Ketika pandemi Covid-19 mulai merebak di kuartal pertama 2020, HRMC mendapat kesempatan untuk belajar dari rekan-rekan diaspora yang ada di Australia dan Qatar bagaimana organisasi mereka meresponi situasi yang terjadi dan memastikan bisnis tetap berjalan.
Salah satu perusahaan migas di Australia menghadapi situasi pandemi dan jatuhnya harga minyak dengan berbagai cara, diantaranya, reaksi yang cepat dan agresif dengan memprioritaskan kesehatan dan keselamatan pekerja serta menjaga offshore assets sebagai sumber cash flow.
Kemudian, memprioritaskan proyek dengan tetap melaksanakan komitmen kerja serta kesempatan untuk rephasing spend, rescope and reprice. Lalu, menyelaraskan kebijakan SDM seperti hiring freeze tapi fresh-graduate recruitment tetap berjalan dan tidak adanya pengurangan tenaga kerja dengan remunerasi yang ditunda (deferred).
Selanjutnya, dalam hal implementasi business continuity dilakukan dengan cara dukungan teknologi (cloud) sangat penting untuk keberlangsungan karena remote working. Sedangkan, bagi pekerja di kantor diadakan split team (merah-biru), dan back office gold team remote. Di sisi lain, untuk pekerja lapangan roster bergantian sesuai pembatasan pemerintah.
Tips and Tricks
Untuk mencapai kesuksesan implementasi bisnis, yang bisa dilakukan adalah dengan me-reset harapan, tetap in-touch dengan anak buah (coaching although challenging), dan tetap optimis karena optimisme itu menular.
Berdasarkan observasi, outlook ke depannya Australia akan sedikit demi sedikit membuka pembatasan, harus siap mental bahwa angka pengangguran akan meningkat. Ada keyakinan bahwa industri migas akan bertahan karena sudah terbiasa dengan siklus harga minyak yang fluktuatif.
Disamping itu, masih ada demand dan renewable masih immature, merger dan akuisisi kemungkinan meningkat. Setelah pandemi akan ada new normal di mana kombinasi antara bekerja dari kantor dan remote, online training menjadi biasa, dan perjalanan untuk bisnis menjadi sangat berkurang.
Dari perspektif bisnis/operasi perusahaan, peran SDM sangat penting untuk menunjang kelangsungan bisnis di situasi emergency, pandemi Covid-19 dan oil price crash antara lain, peran aktif HR di saat krisis dengan cepat dapat menyelaraskan kebijakan dengan kondisi terkini yang dibutuhkan.
Peran tersebut tentunya juga harus mengutamakan aspek health and safety terutama sumber daya manusianya dan untuk sementara tidak melakukan redundancy. Kegiatan HR lainnya adalah memberi masukan tentang hal hal terkait dengan regulasi pemerintah terkait dengan ketenagakerjaan.
Selanjutnya, memfasilitasi kepentingan perusahaan dengan kepentingan karyawan terutama dalam hal memanage both physical and mental wellbeing dari karyawan terutama saat saat Work From Home (WFH), karena WFH bisa menyebabkan tingkat domestic violence meningkat.
Lalu, merancang e-learning yang terstruktur sehingga karyawan bisa tetap upskilling dan bisa fokus sesuai aspirasi karirnya, serta mengelola komunikasi yang efektif dengan perusahaan.
Ada hal bisa dipelajari dari penanganan pandemic, dimana recovery factor cukup baik di Australia, seperti pemerintah cukup tegas dan agresif/cepat mengambil keputusan dalam melakukan pembatasan bertahap, kerjasama yang baik antara pemerintah pusat, negara bagian dan partai oposisi satu suara. Hal ini berdampak pada kepatuhan warga, overall social distancing berjalan. Ditambah dukungan economic stimulus dari pemerintah.
Sekarang kita beralih ke Qatar yang sedikitnya mirip dengan Australia, di mana pemerintah menerapkan kebijakan yang strict termasuk penalti. Karena negaranya kaya, maka pemerintah memberikan keringanan, menurunkan harga barang barang, membebaskan sewa.
Salah satu perusahaan migas di Qatar cukup unik karena selain sebagai state owned oil company, juga berperan sebagai pembuat kebijakan. Dalam menghadapi pandemi Covid-19 HR di salah satu perusahaan migas di Qatar memperhatikan empat pilar:
- Strategic business partner
- Change management
- Employee advocate – moral karyawan harus di jaga
- Execution & administration
Sementara itu, tahapan yang dilakukan antara lain, membentuk team external dan HR Crisis Management team internal, mengubah kebijakan terkait travel (memasukkan unsur prosedur karantina) dan kebijakan terkait lainnya (medical, recruitment, training, dan lain-lain), menerapkan WFH termasuk reduced working hours from office, dedicated clinics for covid case management, memobilisasi pekerja asing dan memonitor pekerja yang terdampak, mengubah siklus shift menjadi lebih lama (4/4 ke 7/7) untuk offshore dan onshore, serta komunikasi yang berkesinambungan dan update secara regular kepada pekerja dan otoritas.
