Jakarta, Portonews.com-Memperingati peristiwa turunnya Al Qur’an dengan pesta, makan-makan dan lain-lain apalagi sarat dengan muatan politik praktis bukan cara orang- orang shaleh yang Muttaqin. Tetapi mereka menggiatkan membaca Al Qur’an membaca dan membaca lagi dengan penuh derai air mata penuh kekhusukan dan penghayatan. Apalagi di bulan Ramadhan bulan Al Qur’an.
“Begitulah generasi atau insan Qur’ani mencintai Al- Qur’an, mohon maaf tidak maksud melarang acara Nujulul Qur’an sangat bagus untuk Syi’ar, tapi mereka tidak pernah merayakan Nujulul Qur’an,tapi sholatnya membaca ratusan ayat Al Qur’an, sementara kita sebaliknya. Karena mereka para ulama terdahulu begitu memahami arti dari Ramadhan, bulan Al Qur’an dan begitu kuatnya mencintai Al-Qur’an, maka bila bulan ramadhan tiba mereka mengkhususkan diri untuk membaca Al Qur’an,” kata Plt Ketua PW. NU Kalimantan Selatan, H. Nasrullah, AR. SPd.I,. SH,. MH., dalam tulisannya.
Dia lantas mencontohkan, seperti Imam az-Zuhri dan Sufyan ats-Tsauri, dalam satu bulan khatam Al Qur’an berpuluh puluh kali. Al Imam Qatadah umpamanya, di luar Ramadhan khatam setiap tujuh hari, di dalam Ramadhan khatam setiap tiga hari,dan di sepuluh terakhir khatam setiap hari. Sementara Imam Syafi’i di luar Ramdhan setiap hari mengkhatamkan sekali, dan didalam bulan Ramadhan setiap hari khatam dua kali. Itu semua diluar sholat.
Ulama Ahlus Sunah Wal jama’ah terdahulu tidak pernah aneh-aneh mengkolaborasikan kepentingan yang sangat duniawi, namun setiap hari khatam Al-Qur’an ada yang sekali ada yang dua kali.
“Sementara kita, khatam sekali saja sudah puas dan gembira, yang sangat membuat hati merasa seakan jauh panggang dari pada api dengan ulama terdahulu, membaca satu dua ayat saja mau diperlombakan, mohon maaf sekali lagi untuk semata mata kepentingan temporer duniawi.Hanya Rahmat,magfirah pembebasan dari azab neraka dari Allah-lah yang kita nantikan. Betapa sering kita membaca, mendengar ayat-ayat Al-Qur’an akan tetapi semua itu seakan-akan tidak meninggalkan bekas sekalipun. Hati kita kaku dan keras, sekeras bebatuan. Iman kita tak kunjung bertambah, bahkan senantiasa terkikis oleh kemaksiatan kepentingan dunia. Dan kehidupan kita semakin jauh dzikir kepada Allah. Mari kita ikuti ulama yang sudah disampaikan pada alinea di atas dan kami yakin ulama tersebut yang selaras dengan yang dimaksudkan oleh Fiman Allah SWT,” papar Sekretaris MUI Kalimantan Selatan ini.
Nasrullah turut mengutip ayat dari Al-Qur’an Surat Al- Anfal yang berbunyi, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, yaitu orang orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rejeky yang kami berikan kepada mereka, itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Allah dan ampunan serta rejeki nikmat yang mulia.”
Dia pun mengajak kaum Muslim untuk memuliakan Al-Qur’an dan bulan suci Ramadhan. Sebagai tambahan, Nasrullah mengisahkan, ada sebuah hikayat. Ada seorang majusi penyembah matahari melihat anaknya tidak tahu diri dalam bulan Ramadhan makan di pasar ditambah saling membully, saling mendiskreditkan satu sama lain.
“Lalu ia menghajarnya dengan pukulan dan berkata, kenapa kamu tidak tahu diri dalam bulan Ramadhan, yang seharusnya engkau pandai menghormati umat Islam yang telah berpuasa. Akhirnya, orang orang majusi ini meninggal dunia, dan pada suatu malam seorang alim mimpi bertemu dengannya. Ia berada di ranjang indah di surga, ketika ditanya Anda orang majusi kenapa di tempat ini? Seorang majusi menjawab betul, semula aku memang orang majusi, tetapi menjelang maut tiba, tersentuh hatiku untuk memeluk Islam, saat itu aku mendengar di atasku berkata, ‘hai para malaikatKu jangan biarkan ia mati tersesat dengan agama majusinya, angkat dia menjadi seorang muslim terhormat, sebab dia telah menghormati bulan Ramadhan,'” tuturnya.
Nasrullah berkesimpulan, apa yang menjadi poin dari hikayat ini adalah, seorang majusi saja dimuliakan dan dijadikan muslim terhormat. “Berkah memuliakan Ramadhan apalagi kita semua dikenal masyarakat agamis saya yakin di bulan suci ini pasti mendapat kemuliaan dari Allah SWT,” tutupnya