PORTONEWS
Advertisement
  • Home
  • Ekonomi
    • Keuangan
    • Infrastruktur
    • Transportasi
  • Bisnis
    • Pernik
    • Digital
    • Pariwisata
  • Oil & Chemical Spill
  • Migas & Minerba
  • Peristiwa
    • Internasional
    • Nasional
  • Lingkungan Hidup
  • Profil
  • Galeri
    • Galeri Foto
    • Galeri Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Ekonomi
    • Keuangan
    • Infrastruktur
    • Transportasi
  • Bisnis
    • Pernik
    • Digital
    • Pariwisata
  • Oil & Chemical Spill
  • Migas & Minerba
  • Peristiwa
    • Internasional
    • Nasional
  • Lingkungan Hidup
  • Profil
  • Galeri
    • Galeri Foto
    • Galeri Video
No Result
View All Result
PORTONEWS
No Result
View All Result
Home Laporan Utama

Pembangkit Listrik Blok Rokan Seharusnya Jadi Milik Negara

Oleh : Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman

by Sofyan Badrie
Minggu, 4 April 2021 15:46
Pembangkit Listrik Blok Rokan Seharusnya Jadi Milik Negara
1.411

Perusahaan yang terafiliasi dengan Chevron Corporation yaitu PT Mandau Citra Tenaga Nusantara (PT MCTN) ternyata tetap bersikap ngotot akan melakukan penjualan pembangkit listrik dengan kapasitas 300 Mega Watt berteknologi Congeneration (Congen) di blok Rokan dengan mekanisme tender. Pasalnya, Chevron Pasifik Indonesia tidak mau menyerahkan pembangkit tersebut kepada negara. Mereka beralasan, pembangkit itu bukan merupakan aset yang diganti oleh cost recovery.

Hal itulah yang akan menjadi ganjalan bagi tim transisi pada tahapan peralihan operator blok Rokan dari Chevron ke Pertamina pada 8 Agustus 2021. Karena itu, wajar saja hal ini mengkhawatirkan banyak pihak, yaitu mulai dari Kementerian ESDM, SKKMigas hingga Pertamina. Sebab, selain pembangkit itu sangat dibutuhkan oleh Pertamina dalam mengoperasi produksi blok Rokan, juga karena pembangkit tersebut selain menghasilkan strum, menghasilkan steam yang akan diinjeksikan kedalam reservoir agar sisa minyaknya bisa naik ke atas untuk bisa di produksi.

Sebagai catatan, sejak tahun 2001 PT MCTN telah dikuasai 95 persen sahamnya oleh Chevron Corporation lewat Chevron Standard. Sisanya 5 persen dimiliki oleh PT Nusa Galih Nusantara, sehingga kengototan PT MCTN terkesan semakin mempertegas mereka tidak rela melepas blok Rokan, meskipun sudah hampir 100 tahun telah menikmati legitnya hasil migas dari daerah Riau.

Jika ditinjau dari perspektif hukum yang berlaku di Indonesia, sesungguhnya tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan karena persoalannya simpel dan sangat mudah menyelesaikannya.

Jika merujuk pernyataan Pelaksana Tugas Kepala Devisi Program SKKMigas Susana Kurniasih, kepada Katadata Rabu (31/3/2021) bahwa selama beroperasi pembangkit strum Blok Rokan berada diatas negara dan tidak pernah membayar biaya sewa sesuai perjanjian.

Pada kesempatan yang sama, *Deputy Keuangan dan Monestasi SKKMigas Arief S Handoko tak kalah berangnya, dia mendesak agar aset tersebut diserahkan pada negara untuk kemudian dikelola oleh PLN*, dan tidak masuk akal jika aset yang mau ditenderkan hanya berusia tiga tahun, hal itu berpotensi pemenang tender tersebut akan meraup untung besar dari hasil jualan listrik kepada Pertamina, karena tidak punya pilihan.

Selain itu, Arief mengatakan bahwa PT MCTN telah mendapatkan keuntungan jauh melebihi dari nilai investasi awal sebesar USD 200 juta, sedangkan tagihan listrik oleh MCTN ke Chevron dapat mencapai USD 80 juta per tahun hingga 2020, luar biasa memang keuntungan yang diperoleh. “Dugaan transfer pricing sangat kental, adik usahanya mau diuntungkan besar dari hasil cost recovery itu yang tidak benar, saya marah benar,” kata Arief.

Jauh sebelumnya, pada tahun 2008 BPK RI berdassrkan hasil audit investigasi telah menemukan kerugian negara sebesar USD 1, 2 Miliar terhadap kerjasama pengadaan listrik steam congen sampai dengan 2013 dengan PT MCTN tanpa tender, Tempo (11/9/2008) berjudul, Chevron Akan Bawa Audit BPK Ke Arbitrase.

Nah, jika pembangkit itu berada di atas tanah negara, dan tidak pernah membayar sewa, maka secara otomatis semua aset pembangkit listrik itu merupakan milik negara.

Hukum agraria kita berdasarkan Hukum Adat. Kalau pihak PT MCTN keberatan, segera pidanakan mereka seperti DL Sitorus pemilik PT Torgamba yang telah merambah lahan negara seluas 46.000 ha dalam kasus Lahan Register 40 di Sumatera Utara. Oleh sebab itu, SKKMigas dan Pertamina tidak usah pusing terhadap hal tersebut. Segera lakukan langkah hukum atas semua temuan BPK ke penegak hukum untuk diproses lebih lanjut, disertai minta pendapat hukum ke Jamdatun Kejagung agar ditemukan solusi menguntungkan bagi negara.

Jika pembangkit itu lagi diproses secara hukum, akan amat sulit ada peserta lelang mau ikut menawar tender tersebut, kecuali hanya mafia.

Related

Edisi Terakhir Portonews

LEBIH MUDAH DENGAN APLIKASI PORTONEWS :

ADVERTISEMENT
  • Peta Situs
  • Tentang Kami
  • Alamat
  • Redaksi
  • Informasi Iklan dan Berlangganan
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Info Karir

Copyright © 2020 PORTONEWS

No Result
View All Result
  • Home
  • Ekonomi
    • Keuangan
    • Infrastruktur
    • Transportasi
  • Bisnis
    • Pernik
    • Digital
    • Pariwisata
  • Oil & Chemical Spill
  • Migas & Minerba
  • Peristiwa
    • Internasional
    • Nasional
  • Lingkungan Hidup
  • Profil
  • Galeri
    • Galeri Foto
    • Galeri Video

Copyright © 2020 PORTONEWS

Translate »