Jakarta, Portonews.com – Koalisi Peduli RUU Minerba sangat menyesalkan pernyataan Menteri ESDM Arifin Tasrif di salah satu media cetak Jakarta pada 1 April 2020. Arifin Tasrif menyatakan penerbitan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 07 Tahun 2020 diterbitkan dengan alasan untuk kepentingan efisiensi dan efektifitas dalam mengelola kegiatan usaha pertambangan serta mendorong pengembangan pengusahaan.
Dalam media tersebut Arifin Tasrif menyatakan kewenangan Menteri ESDM terkait penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi Kontrak Karya (KK) dan Pemegang Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) telah mempertimbangkan sejumlah hal krusial, khususnya penyesuaian terhadap Permen ESDM sebelumnya.
Atas pernyataan Menteri ESDM tersebut, dan mengingat bahwa Sumber Daya Alam (SDA) yang notabene dimiliki seluruh Rakyat Indonesia, serta harus dikelola dengan mempertimbangkan amanat konstitusi, maka Koalisi Peduli RUU Minerba, yang beranggotakan Dr. Simon Sembiring, Dr Ryad Chairil, Dr. Ahmad Redi SH, Dr. Marwan Batubara, Dr. Bisman Bahktiar SH, Dr. Lukman Malanuang, Ir. Budi Santoso MM, Djomawen Purba, dan Yusri Usman menyatakan sebagai berikut;
Pertama, UU Mineral dan Batubara Nomor. 4 Tahun 2009 (UU Minerba) masih berlaku hingga sampai saat ini. Sehingga belum ada perubahan satu pasal pun sampai ditentukan lain dikemudian hari.
Kedua, menurut hirarkis perundang-undangan, seperti diatur pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dikatakan bahwa Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang di atasnya.
Ketiga, pada pasal 75 ayat (3) UU No.4/2009, jelas dikatakan bahwa untuk setiap tambang KK dan PKP2B yang berakhir waktunya, diambil oleh negara untuk diberikan hak prioritas pengelolaannya kepada BUMN dan BUMD.
Keempat, pada Pasal 83 ayat (d) UU No.4/2009 disebutkan bahwa luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan batubara diberikan dengan luas paling banyak 15.000 (lima belas ribu) hektare. Sebaliknya di dalam Permen tersebut di atas justru melebihi ketentuan yang telah tertuang dalam UU Minerba. Ini berarti, Menteri ESDM telah memberi kuasa kepada dirinya meniadakan UU Minerba, khususnya pasal 83 ayat (d).
Berdasarkan pertimbangan UU tersebut di atas, tulis Koalisi Peduli RUU Minerba, seharusnya langkah kebijakan Menteri ESDM harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk Permen ESDM Nomor 7/2020 yang oleh Menteri ESDM dianggap tidak bertentangan dengan UU Nomor 4/2009. Padahal sangat jelas amat sangat bertentangan dengan UU yang masih berlaku.
Menteri dan demikian pula DPR, tidak dapat serta-merta mengubah isi pasal 75 ayat (3) UU Minerba, apalagi perubahan yang dilakukan melenceng dari tujuan pengelolaan sumber daya alam yang telah diamanahkan dalam konstitusi.
Menurut pihak Koalisi Peduli RUU Minerba, justru untuk kepentingan efisiensi dan optimalisasi pendapatan pengelolaan SDA (khususnya batubara), dan mengingat tertekannya pasar komoditas internasional, maka semestinya Menteri ESDM menghindari kebijakan yang ditujukan untuk kepentingan segelintir pengusaha tanpa berpijak pada kepentingan jangka panjang yang telah diamanahkan konstitusi.
Semestinya Menteri ESDM, tulis Koalisi Peduli RUU Minerba, dapat melakukan evaluasi atas transfer pricing yang disinyalir masih dilakukan oleh beberapa perusahaan tambang melalui berbagai cara, salah satunya melalui penjualan lewat trader (di dalam dan luar negeri) yang dibuat dan dikelola untuk kepentingan perusahaan tersebut.