Jakarta, Portonews.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif melakukan operasi senyap: terbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pembuatan Laporan Kegiatan Pertambangan Minerba pada 3 Maret 2020. Kebijakan ini dinilai hanya untuk kepentingan menyelamatkan korporasi tambang. Terang saja keputusan ini menuai kritik tajam. Apalagi saat ini negara kesulitan uang untuk menyelamatkan rakyat dari wabah Corona Virus (Covid-19). Tidak ada kata lain menyebut langkah ini selain pilihan kata konyol. Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman.
Menurut Yusri, pada pasal 111 Permen 7/2020 ini, menteri telah memberikan wewenang kepada dirinya sendiri untuk menerbitkan IUPK dengan berbagai alasan agar masuk akal, agar IUPK
perpanjangan KK (Kontrak Karya) dan PKP2B (Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara) generasi pertama dapat diteruskan.
“Menteri ESDM justru lebih berjuang mendapatkan balasan ‘senyuman’ dan ‘tepuk tangan’ dari Taipan pemilik PKP2B dibandingkan berjuang untuk kepentingan rakyat dalam menyelesaikan kasus Covid-19,” kata Yusri dalam keterangan persnya, Rabu (1/4/2020) di Jakarta. Apalagi pada awal pekan ini salah satu petinggi KESDM telah dinyatakan positif terpapar Covid-19.
“Ditengah ketakutan industri pertambangan menghadapi wabah Covid-19 di wilayah ‘remote area’, yang terbatas rumah sakit dan fasilitas kesehatan, dokter atau tenaga medis, Menteri ESDM yang semestinya memberi arahan untuk situasi ini. Tapi dia justru menghabiskan waktunya untuk menyelamatkan tujuh PKP2B yang
seluruhnya dimiliki Taipan,” papar Yusri. Dari kalkulasi keuangan yang dimilikinya mestinya telah mendapatkan untung besar selama masa operasi yang telah berlangsung 30 tahun.
“PKP2B semestinya justru ditekan oleh Menteri ESDM untuk berjuang demi rakyat yang terkena wabah Covid-19. Bukan malah menteri sekadar berjuang untuk urusan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK,” tegas Yusri.
Diketahui, Permen Nomor 7 Tahun 2020 terbit berselang beberapa hari setelah Tim Panja RUU Minerba secara kilat mampu menyelesaikan 923 DIM dalam waktu sembilan hari. Dengan
masalah yang ada di dalam 923 DIM, lanjut Yusri, secara rasional mustahil dapat diselesaikan dalam waktu sembilan hari. Bahkan, RUU Omnibus Law, khususnya terkait Pertambangan,
yang semestinya perlu mendapatkan masukan publik, justru dengan seenaknya memasukkan pasal perpanjangan KK dan PKP2B dengan mudahnya. Padahal rakyat yang sejatinya pemilik SDA (bukan dimiliki Menteri ESDM dan DPR). “Ironisnya, Menteri ESDM dan DPR telah menelikung rakyat sebagai pemilik SDA untuk kepentingannya dan kroni-kroninya,” terang Yusri.
Dia melanjutkan, “Dapat diduga Permen tersebut digunakan sebagai payung hukum memperpanjang izin tambang PT Arumin Indonesia, PT Adaro Energy, PT. Kaltim Prima Coal, PT Berau Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Multi Harapan Utama dan PT Tanito
Harum. Total produksi ketujuh PKP2B, rata-rata sudah mencapai 200 juta metrik ton per tahun atau separuh dari total produksi batubara nasional”.
Padahal UU Minerba Nomor 4 tahun 2009, ungkap Yusri, yang telah dipakai sebagai dasar pertimbangan menerbitkan Permen
7 Tahun 2020 itu di pasal 75 ayat 3 menyebutkan bahwa setiap tambang yang akan berakhir waktu kontraknya dikembalikan kepada negara dan diberikan hak prioritas pengelolaan kepada BUMN dan BUMD. Bila BUMN menolak maka harus dilakukan lelang terbuka.
Berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan, imbuh Yusri, sisa potensi batubara terbukti ketujuh PKP2B adalah sekitar 2,2 miliar metrik ton. “Bila pemerintah taat menjalankan UU Minerba, dengan potensi cadangan yang ada, maka ada kesempatan Pemerintah meraih potensi pendapatan sekitar Rp 500 Triliun. Dana ini dapat digunakan untuk menolong rakyat dari wabah Covid-19,” cetusnya.
Lebih jauh dia menuturkan bahwa dengan berakhirnya kontrak PKP2B, Pemerintah dengan tidak melanggar UU untuk mengambil alih. Selain tujuan jangka panjang menjaga ketahanan energi nasional, khususnya kebutuhan batubara PLN yang di tahun 2028 akan mencapai 158 juta metrik ton per tahun. “Dengan memberikan BUMN Tambang atas hak pengelolaannya, kemudian
segera mereka dapat melakukan share down (melepas saham) paling banyak 49 persen kepada swasta tambang. Dengan perkiraan total cadangan terbukti sekitar 2,2 miliar metrik ton, asumsi dikalikan USD 3 per metrik ton untuk perhitungan harga batubara masih di dalam tanah (enterprise value), maka diperoleh angka USD 6,6 miliar,” papar Yusri. Dengan melepas 49 persen dari nilai saham tersebut, dapat dipastikan BUMN akan memperoleh uang cepat di depan sekitar USD 3,234 miliar dengan nilai tukar Rp 16.500, atau setara Rp 533 triliun.
“Ini peluang besar yang bisa diperoleh cepat oleh Presiden Jokowi untuk membantu rakyat dari ancaman kematian massal. Jika langkah ini ditempuh, Jokowi akan dikenang dalam sejarah sebagai Presiden yang melaksanakan kebijakan sesuai UUD 1945. Bukankah di pasal 33 ayat 2 dan 3 disebutkan bahwa cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bukankah disebutkan juga bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat,” beber Yusri. Jangan sampai terjadi sebaliknya, malah Jokowi ditelikung oleh Menterinya sendiri, sebatas berjuang bukan untuk kepentingan Presiden menyelamatkan rakyatnya, namun justru untuk kepentingan tujuh Taipan pemilik PKP2B.
Kini rakyat akan menunggu apakah Pemerintah dan DPR bekerja untuk rakyat atau Taipan?