Jakarta, Portonews.com – Pariwisata menjadi sektor paling terimbas coronavirus disease (Covid-19). Tidak terkecuali desa wisata Lembah Dewi Sri (LDS) di Sidomulyo. Obyek wisata edukasi ini babak belur. Nyaris melumpuhkan perekonomian desa.
Apalagi Sidomulyo dikategorikan sebagai zona merah. Namun berkat kreatifitas dan kecerdasan insting wirausaha Surono, sang pengelola wisata LDS, hiruk-pikuk aktifitas ekonomi desa eks transmigrasi pada 1987 ini mulai bergeliat. Bahkan Sidomulyo ditahbiskan sebagai Kampung Tangkal Covid-19 oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) Sumatera Selatan (Sumsel).
Sebagai desa eks transmigrasi, penduduk Sidomulyo didatangkan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Komposisinya 80 persen. Sisanya, 20 persen warga lokal. Sedang mata pencaharian penduduk yang berada di dataran tinggi ini adalah mengelola perkebunan sawit dan persawahan, dengan menyulap rawa-rawa menjadi sawah.
Adalah Surono, motor penggerak Desa Sidomulyo. Semangat memulihkan kembali kondisi perekonomian desanya yang terimbas Covid-19 menjadi motivasi utamanya. Agar bangkit kembali. Pasalnya, efek domino pandemi sempat menutup LDS. “Pengunjung sangat berkurang. Bahkan sempat ditutup untuk beberapa waktu karena daerah kami termasuk zona merah. Saya harus putar otak,” kata H. Surono, mantan Kepala Desa Sidomulyo selama 3 periode, pada PORTONEWS, Rabu (6/10/2021) melalui sambungan telepon.
Sebelum badai Covid-19 mewabah, LSD, yang dikelola oleh 30 orang, menjadi pilihan utama rekreasi warga Sidomulyo dan sekitarnya. Pada hari libur, masyarakat berbondong-bondong datang dan menikmati beragam kegiatan wisata dan edukasi yang disediakan. Selain itu, terdapat 20 warung di areal wisata. Karena itu tidak heran bila pendapatan yang diraup sektor usaha wisata menembus Rp 20 juta per bulan.
Namun tatkala Covid-19 datang, semuanya terhempas. Lepas dan berkurang. Pengunjung berkurang. Otomatis mengurangi aktivitas ekonomi, seperti penjualan asesoris, souvenir, dan jasa wisata. Kondisi ini memaksa peraih Local Hero Pertagas 2021 ini banting stir. Demi mempertahankan nafas kehidupan warga. Dia mengubah haluan. Membidik pengembangan tanaman lokal dan ketahanan pangan.
“Kita mengenalkan dan menggerakkan masyarakat untuk memulai menanam tanaman lokal. Misalnya pengembangan padi organik, pupuk organik, menanam ubi, jagung, kacang dan sayur-sayuran,” papar pria kelahiran 23 Januari 1965 di Klaten.
Penanaman padi organik dilakukan empat kali dalam setahun. Lahan persawahan yang digunakan untuk menanam padi organik tersebut sebelumnya berupa lahan rawa-rawa. Luasnya mencapai kurang lebih 15 hektar. Per hektarnya, dapat dihasilkan kurang lebih 6-7 ton.
Menurut Suami Sudaryantiningsih ini, pengembangan padi organik dapat dipanen sebanyak 4 kali dalam setahun. Hasil panen dari padi organik ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Sidomulyo sendiri. Padi organik tersebut ditunjang pula pengembangan, pengelolaan dan pemanfaatan limbah dapur serta limbah pertanian yang dijadikan pupuk organik cair.
Selain padi organik, laki-laki paroh baya yang berdomisili di Dusun I RT/RW 004/002 Desa Sidomulyo, Kecamatan Gunung Megang ini juga mengembangkan desa KRPL (kawasan Rumah Pangan Lestari). Menurut Miswati, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) saat masa kepemimpinan Surono, diharapkan melalui program ini seluruh seluruh masyarakat memanfaatkan lahan pekaranganya dengan menanam berbagai tanaman.ternak dan ikan. Dengan demikian kebutuhan pangan akan tercukupi. “Dukungan Bapak Surono sangat tinggi sekali. Beliau terjun langsung ke lapangan dan memberikan pendanaan atau bantuan sarana dan prasarana,” kata Miswati pada PORTONEWS, Jumat (8/10/2021).
Selain program KRPL, program pertanian yang didukung Pemerintah Desa (Pemdes) adalah peningkatan produksi padi sawah melalui pupuk organik dan peningkatan IP 200 menjadi IP 300. Artinya, menanam padi dari 2 kali dalam satu tahun menjadi 3 hingga 4 kali setahun.
Program lainnya, lanjut Miswati, yang dikembangkan Pemdes dibawah nakhoda Surono yaitu inovasi budidaya hidroponik.
