Jakarta, Portonews.com – Seyogyanya rakyat Indonesia melalui negara yang memiliki 100 persen saham dan kontrol atas Pertamina. Dengan demikian masyarakat sendiri mampu mengendalikan harga jual BBM dan elpiji bila dirasakan semakin tidak terkendali dan tidak terjangkau oleh masyarakat. Karena itu negara berkewajiban memperkuat Pertamina. Demikian diungkapkan oleh Nur Hermawan, Ketua Umum Serikat Pekerja Forum Komunikasi Pekerja & Pelaut Aktif (SP FKPPA).
Pernyataan SP FKPPA tersebut berkaitan dengan pembentukan Holding – Sub Holding Migas dan Privatisasi Subholding Migas melalui IPO oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
“Kita menuntut agar Keputusan Menteri BUMN No. SK-198/mbu/06/2020 tersebut segera dicabut. Perlu kami garis bawahi, bahwa instruksi Menteri BUMN untuk pembentukan Holding dan Sub Holding Migas merupakan langkah awal privatisasi PT Pertamina (Persero) dimana hal tersebut sangat bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 terutama ayat 2 dan 3 yang sudah sangat jelas menyebutkan bahwa negara memiliki kekuasaan atas cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak serta dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pembentukan Holding dan Subholding Migas dan rencana IPO juga tidak sejalan dengan UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas dan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN dimana penguasaan oleh negara wajib diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan, dan Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam secara tegas dilarang untuk diprivatisasi,” papar Nur.
Kondisi tersebut harus disikapi, lanjut Nur karena pembentukan Holding dan Subholding Migas adalah akal-akalan agar bisa melakukan IPO pada kegiatan Pertamina yang tidak mungkin dilakukan pada induk usaha PT Pertamina (Persero), maka dipecahlah bisnis-bisnis utama Pertamina menjadi sub holding agar bisa dijual, dan sangat berpotensi dimiliki oleh asing (seperti Telkomsel sebagai anak perusahaan Telkom yang 35 persen sahamnya dimiliki Singtel yang merupakan perusahaan asing berasal dari Singapura). “Apabila ini terjadi pada sektor energi, maka sudah sangat jelas mengebiri Kedaulatan Energi Indonesia,” katanya.
Dia juga mengutarakan bahwa pembentukan Holding dan Subholding Migas bukannya bertujuan untuk efisiensi bahkan menambah beban biaya dengan banyaknya direksi dan komisaris pada perusahaan Subholding dan Sub–Subholdingnya serta setiap transaksi antar perusahaan akan dikenai pajak yang mengakibatkan biaya tinggi dan berujung naiknya harga jual di pasaran.
“Pemisahaan unit bisnis dari hulu ke hilir menjadi perusahaan yang terpisah-pisah akan membentuk silo-silo yang semakin menyulitkan koordinasi operasional antar unit dan membuat benturan kepentingan bisnis antar Subholding karena masing-masing memiliki KPI dan target profit yang harus tercapai,” ungkapnya.
Lebih jauh Nur menyatakan bahwa komposisi direksi PT Pertamina (Persero) yang di dalamnya hanya terdapat Direktur Utama, Direktur SDM, Direktur Keuangan, Direktur Penunjang Bisnis, Direktur Logistik & Infrastruktur serta Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Bisnis. “Tidak ada Direktur Hulu, Direktur Pengolahan ataupun Direktorat Pemasaran yang merupakan inti bisnis Pertamina. Dengan demikian Direksi Holding Pertamina bisa diisi dengan orang yang tidak paham bisnis Migas, sehingga keputusan-keputusannya justru bisa membahayakan perusahaan,” ungkap Nur. Struktur organisasi Sub Holding akan mengabaikan peran negara dalam mengkontrol kebutuhan energi masyarakat, karena kendali ada pada swasta/publik selaku pemegang saham dan berlaku hukum pasar.
Berdasarkan pertimbangan diatas, pihaknya, lanjut Nur, meminta kepada Bapak Presiden RI Joko Widodo c.q Menteri BUMN untuk mencabut dan membatalkan serta menghentikan Pembentukan Holding – Sub Holding dan IPO Pertamina.
“Saat ini kami seluruh Aktivis SP FKPPA yang berada di darat, laut dan seluruh Nakhoda bersama Crew Kapal Milik Pertamina dalam status siaga satu, apabila permintaan kami tidak dihiraukan oleh Pengambil Kebijakan, maka kami siap mengambil langkah-langkah aksi industrialisasi dibawah komando Federasi serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB),” tegasnya.
Pihaknya juga memohon maaf yang sebesar-besarnya bilamana aksi industrialisasi ini menimbulkan kekhawatiran dan ketidaknyamanan. Sebab langkah ini perlu guna menjaga keberlangsungan bisnis Pertamina dan kedaulatan energi Indonesia, sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
Jamak diketahui, telah terjadi perubahan-perubahan di PT Pertamina (Persero). Diantaranya adalah, adanya pergantian susunan Direksi PT Pertamina (Persero) berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No. SK-198/MBU/06/2020 tentang Pemberitahuan Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina.
Selain itu, juga ada pembentukan organisasi Holding dan Sub Holding Migas melalui surat keputusan Direksi PT Pertamina (Persero) No. Kpts-18/C00000/2020-S0 tentang Struktur Organisasi Dasar PT Pertamina (Persero).
Hal lainnya adalah adanya rencana Direksi PT Pertamina (Persero) untuk melakukan IPO (Initial Public Offering) atau penawaran saham perdana terhadap 2 sub-holding dalam tempo 2 tahun ke depan.