Jakarta, Portonews.com – Korea Selatan (Korsel) resmi lepas dari resesi akibat pandemi Covid-19 di kuartal I-2021. Negeri Gingseng sekali lagi menunjukkan ‘kesaktiannya’ cepat pulih dari berbagai krisis yang menghantam.
Pada akhir April lalu, pemerintah Korea Selatan melaporkan produk domestik bruto (PDB) Korsel tumbuh 1,8% di kuartal I-2021 dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Dengan demikian, Korsel resmi lepas dari resesi.
Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB mengalami kontraksi dua kuartal beruntun secara YoY. Sebelumnya PDB Korsel sudah mengalami kontraksi selama tiga kuartal beruntun. Di kuartal IV-2020 PDB-nya mengalami kontraksi 1,2%, sementara tiga bulan sebelumnya minus 1,1%.
Korsel mengalami kontraksi perekonomian terburuk dalam lebih dari 20 tahun terakhir pada kuartal II-2021, minus 2,7% YoY. Di kuartal selanjutnya PDB berkontraksi 1,1%, dan di tiga bulan terakhir 2020 minus 1,2% sebelum akhirnya bangkit di awal tahun ini.
Kebangkitan perekonomian Korsel di tiga bulan pertama 2021 bahkan juga jauh lebih tinggi ketimbang proyeksi 1,1% para ekonom yang disurvei Reuters.
Sementara jika dilihat secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ), PDB Korsel tumbuh 1,6% melanjutkan pertumbuhan dua kuartal sebelumnya.
Korsel kini menjadi negara kedua setelah China yang berhasil pulih dari kemerosotan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak tahun lalu membuat Korea Selatan mengalami kontraksi ekonomi terparah sejak 1998, saat terjadi krisis finansial di Asia, atau yang dikenal dengan krisis moneter (krismon).
Korsel bersama Indonesia dan Thailand menjadi negara Asia yang paling terpukul akibat krisis 1998. Namun, “saktinya” Korsel menjadi negara pertama yang lepas dari krisis. Di awal 1999, PDB Korsel sudah mencatat pertumbuhan 5,4% yoy. Setelahnya, PDB-nya selaku tumbuh dua digit persentase sepanjang 1999.
Di tahun 2000 serta 2008, Korsel juga berhasil terhindar dengan cepat dari dot-com bubble serta krisis finansial global. Sementara di tahun 2013, tidak terkena dampak signfikan dari “taper tantrum”.
Forbes menulis dalam beberapa dekade terakhir perekonomian Korsel menjadi kuat dan mampu lepas dari middle-income trap dengan menjadi pemimpin di produk elektronik, petrokimia, semikonduktor serta ekspor budaya populer. Dan belakangan ini, Korea Selatan berupaya mendiversifikasi perekonomiannya dari yang berorientasi ekspor, menjadi inovasi dan jasa.
Motor penggerak perekonomian dari sebelumnya disokong oleh perusahaan konglomerasi terbesar yang dikendalikan keluarga atau biasa disebut ‘chaebol’. Misalnya Samsung coba dialihkan menjadi perusahaan startup yang membuka lapangan kerja baru.
CB Insight melaporkan, hingga saat ini Korsel memiliki 12 startup “unicorn” atau dengan valuasi US$ 1 miliar. Korsel juga menjadi negara dengan startup “unicorn” terbanyak ke-empat di dunia.