Jakarta, Portonews.com – Saat ini terjadi kelangkaan pupuk subsidi. Betapa tidak, untuk mendapatkan pupuk, petani harus muter-muter dulu ke kota Madiun. Bahkan hingga ke luar kota Madiun.
Pupuk subsidi tidak hanya langka tapi petani dipaksa membeli pupuk impor dari Cina. Harganya pun melambung. Bahkan meroket!
Hal ini dialami oleh Efendi Setiawan, putra seorang petani di desa Desa Pintu Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun Jawa Timur. “Saya harus keliling ke mana-mana untuk nyari pupuk subsidi,” kata alumnus SMPN 1 Dagangan ini, yang kerap membantu Soekarno, ayahnya bercocok tanam.
Keberadaan pupuk subsidi menjadi salah satu penentu tanaman padi. Tanpa pupuk yang cukup, jangan harap sawah akan menghasilkan panen padi. Sudah pasti tanaman padi akan mati.
Pemuda yang kini tengah mengikuti pelatihan kerja bidang IT ke luar negeri ini menduga terjadinya kelangkaan pupuk akibat impor. “Sampai pupuk pun kita impor dari Cina dan harganya sangat tidak masuk akal. Apakah ini permainan dari para elit negara tentang pembatasan pupuk Petrokimia Gresik yang hanya bisa dibeli dengan kartu sakti? Dan mau tidak mau harus beli pupuk non subsidi yang ternyata impor dari Cina. Hanya petinggi negeri ini yang tahu,” kritik Efendi, yang disampaikan pada Portonews, Rabu (16/9/2020).
Tidak hanya Efendi yang mengalami kesulitan. Basuki dan Yanto Ape pun senasib. Kedua petani asal Desa Dagangan ini juga mengaku kesulitan untuk mendapatkan pupuk subsidi. Karena tidak menemukan pilihan, ujung-ujungnya mereka terpaksa membeli harga pupuk asal negeri Tirai Bambu tersebut.
Apesnya, harganya selangit. Akibatnya, cost produksi membengkak sedangkan harga jual gabah belum tentu sesuai dengan harapan para petani. “Jelas ini merugikan kami,” tegas Basuki.
Sebagai informasi, harga pupuk non subsidi itu sebagai berikut:
ZA : 150.000 Per 50Kg
PHONSKA : 380.000-450.000 Per 50Kg
SP 36 : 150.000-250.000 Per 50Kg
UREA : 195.000 – 295.000 Per 50Kg
Sementara itu, menurut data Badan Pusat Statistik, Indonesia masih mengimpor pupuk. Selama bulan April, pupuk masuk ke dalam 10 golongan utama barang yang diimpor mencapai US$ 159 juta atau sekitar Rp 2,2 triliun. Hal ini cukup memperihatinkan karena pada Maret 2020 impor pupuk tidak masuk 10 besar.
Berikut 10 golongan utama barang yang di impor selama April 2020:
1. Mesin dan perlengkapan elektrik US$ 1,66 miliar
2. Besi dan baja US$ 667,9 juta
3. Plastik dan barang dari plastik US$ 694,7 juta
4. Kendaraan dan bagiannya US$ 398,8 juta
5. Ampas/sisa industri makanan US$ 342,4 juta
6. Berbagai produk kimia US$ 291,1 juta
7. Pupuk US$ 159,2 juta
8. Sayuran US$ 112 juta
9. Logam mulia, perhiasan/permata US$ 20,8 juta
10. Senjata dan amunisi serta bagiannya US$ 800 ribu.