Jakarta, Portonews.com – Pembentukan Sub Holding diklaim memiliki potensi untuk mengarahkan perusahaan pada upaya (rencana) pelepasan asset melalui IPO (Initial Public Offering). Bila hal ini terjadi maka konsekuensi logisnya bakal tidak terkontrolnya harga produk Bahan Bakar Minyak (BBM). Pasalnya, penentuan harga akan diserahkan kepada mekanisme pasar. Demikian salah satu pokok bahasan yang diungkapkan oleh Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), dalam webinar bertajuk “Pembentukan IPO Pertamina Merupakan Penyelamatan Sumber Daya Strategis Nasional atau Genosida Terhadap Kedaulatan Bangsa?” yang digagas oleh Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Sulawesi Tenggara pada Sabtu (14/8/2021).
Capt, sapaan akrab, Marcellus Hakeng menggugat dengan menanyakan, “Apakah IPO (Initial Public Offering) bakal menjamin security of supply BBM hingga ke daerah 3T aman, BBM satu harga di semua daerah, dan rakyat dapat menikmati BBM dengan jenis kualitas yang sama.”
Terlebih lagi, lanjut Capt., subholding maupun IPO tidak saja bermasalah dari aspek bisnis, tetapi juga bertentangan dengan aspek hukum.
Dalam catatan FSPPB, lanjut Cpt., terdapat sejumlah alasan subholding dan IPO harus ditolak.
Lebih lanjut Capt., mengutarakan, IPO berpotensi melanggar UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 77 huruf (c) dan (d), bahwa “Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;” bunyi pasal 77 huruf (c).
Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi, demikian tulis pasal 77 huruf (d).
Selanjutnya, besarnya potensi Pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia NOMOR 52/PMK.010/2017 tentang penggunaan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran atau pengambilalihan usaha.
Capt., menambahkan, transfer pricing antar subholding berpotensi menyebabkan HPP (Harga Pokok Produksi) BBM meningkat. Jika ini terjadi maka yang dirugikan adalah rakyat karena harus membeli BBM dengan harga yang lebih mahal.
“Ditambah lagi manajemen yang kelihatannya efisien karena dari 11 hanya menjadi 6 direksi. Padahal ternyata banyak penambahan direksi pada sub holding,” ujarnya.
Disamping itu, subholding maupun IPOK, berpotensi memicu terjadinya Silo Silo antar subholding karena sudah menjadi entitas bisnis yang tersendiri dan mempunyai target kinerja masing-masing. “Terjadi tumpang tindih yang terjadi antara sub holding,” tandasnya.
Hal lainnya, imbuh Capt., kemampuan subhoding dalam mengemban beban penugasan BBM PSO. Karena masing-masing subholding ditarget kinerja masing-masing, maka akan memungkin antar subholding saling bersaing ketimbang memikirkan kepentingan rakyat. Disamping itu menyebabkan hilangnya Previlege yang diberikan oleh pemerintah ketika subholding melakukan IPO. “Kita tahu ketika sub holding di IPO itu menjadi perusahaan privat,” tegasnya.
Subholding maupun IPO juga mengancam Ketahanan Energi Nasional dan Program Pemerataan Pembangunan (BBM 1 harga) tak berjalan optimal.
Sebagai informasi, Pertamina berdiri sejak 10 Desember 1957 dengan nama Perusahaan Tambang Minyak Negara (PERMINA), PT Pertamina (Persero) menjadi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor minyak dan gas (Migas) dan terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Sejak resmi menyandang nama PT Pertamina (Persero) pada 2003, struktur organisasinya terus berubah.
Perubahan struktur organisasi yang signifikan terjadi pada pertengahan tahun 2020.
Lewat salinan Keputusan Menteri (Kepmen) BUMN nomor SK-198/MBU/06/2020, pemerintah memangkas susunan direksi dari 11 menjadi 6 orang. Sedangkan direktorat operasional masuk ke dalam beberapa subholding yang telah dibentuk, yaitu Subholding Upstream, Subholding Refinery & Petrochemical, Subholding Commercial & Trading, Subholding Power & New and Renewable Energi, serta Shipping Company. Penetapan subholding tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani Dirut Pertamina Nicke Widyawati pada 13 Juni 2020 dengan No.Kpts-18/C00000/2020-SO.