Jakarta, Portonews.com – Kebijakan RUU Omnibus final di Pasal 39 (hasil paripurna DPR RI) terkesan sebagai “perampokan hak kepemilikan rakyat” atas sumber daya alam yang diwujudkan dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Demikian diungkapkan oleh DR Simon Sembiring
Mantan Dirjen Minerba 2007-2009 dan
Inisiator UU Minerba Nomor 4 tahun 2009.
“Karena royalty itu adalah perwujudan kewajiban pengusaha dalam bentuk uang untuk mentransfer kepemilikan rakyat atas minerba menjadi milik perusahaan yang menambangnya,” kata Simon dalam keterangan persnya yang diterima Portonews, Jumat (9/10/2020). Jadi kalau dikenakan royalti 0 persen, meskipun alasannya untuk meningkatkan aktifitiitas hilirisasi, hal itu sama saja Pemerintah merampas nilai kepemilikan tersebut.
“Karena hampir seluruh negara di dunia yang memiliki minerba, mengenakan royalti. Iklim investasi sektor minerbanya menarik juga seperti Australia, Canada, USA, Amerika Latin & Afrika. Daya tarik utama invstasi bidang minerba adalah “potensi geologis” (ada tidaknya resource dan reserve) dan kemudahan perizinannya (eksplorasi dan elksploitasi), Sehingga Pasal ini sudah terlalu “genit” alias out of context,” papar Simon.
Menurutnya, ada perlakuan khusus dengan memberi “karpet merah” kepada yang existing pengusaha batubara yang sudah menikmati “untung gede” selama puluhan tahun / para taipan, yang seharusnya tidak perlu lagi diberi kemudahan berlebihan.
“Sebaiknya undang dan berikan insentif kepada investor baru untuk mengubah batubara jadi cair atau gas, dan itu seharusnya tidak masuk sektor ESDM. Tapi sudah masuk sektor industri atau manufaktur, sehingga tidak ada urusan dengan royalty minerba,” imbuh Simon.
Batubara, lanjutnya, tidak sama dengan “crude oil”. Karena batubara itu sudah bisa dimanfaatkan langsung untuk bahan bakar PLTU. Jadi kalau mau dibuat gas & cair bentuk lain, maka itu sudah urusan sektor indistri/manufaktur. Dan pasti tidak akan memungut royalti lagi.
“Hal seperti ini banyak tidak disoroti oleh para “pengamat” karena lebih fokus pada “ketenaga kerjaan”, padahal mungkin sektor lain juga ada yang “out of context”.
“Kita semua setuju dan mendukung agar prosedur dan tatacara yang menghambat iklim investasi haruslah dipermudah dan yang paling penting sebagus apapun suatu produk hukum, apabila tidak dilaksanakan secara konsisten dan penegakan hukumnya secara tegas, maka produk hukum. Itu akan menjadi macan ompong,” kata Simon.