Jakarta, Portonews.com – Sidang gugatan pengalihan fungsi lahan RTH (Ruang Terbuka Hijau) di kompleks Taman Villa Meruya (TVM) memasuki tahap kedua, Jakarta, Selasa (20/4/2021). Nampak hadir Kuasa Hukum dari warga TVM dalam persidangan ini, diantaranya Titin Siburian, Siti Zulfa dan Hartono.
Menurut Titin Siburian, salah seorang kuasa hukum, menyatakan bahwa agenda sidang kedua, adalah pemeriksaan. “Masih sama dengan sidang pertama. Karena karena kemarin ada pemeriksaan yang tertunda, surat kuasa dan gugatan yang diganti. Hakimnya minta diubah. Hari ini memenuhi permintaan hakim tersebut. Ini bukan substansinya tapi formilnya,” kata Titin pada sejumlah media, Selasa (20/4/2021) di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta.
Menurut Titin, persoalan ini murni kasus hukum dan isu lingkungan. “Karena warga yang memberikan kuasa kepada kita bukan masalah intoleransi atau agama. Bahkan warga sangat setuju pendirian masjid Masjid At Tabayyun di TVM,” tandas Titin. Tapi tempatnya harus sesuai dengan Site Plane yang telah disahkan oleh Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya. Lokasinya berada di Blok D-2 samping sekolah ST. John. Sementara mereka menginginkan lokasi masjid berada di Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Titin berharap agar dapat memfungsikan RTH sebagaimana mestinya, yaitu sebagai fungsi lingkungan, dan sosial ekonomi. “Kalau RTH selalu dialihfungsikan tidak heran bila daerah Ibukota Jakarta selalu terkena banjir. Bahkan RTH nantinya akan habis,” ujar Titin. Sebagai informasi, di Jakarta saat ini, RTH tidak sampai 10 persen. “Masak semua RTH akan dialihfungsikan,” tanya Titin, heran.
Hal senada juga diungkapkan oleh Siti Zulfa. “Substansinya aspek hukum dan isu lingkungan. Bukan masalah intoleransi dan agama,” ujar Siti, seraya membeberkan soal bukti bahwa mereka mendapat kuasa hukum untuk mewakili warga TVM, dengan melampirkan 350 KTP.
Kuasa hukum lainnya, Hartono juga menguatkan bahwa pihaknya meminta agar persoalan ini kembali didudukkan ke akar utamanya. “Saya tegaskan bahwa permasalahan ini bukan merupakan isu agama karena seluruh warga yang keberatan dan memberikan kuasa kepada kami terdiri dari berbagai agama dan latar belakang termasuk warga yang beragama Muslim,” tegas Hartono.
Dia meminta agar jangan menggiring permasalahan ini menjadi isu agama. “Tidak peduli rumah ibadah agama apapun jika didirikan di atas lahan RTH/PHT yang tidak sesuai peruntukannya, maka kami akan mengambil langkah hukum. Saya sangat menyayangkan pernyataan pihak yang mengatasnamakan Panitia Pembangunan Masjid At Tabayyun yang menyatakan bahwa warga Taman Villa Meruya yang keberatan pengalihfungsian RTH menjadi rumah ibadah adalah warga non-muslim,” tegas Hartono.
Dirinya, lanjut Hartono, mendukung pembangunan Masjid At Tabayyun yang sesuai Site Plan. Sedang izin persetujuan pengalihfungsian lahan RTH unprosedural bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).
“Unprosedural yang dimaksud di sini adalah pembangunan rumah ibadah di lahan RTH tidak mendapatkan dukungan dari warga Taman Villa Meruya. Lalu warga mana yang memberikan persetujuan? Sedangkan dalam Pasal 5 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 83 Tahun 2012 pembangunan rumah ibadat harus memperoleh dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang berdomisili dalam radius 500 meter dari lokasi pembangunan rumah ibadat. Saya tegaskan 500 meter ya, itu artinya warga sekitar ya bukan warga diluar perumahan Taman Villa Meruya,” papar Hartono.
Dengan demikian, maka rencana pembangunan rumah ibadah di atas lahan RTH/PHT bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan, diantaranya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 178 Tahun 2015, yang mana kesemua peraturan perundang-undangan tersebut menekankan bahwa lahan RTH tidak dapat dialihfungsikan.