Jakarta, Portonews.com – Keputusan pemerintah yang meniadakan mudik lebaran 2021 merupakan langkah yang tepat di saat kasus pandemik Covid-19 masih belum menunjukan penurunan yang signifikan. Apalagi saat ini pemerintah juga sedang mengejar target proses vaksinasi. Namun tujuan pemerintah melarang mudik untuk menekan angka pertumbuhan kasus Covid-19 tidak akan tercapai jika pemerintah tidak mengambil langkah-langkah tegas dan tepat. Demikian diungkapkan oleh Muhammad Aras,
anggota Komisi V DPR RI Fraksi PPP.
“Pelarangan mudik harus dibarengi dengan tindakan tegas dari pemerintah, misalnya menyiapkan pos pemeriksaan di titik-titik tertentu di jalur pemudik, kemudian memberikan sanksi bagi yang memaksakan mudik,” kata Muhammad Aras pada Portonews, Sabtu (27/3/2021).
Meskipun pemerintah melarang mudik, lanjut Muhammad Aras, namun pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus tetap menjalankan kewajiban rutinitas setiap jelang mudik lebaran seperti pemeriksaan kelaikan kendaran atau inpeksi keamanan (ramp chek) kendaraan angkutan umum, kesiapan fasilitas transportasi umum seperti terminal, pelabuhan, stasiun dan bandara, dan memastikan fasilitas-fasilitas tersebut menerapkan protokol kesehatan.
“Pemerintah pusat juga harus bekerja sama dengan pemerintah daerah agar menyiapkan langkah-langkah untuk mengatasi masyarakat yang lolos mudik, diantaranya dengan menyiapkan rumah karantina dan pemeriksaan kesehatan,” tandasnya. Selain itu, pemda juga harus menjalankan program pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro untuk membatasi kegiatan masyarakat yang berpotensi melonjaknya penularan Covid-19.
Dia juga berharap, masyarakat kami imbau untuk mentaati aturan pemerintah soal larangan mudik dan tidak keluar rumah saat libur cuti bersama, kemudian tetap menjaga kesehatan serta menerapkan protokol kesehatan dalam keseharian.
“Kita berharap seiring langkah pemerintah dengan pelarangan mudik dan program percepatan vaksinasi ini, pandemi Covid-19 khususnya di tanah air kita bisa cepat berlalu,” tandas Muhammad Aras.