Jakarta, Portonews.com – Di sebuah gerai kopi, seorang perempuan cantik dengan rambut panjang tergerai dan tinggi badan semampai datang menghampiri. Tak segan, dia mengulurkan tangan untuk berkenalan. Iklima, namanya.
Perjalanan karirnya memang tidak sesingkat namanya. Berawal dari usia remaja, dia sudah bekerja. Farmasi menjadi bidang pekerjaan pertamanya. Setahun kemudian, ia memutuskan untuk pindah di bidang lain, otomotif. Hingga akhirnya perempuan yang akrab disapa Ima ini, tidak sengaja terjun di sektor migas. Dia bergabung dengan BPH Migas sebagai Secretary Director of Oil, dari 2006-2014.
Bekerja di BPH Migas
“Awalnya tidak kepikiran bisa bekerja di oil and gas karena background-nya dari farmasi. Sama seperti saat saya mengambil kuliah S1. Tidak terpikir juga sebelumnya saya dapat support dari BPH Migas untuk kuliah pada waktu itu. Atasan saya support untuk kuliah lagi agar saya bisa berkembang dan bisa lebih baik lagi. Jadi, saya kerja sambil kuliah,” kata perempuan kelahiran Jakarta, 7 Desember 1982, saat berbincang santai dengan PORTONEWS, di kawasan BSD, Tangerang Selatan, (15/1/2020).
Setelah dari BPH Migas, Ima kembali bekerja di industri yang sama, namun saat itu pilihannya jatuh pada perusahaan swasta, yakni sebagai External Relation Manager for Government PT. Inti Gas Energi, 2014-2019. PT Inti Gas Energi adalah bagian dari KKKS atau operator Wilayah Kerja Gas Metana Batubara (GMB) Sijunjung, Sumatera Barat.
Ima bertugas mengenali berbagai lembaga pemerintah yang berada pusat maupun di daerah, termasuk didalamnya struktur dan birokrasi. Dia juga seringkali menggali segala informasi dan data dari pemerintahan, memonitoring dan interpretasi langkah-langkah pemerintah, serta menyampaikan feedback dari perusahaan atas berbagai kebijakan pemerintah.
Lulusan Fakultas Ekonomi STIE IPWIJA ini, turut menciptakan keselarasan antara berbagai kebijakan pemerintah dengan perusahaan dalam hal investasi, kerja sama dagang, pajak, dan lainnya, memberikan jaminan perlindungan disaat krisis dan mempercepat proses birokrasi atas berbagai kepentingan perusahaan.
Selama menjabat External Relation Manager, pekerjaan Ima juga tidak terlepas dari kegiatan public relations, dalam rangka mengatur dan memelihara hubungan baik dengan masyarakat setempat, yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan perusahaan.
Misalnya, saat ia mendapat tugas ke wilayah kerja di Sijunjung. Menurutnya, tidak ada masalah tatkala ia ditugaskan ke lapangan, justru menarik dilakukan. Hal ini karena sebelumnya dia selalu bekerja di belakang meja, saat menjadi sekretaris di BPH Migas.
Di lapangan, Ima pun tidak sungkan membaur dengan rekan-rekan kerja yang kebanyakan terdiri dari kaum pria.
“Selama ikut turun ke lapangan saya tidak merasakan adanya diskriminasi dari teman-teman pria. Di lapangan kami sama tidak ada bedanya, karena kami adalah satu tim kerja,” ujar Ima.
Selama tugas di daerah, Ima turut melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat, termasuk dengan Pemerintah Daerah (Pemda) guna memperlancar komunikasi.
13 tahun terjun di migas, membawa Ima pada satu keputusan untuk melepas dunia yang sudah membesarkan karirnya selama ini. Bermula ketika ia bertemu dengan pria yang kini menjadi suaminya.
Potensi Selain di Migas
Sang suami melihat Ima memiliki potensi di bidang selain migas, yakni seni hiburan. Dari sisi visual, penampilan Ima sudah mendapat nilai plus. Alhasil, Ima kemudian ditawari menjadi pembawa acara kuliner yang diproduseri oleh suaminya sendiri.
Proyek kuliner pertama Ima bertajuk Street Food Kuliner dan ditayangkan sebanyak 20 episode di MNC Cable Tv.
“Awalnya ada kesulitan karena dulu lama di dunia migas, sekarang tiba-tiba di kuliner. Kesulitannya harus berbicara di depan kamera dan di depan orang itu berbeda. Pengucapan katanya pun sempat mengalami kesulitan. Tidak mudah menjelaskan rasa suatu masakan yang kita coba di depan teman dan di depan kamera itu beda. Ini jadi tantangan tersendiri buat saya,” ucap ibu dari tiga orang anak ini.
Pada dasarnya Ima senang dengan dunia baru dan kalau sudah begitu dia akan fokus di bidang yang memang disukai, tentunya masih banyak belajar. Ima mengakui, pertama kali syuting dan harus berbicara di hadapan kamera sempat lupa apa yang akan dia bicarakan.
Tak ayal, sang suami sempat mengomel kepadanya. Meski kaget menerima omelan suami, Ima tidak lantas berputus asa. Ia terus berusaha memberikan hasil terbaik di acaranya tersebut.
“Dia (suami) kalau marah ya marah, karena dia profesional. Hasilnya harus sesuai keinginannya, kalau menurut saya sudah oke, tapi menurut dia kurang oke ya harus diulang lagi,” ungkap perempuan yang memiliki motto hidup 3 B, Berusaha, Berdoa, Bersyukur.
Di sisi lain, suami tetap mendukung kemampuannya karena melihat Ima mempunyai bakat terpendam menjadi seorang pembawa acara. Lambat laun, Ima terbiasa dan mulai terlihat lebih santai dan lancar berbicara di depan kamera.
Pengalaman Syuting
Selama syuting, Ima sudah menjelajah empat kota di Indonesia, antara lain, Bali, Makassar, Yogyakarta, dan Surabaya. Ada kisah menarik dan tak bisa dilupakan Ima ketika ia dan timnya sedang syuting di salah satu rumah makan.
“Sebenarnya salah paham saja. Waktu itu kami mau syuting, dan terlebih dulu izin kepada karyawan yang ada di rumah makan itu. Setelah mendapat izin, baru saja kami mau mulai syuting, tiba-tiba si pemilik datang dan berteriak ke arah kami. Dia pikir kami datang untuk mencuri resep masakannya. Padahal kami datang untuk keperluan syuting. Akhirnya dia minta maaf atas kesalahpahaman itu, namun kami memutuskan tidak jadi melakukan syuting di tempat tersebut,” tutur Ima.
Selalu ada keseruan ketika menjalani proses syuting kuliner itu. Tapi tetap saja bagian seru dan tidak boleh terlewatkan adalah mencicipi masakan yang ada di hadapan Ima. Sampai ada beberapa makanan jadi favorit Ima, yaitu ayam betutu dan sate lilit khas Bali, serta mi jawa dan kopi klothok khas Yogyakarta.
“Kuliner Indonesia itu sangat luar biasa dengan berbagai jenis masakan dengan cita rasa yang berbeda dari Sabang sampai Merauke, rasanya unik karena di setiap daerah mempunyai masakan khas yang terbuat dari rempah rempah yang ada di bumi Indonesia. Saya suka sekali dengan beragam cita rasa nusantara, karena itulah saya senang diajak menjadi host kuliner,” papar perempuan yang mempunyai hobi masak, membaca, yoga dan traveling.
Bisnis Kuliner Betawi
Selesai di Indonesia, Ima berencana untuk melanjutkan syuting kuliner yang sama di Malaysia pada tahun ini juga. Selain itu, ada sebuah mimpi Ima yang belum terlaksana yaitu membuka rumah makan Betawi.
“Kalau punya usaha kuliner saya benar-benar tahu semua rempah. Resep dari saya, bukan dari tukang masaknya. Saya punya resep warisan dari orangtua, nasi uduk, nasi kuning, tumpeng,” ucap istri dari produser dan sutradara Agung NS Nanda.
Eksis menjadi pembawa acara kuliner, Ima pun berkeinginan mengasah kemampuannya di dunia perfilman dengan terlibat langsung, baik itu di depan ataupun di belakang layar bersama Production House milik suaminya.
“Ini adalah cita-cita yang belum kesampaian. Saya ingin membesarkan PH bersama suami dan membuat film yang bagus. Kebetulan industri perfilman Indonesia sudah membaik jadi pas sekali momennya. Dunia seni itu menarik buat saya,” papar Ima optimis.
Walaupun sibuk dengan pekerjaannya, Ima tidak lupa kodratnya sebagai ibu dan istri. Ia berusaha mungkin menyelaraskan antara karir dan keluarga agar tetap harmonis. Quality time bersama keluarga pun menjadi sangat penting bagi Ima.
“Sesibuk apapun saya tetap meluangkan waktu yang berkualitas bersama suami dan tiga anak kami. Tidak semata “demi anak”, namun juga demi kebahagiaan kita dan pasangan sebagai orang tua. Quality time kami tercipta dari hal sederhana seperti makan bersama, menemani anak bermain, nonton bareng, anak saya yang ke 3 sangat senang membantu aktifitas ibunya seperti memasak,” demikian Ima membagi kisahnya.℗