“Inovasi ini merupakan inovasi untuk masyarakat yang lahannya terbatas. Melalui inovasi hidroponik masyarakat akan tercukupi kebutuhan sayuran sehat dan aman pestisida,” terangnya.
Mengingat masih pandemi, yang berdampak pada turunnya pengunjung wisata LDS, Surono pun memanfaatkan kolam ikan di areal wisata sebagai budidaya ikan dan tempat pemancingan. Ada 10.000 bibit ikan Nila dan 5000 bibit ikan Lele. Dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, lokasi pemancingan dibuka secara terbatas untuk pecinta mancing. Jadi, dengan inovasi kreatif yang dilakukan Surono, dampak penurunan ekonomi dari pandemi tidak terlalu berpengaruh dan dirasakan masyarakat.
Inovasi lain yang digagas oleh Surono adalah pengembangan Talas Bening. Daunnya yang dikeringkan diolah menjadi tembakau. Tembakau dari daun Talas Bening kemudian dijadikan sebagai rokok organik. Sedang umbi dan batangnya diekspor. Untuk kebutuhan ekspor, Surono bermitra dengan organisasi Perkumpulan Talas Bening. Sedang pengembangan tanaman Talas Bening dilakukan di areal perkebunan sawit dengan cara tumpang sari. Harapannya Talas Bening ini menjadi sumber ketahanan pangan bagi masyarakat.
Inovasi lain yang dilakukan pria tamatan SLTA ini di tengah pandemi adalah peningkatan pengelolaan sampah plastik. Kegiatan pengelolaan sampah dilaksanakan saat momen penyerahan dana Bantuan Tunai Langsung Desa (BLTD) dan kegiatan Posyandu (Pos Pelayanan Keluarga Berencana – Kesehatan Terpadu). Ketika mengambil BLTD dan pergi ke Posyandu Balita dan Lansia, setiap warga diwajibkan untuk membawa sampah plastik.
Panitia pengelola sampah juga memberi stimulus kepada warga pembawa sampah. Setiap sampah plastik yang diserahkan ditimbang. “Pembawa sampah terbanyak (1-5) diberikan hadiah, Indomie sepuluh bungkus atau telur sepuluh biji,” terang ayah dari Ranija Tiwi Wijayanti ini. Sampah yang terkumpul kemudian dikelola oleh pengelola wisata bekerjasama dengan perangkat desa.
Sampah plastik yang telah terkumpul kemudian disulap menjadi berbagai alat yang dapat difungsikan, seperti tempat duduk para peserta Posyandu, hiasan gapuro, dan asesoris di kantor Kepala Desa. “Desain kantor desa menggunakan barang-barang bekas plastik. Ruangan kepala desa dan sekat kerja antar pekerja di kantor desa menggunakan barang-barang bekas dan ecobrick,” papar pria yang membawa Sidomulyo sebagai Desa Inovatif se Sumatera Selatan pada tahun 2019. Disamping itu, ada pula tempat pengelolaan sampah plastik yang disulap menjadi taman ecobrick. Ecobrick adalah sebuah inovasi visioner yang dikembangkan sebagai solusi pengolahan limbah plastik.
Kelihatannya hanya sampah. “Inilah makna bagaimana kita menyelamatkan lingkungan, bumi dan bioda laut. Dengan kegiatan ini mudah-mudahan biota laut bisa baik dan lingkungan pun bisa baik. Dan kita wariskan ke anak cucu walaupun hanya plastik,” katanya. Nampaknya sepele tetapi manfaatnya sangat besar.
Kegiatan positif ini juga ditularkan kepada pelajar. Baik di SDN 3 dan SDN 11 Gunung Megang. Ada 2 SD yang menjadi binaan Surono. Anak didik di sana dibimbing dan dilatih sehingga memiliki keterampilan mengubah sampah plastik menjadi barang-barang kreasi berdaya fungsi untuk dimanfaatkan di lingkungan sekolah masing-masing.
Bukan hanya ketahanan pangan yang dipikirkan Surono. Ketahanan dan kebugaran tubuh juga menjadi perhatian dirinya. Apalagi di tengah pandemi. Dia pun membagikan jamu godok setiap dua minggu sekali kepada masyarakat yang kurang sehat/ sakit dan para lansia. Pembagian jamu setiap bulan dilakukan oleh Posyandu Lansia.
Dari mana jamu godok diperoleh? Strategi yang dilakukan Surono adalah mengumpulkan para ahli pembuat jamu. Mereka diberdayakan. “Jamu produksi mereka kita beli dan kita berikan kepada Posyandu dan orang-orang yang sakit,” ujar ayah dari Rashinta Nur Jannah ini. Padahal sebelumnya masyarakat kebingungan dan kesulitan untuk memasarkan produk jamunya.
