (Narkotika, Terorisme, Korupsi-TPPU, Money Loundring, Perjudian, illegal logging, illegal fishing, dlsb) melalui skema crowdfunding dan bentuk kerjasama lainnya yang berpotensi menciderai pembangunan IKN dan IKN Nusantara.
“Melakukan monitoring terhadap pejabat yang telah dan/akan melakukan negosiasi dengan pihak internasional dan/atau swasta asing di dalam negeri terkait pendanaan IKN dan IKN Nusantara, padahal pengaturan tentang sumber dan skema pendanaan (peraturan pemerintah/PP) sedang dalam pembahasan dan belum ditetapkan,” tandas Hasanuddin.
Hasanuddin mengatakan, pihaknya yang tergabung dalam Presideum Nasional JAGA IKN berpendapat dan berpendirian bahwa demi menghormati dan mempedomani Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai Negara yang merdeka, berdaulat, dan mandiri.
“Kita menolak keterlibatan asing dalam pendanaan, pembangunan dan operasionalisasi IKN dan IKN Nusantara”.
Dasar pertimbangannya adalah pertama, Ibu Kota Negara (IKN) dan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara (IKN Nusantara) adalah bagian dari sejarah nasional dan proyek strategis nasional untuk mewujudkan tujuan bernegara.
Kedua, sebagai proyek strategis nasional, Pembangunan IKN dan IKN Nusantara tidak hanya direncanakan sebagai bagian dari penataan wilayah dan perekonomian nasional, melainkan juga pertahanan nasional.
Ketiga, sebagai bagian pertahanan nasional, IKN dan IKN Nusantara adalah tempat dimana Kepala Negara dan/atau Kepala Pemerintahan, serta pemerintah pusat menjalankan tugas kenegaraan dan membuat keputusan strategis kenegaraan dan pemerintahan.
Keempat, sebagai IKN dan IKN Nusantara dari negara yang merdeka dan berdaulat, maka perencanaan pembangunan, pelaksanaan dan operasionalisasinya harus mempertimbangkan sisi pertahanan nasional yang mencerminkan kedaulatan dan kemandirian negara, yang dapat dilihat dari sumber dan skema pendanaan pembangunan IKN dan IKN Nusantara.
Oleh sebab itu, sumber dan skema pendanaan selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanjara Negara (APBN) dan sumber lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 24, ayat (1) huruf b UU Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara; “sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, haruslah dimaknai sebagai bentuk pendanaan bersumber dari dalam negeri dan/atau melibatkan potensi sumber daya nasional, yang terikat dan menjadi satu kesatuan dengan mempedomani Pasal 20 tentang Pertahanan dan Keamanan.
Dalam hal dimaknai secara berbeda, dan/atau dimaknai luas dari kalimat “sumber lain yang sah”, sehingga dimungkinkan keterlibatan pendanaan dari luar negeri, kerjasama internasional, negara lain, swasta asing, dlsb, hal ini patutlah dianggap telah menciderai spirit penetapan IKN dan IKN Nusantara dan “pemaknaan luas ini”, dapatlah dianggap sebagai skema pendanaan yang berpotensi memiliki conflict of interest (konflik kepentingan) tidak hanya pada soal kedaulatan dan kemandirian negara, melainkan juga memiliki “motif lain” atas nama pembangunan IKN dan IKN Nusantara.
Apa yang dimaksud dengan menciderai spirit berdirinya IKN adalah diabaikannya ruh penetapan berdirinya Ibu Kota Negara sebagaimana dapat dilihat dari dokumen hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Tetap Sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia dengan Nama Jakarta, dan catatan sejarah lainnya terkait Ibu Kota Negara dimasa menjelang dan permulaan kemerdekaan.
Terhadap hal ini, maka, IKN dan IKN Nusantara sebagai pusat pertahanan dan keamanan nasional dalam perencanaan, pelaksanaan dan operasionalisi pembangunannya perlu melibatkan perencanaan dan pengawasan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Badan Intelijen Negara (BIN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan/atau Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas).