Ada begitu banyak kesan mendalam sepanjang 20 tahun karirnya di perusahaan yang bergerak di sektor perbenihan, PT East West Seed Indonesia (EWINDO). Glenn Pardede ingat sekali bagaimana ia pertama kali masuk ke perusahaan yang terletak di Purwakarta, Jawa Barat.
Sebelumnya, Glenn tidak memiliki pengalaman di bidang hortikultura, apalagi perbenihan, karena ia berpegang pada ilmu Teknik Sipil yang diambil saat kuliah dulu. Dia menempati posisi Seed Operations Director ketika pertama kali bekerja di EWINDO, disaat usianya 30 tahun. Seolah Tuhan telah menjodohkannya pada perusahaan tersebut, Glenn lantas mengabdikan dirinya pada EWINDO hingga detik ini.
“Pertama kali ke sini, 20 tahun lalu, saya ingat betul kantor East West ini masih kecil sekali, seperti kelurahan. Saya berpikir ini kantor apa, namun setelah saya bertemu dengan sang founder dan mendengar mengenai visi misi beliau, saya jadi tertarik dengan benih. Benih menjadi barang spesial karena dari benih yang kecil ini bisa memberikan kehidupan buat petani, ini yang membuat saya tertarik,” kata Managing Director PT East West Seed Indonesia, Glenn Pardade, saat berbincang dengan PORTONEWS, di ruang kerjanya, (12/3/2020).
Dua tahun berikutnya, pria kelahiran Palembang, 30 September 1970 itu, mengajukan proposal terkait pembangunan pabrik dan disetujui perusahaan induk yang ada di Belanda. Setelah menerima €1 juta (1 juta euro), Glenn bisa membeli mesin-mesin yang dibutuhkan saat itu dan membangun pabrik perlahan hingga menjadi besar seperti sekarang.
Awal Perkembangan
Kini, 30 tahun sudah EWINDO menjadi sebuah perusahaan benih sayuran terbesar di Indonesia yang setia menemani petani dengan memberikan kualitas melalui varietas benih unggulannya, juga terus memberikan pelayanan terbaiknya kepada tujuh juta petani komersil dan 17.000 mitra petani produksi.
“Benih ini ada satu kunci yaitu nama reputasi. Reputasi itu dari kualitas saja. Apa yang kami lakukan 30 tahun ini adalah menjaga reputasi dengan memberikan kualitas terbaik. Kami tambah lagi sekarang pelayanan terbaik. Makanya kami punya 150 orang di lapangan yang membantu petani. Setiap hari ada petugas yang mengajari petani di lapangan. Sehingga kita berkata kami ini sahabat petani yang paling baik,” ujar alumni Universitas Indonesia ini.
Glenn menambahkan, ada tiga hal utama harus diperhatikan dalam industri perbenihan. Pertama adalah petani, kedua karyawan, dan ketiga pemilik. Ketiga hal itulah yang kelak membuat perusahaan tersebut maju.
“Saya selalu menyampaikan ke karyawan tentang values. Nilai-nilai kita ini apa? Kita di sini membantu petani, membuat orang lain mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Luar biasa nilai itu, tidak bisa didapatkan di perusahaan lain. Terbukti setelah kita bantu petani, petaninya untung, dan sudah pasti dia beli produk kita lagi. Lalu, perusahaan maju, semua dapat bonus,” ucap pria yang memimpin 1.000 lebih karyawan EWINDO.
Jalin Hubungan dengan Relasi di Lapangan
Jujur saja, Glenn lebih menyukai terjun ke lapangan. Alasannya tidak lain karena dia bisa menjalin hubungan baik dengan para petani dan seringkali ia mendapat inspirasi di lapangan.
“Saya pikir itu yang membedakan. Saya juga kenal beberapa teman yang posisinya sama dengan saya di perusahaan asing, sebagian besar dari mereka lebih fokus pada sistem. Menurut saya sistem memang perlu, tapi lebih penting relationship. Relationship dahulu, setelah itu sistem,” ungkap pria yang semasa muda memiliki hobi olahraga golf.
20 tahun berkarir di EWINDO, lulusan S2 IPMI-Monash University dengan program General Management ini, ternyata baru satu kali gagal dalam arti pencapaian jauh di bawah target, meskipun perusahaan tetap untung. Hal itu dikarenakan karena situasi ekonomi tahun lalu.
“Orang berpikir buat perusahaan benih itu gampang. perusahaan seperti ini kuncinya di research untuk menciptakan produk lebih bagus lagi dari yang sudah ada. Kalau barangnya jelek, petani gagal tanam, pasti enggak dibeli lagi. Jadi kekuatan perusahaan ini hanya di produk saja” paparnya.
Di Belanda saja untuk Research and Development saja dibutuhkan dana setidaknya Rp3 triliun untuk penelitian benih. Sementara, EWINDO memerlukan dana Rp200 miliar hanya untuk research.
Rencana Ke Depan
Ada sedikit kegelisahan dalam diri Glenn karena sampai hari ini ia belum bisa meyakinkan pemerintah tentang pentingnya mendukung industri perbenihan.
“Industri benih ini hanya Rp2 triliun, tapi impact-nya bisa sampai ratusan triliun. Pikirkan yang Rp2 triliun ini, bagaimana dikembangkan, ditingkatkan kualitasnya. Sehingga yang beberapa ratus triliun di belakang ini bisa dicapai. Kalau tidak begitu kita bisa-bisa impor. Kami berusaha keras memproduksi benih sebaik-baiknya,” tuturnya.
Satu hal lagi pencapaian yang belum sempat terlaksana oleh Glenn, yakni menulis buku tentang kehidupan dan leadership di bidang pertanian.
“Saya tanya ke teman-teman, ‘kalau saya keluar apa yang kamu ingat tentang saya? oh, bapak yang membangun perusahaan’. Basically saya tidak mau dikenang seperti itu. Saya ingin dikenang sebagai leader yang baik dan saya pikir saya masih ada PR ke arah itu,” sahut Glenn, menutup pembicaraan sore itu dengan senyum optimisnya. Adv