Gerakan Surono untuk turut menangkal penyebaran Covid-19 tidak berhenti. Dia juga melakukan edukasi pencegahan melalui beragam media. Sebut saja lewat pemasangan spanduk bertuliskan upaya pencegahan Covid-19 yang dipasang di lokasi-lokasi strategis.
Berkat keuletan, kegigihan dan kreatifitasnya, tidak heran bila Desa Sidomulyo didaulat sebagai Kampung Tangkal Covid-19 oleh Polda Sumatera Selatan dan Kampung Tangguh Narkoba oleh Polres Tanjung Enim serta meraih Juara II dalam Pengembangan Tanaman Obat Keluarga se Sumatera Selatan. Bahkan desa ini diganjar Kalpataru oleh Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2019.
Sepak terjang Surono juga diapresiasi warganya. Pujianto, tokoh masyarakat Sidomulyo menyebut Surono sebagai sosok yang mempunyai komitmen yang kuat terhadap lingkungan, berinovasi, serta menjadi inspirasi bagi masyarakat sekitar. Sedangkan Abdul Rahim, mantan anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) Desa Sidomulyo pada 2008 – Juni 2021, mengutarakan, “Bapak H. Surono adalah motor penggerak kegiatan dan kemajuan desa”.
Menurut Rahim, salah satu kelebihan Pak Surono, selain berbuat tanpa pamrih, semua warga Sidomulyo manut terhadap apa yang dikatakan beliau. Misalnya ide pembuatan LDS, menanam buah naga dan ditanam di depan rumah masing-masing serta di sepanjang jalanan sehingga anak-anak kecil tidak lagi mencuri buah naga yang ada di LDS. “Saya salut cara-cara membina dan mendidik yang dilakukan Pak Haji Surono. Beliau jadi suri tauladan warga,” kata Rahim seraya mengimbuhkan beliau juga mau belajar dari petani sukses untuk kemudian mengajaknya membagi ilmu kesuksesannya pada petani lainnya sehingga sukses bersama-sama.
Kontribusi Pertagas
Pada tahun 2017, Surono bergabung dengan Pertagas melalui kegiatan program Kampung Iklim. Program Kampung Iklim dibina oleh Dinas Lingkungan Hidup dan PT Pertamina Gas (Pertagas) sebagai mitra Pembinaan Lingkungan Hidup.
Bersama Pertagas tercetus pula gagasan mendirikan dan mengembangkan lokasi wisata, di bawah perkebunan sawit dan diantara persawahan, untuk dikembangkan sebagai wisata edukasi. Mulanya, lokasi wisata berupa satu pondok penyuluhan. Penyuluhan pertanian, peternakan dan perkebunan dan lain-lain.
Sedangkan fasilitas yang disediakan di lokasi wisata diantaranya berupa permainan tradisional anak-anak, kolam pemancingan, kolam renang, kolam ikan, perpustakaan alam dan berbagai aktivitas kelembagaan di Sidomulyo.
Melihat beragamnya aneka wisata yang ditawarkan, Pertagas pun tidak berdiam diri. Dengan sigap, Pertagas kerap melakukan pelatihan pengemasan dan pemasaran produksi rumah tangga, pelatihan ecobrick (pengelolaan sampah plastik).
Perusahaan ini juga berperan untuk menguatkan SDM dan pendanaan melalui CSR. Dari situlah Surono terus bergerak untuk memajukan dan memberdayakan warga Desa Sidomulyo. Desa Sidomulyo adalah desa eks transmigrasi pada tahun 1987. Desa ini terletak di Kecamatan Gunung Megang Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan.
Pada tahun 2017, melalui program Kampung Iklim, Desa Sidomulyo meraih berbagai penghargaan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menganugerahi penghargaan Proklim Utama. Setahun kemudian, Desa Sidomulyo juga dianugerahi Proklim Lestari dari KLHK.
Berkat prestasi tersebut, Sidomulyo mendapat pembinaan dan pelatihan dari Pertagas lebih intensif. Misalnya, terdapat lima staf pengelola wisata yang dilatih oleh Pertagas tentang cara memasukkan plastik sehingga tersusun dengan baik. Atau mengubah sampah menjadi sesuatu barang berdayaguna. Bahkan, Pertagas mendorong Surono untuk mengembangkan desa binaan di Kecamatan Gunung Megang.
Saat ini ada 10 desa binaan, yaitu Desa Sumajo Makmur, Desa Bangunsari, Desa Fajar Indah, Desa Kayu Arasakti, Desa Parang Jaya, Desa Gunung Mekangluar, Desa Perjito, Desa Tanjung Terang, Desa Tanjung Muning, dan Desa Lubuk Mumpo. Semoga apa yang ditorehkan Surono menginspirasi anak bangsa untuk dapat segera keluar dari belitan pandemi.